Under Garden Protection

AZ Zero Studio
Chapter #8

Yang Bukan Darah, Namun Keluarga

Kami berdua bersenandung di bawah sinar matahari sambil menyusuri jalan ke arah sungai yang kita berdua tidak tahu ini mengarah kepada utara, timur, barat, atau selatan.

Kenyamanan dan keamanan tiada tara yang tak dapat aku ucapkan atau tuliskan.

Memiliki sesosok ibu, meskipun bibi May bukanlah ibu kandungku. Ini adalah sangat berharga bagiku saat ini. Aku lupa dengan dunia yang… tak dapat kuucapkan atau tuliskan juga walau hanya sesaat..

Aku ingin ini menjadi selamanya, mungkin iya di dasar hatiku. Tak ingin kembali kepada manusia yang hanya menerima sesama mereka. Sedangkan kami ini sudah bukan bagian dari mereka.

Senandung kami diiringi oleh bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh beberapa serangga seperti kupu-kupu, kepik, atau serangga lain yang tidak aku ketahui jenisnya. Aku kubur rasa ingin tahuku dalam-dalam agar ini menjadi selamanya.

Aku dengan tanduk rusa, mata, bulu, dan atribut lain yang seperti rusa, tertawa lebar mengikuti bibi May sambil memegang tangan besarnya yang belum mengalami perubahan menjadi tangan beruang.

Begitupun dengan bibi May yang bersenandung sambil tersenyum-senyum kecil menikmati memiliki anak perempuan yang akan dia jaga seperti harta berharga yang tak dapat ditandingi oleh apapun.

Kami seperti bunga yang selamat, bukan dari kelaparan (kekeringan) dan lainnya, yakni yang selamat dari bencana mengubah bunga indah menjadi bunga buruk rupa dan juga selamat dari orang-orang yang menyingkirkan bunga-bunga tersebut.

Kami seolah mekar dengan keadaan yang berbeda. Menerima satu sama lain karena kami sama dan berbeda dengan yang lainnya. Monster sungguhan dan monster yang bernama manusia tak ada bedanya.

Perlahan tapi pasti, dengan telingaku yang tajam, sedikit demi sedikit aku dapat mendengar lantunan aliran sungai diantara lantunan ketukan nada dari senandung aku dan bibi May.

Semakin lama, suara itu semakin keras, terdengar jelas suara air. Secara alamiah, kamipun mengecilkan suara kami perlahan yang kemudian berhenti bersenandung saat tiba di tepian aliran sungai.

“Nah, sayang. Kita sudah sampai.”

Mataku terbelalak, terbuka lebar-lebar, akan kekaguman akan keberkahan melimpah walau hanya sebatas air yang mengalir tidak begitu kencang.

“Wah! Aku sangat bersyukur dapat melihat ini. Maksudku, dengan keadaan kita, bi. Ini sangat mewah dan seperti keajaiban.”

Bibi May hanya tersenyum mendengar respon aku yang hanya anak kecil polos yang masih berumur 7 tahun.

“Kau benar. Bukan hanya kau saja, aku dan seluruh manusia akan memberikan respon yang sama ketika berada saat keadaan mereka di bawah. Maksudku seperti kita.”

Aku langsung memalingkan muka menatap bibi May dengan wajah kebingungan setelah melihat air sungai yang melimpah ruah.

Bibi May yang sadar dengan aku yang sedang menatapnya dari samping. Dia hanya cekikikan kecil.

“Untuk saat ini, kau cukup mengerti sampai sana. Kau masih harus berkembang dan belajar sendiri untuk mengerti dari ucapan bibi barusan, oke?”

Aku langsung mengangguk dan tersenyum lebar. Mengacungkan kedua jempol tanganku yang artinya ‘baik, bibi May’ tanpa perlu mengucapkannya.

Lihat selengkapnya