Under Garden Protection

AZ Zero Studio
Chapter #13

Kantuk Anomali

Sudah beberapa kali aku ikut Bibi May melakukan eksplorasi. Kalau dihitung sejak pertama kali—saat kami mencari telur burung yang bahkan tidak kami ketahui jenisnya—mungkin baru sekali.

Kalau kuingat kembali, perjalanan kedua adalah ketika kami berburu ayam liar di hutan, spesies yang disebut ayam Cemana. Dan hari ini, untuk ketiga kalinya, kami memutuskan mencari buah-buahan.

Di padang bunga dan sekitarnya memang tidak ada buah. Menurut Bibi May, tubuh juga membutuhkan gula, bukan hanya daging. Itu salah satu dari banyak wejangan yang selalu kuingat darinya.

Namun setelah pulang dari eksplorasi ketiga ini, tubuhku terasa sangat berat. Rasa kantuk datang tak tertahankan. Begitu sampai, aku hanya sempat meletakkan tas di samping tenda, lalu langsung masuk dan terlelap tanpa sempat berkata apa-apa.

Aku terbangun keesokan paginya, tepat sebelum matahari terbit. Yang kuingat, aku sudah tertidur sejak sore kemarin.

Begitu bangun, aku langsung menuju tempat persediaan air dan meminumnya dari gelas sederhana yang terbuat dari tanah.

Hari ini rencananya aku dan Bibi May kembali ke tempat di mana kemarin kami menemukan buah-buahan, untuk mengambil lebih banyak.

Kami berangkat ketika matahari sudah agak tinggi, lalu pulang di sore hari dengan keranjang penuh buah.

Namun sepanjang perjalanan pulang, rasa kantuk perlahan menyerangku. Aku berusaha menahannya—menggigit bibir, menepuk pipi, bahkan mengobrol dengan Bibi May agar tetap terjaga.

Begitu tiba di padang bunga, aku masih memaksa bertahan. Aku masuk ke dalam tenda dengan langkah berat, tas masih tersampir di tubuhku.

Tapi begitu tubuhku menyentuh alas tipis di dalam, mataku langsung terpejam. Tanpa sempat melepas apa pun, aku pun tertidur lelap dengan tas masih menempel di diriku.

Aku terbangun di keesokan harinya sama seperti kemarin. Bibi menghampiriku dan bertanya.

“Jia, apa kau sedang sakit? Bibi menyadari pola tidurmu aneh belakangan ini. Aku berusaha membangunkanmu dua hari belakangan ini pada malam hari, untuk makan malam sih. Akan tetapi kau susah sekali dibangunkan.”

Sebenarnya aku merasa normal dan baik-baik saja. Tapi perkataan Bibi hari ini membuatku sadar sesuatu—dan jujur, aku jadi heran sendiri.

Aku terdiam, mencoba mengingat-ingat.

“Tidak, Bi. Memang aku tidur lebih lama dari biasanya, dan setiap kali pulang aku selalu sangat mengantuk. Tapi aku sehat, sungguh. Suhu tubuhku normal, tidak pusing, tidak sakit perut.”

Bibi May ikut terdiam, wajahnya tampak bingung. Dia mengusap dagunya pelan, mencoba mengingat sesuatu.

“Kalau begitu… jangan-jangan kau keracunan? Tapi kalau iya, seharusnya gejalanya muncul sejak lama. Dari air, ayam, atau hewan lain pun tidak mungkin, karena aku juga memakannya.”

Dia menoleh padaku, lalu menatapku dalam-dalam dengan penuh kebingungan.

“Apa kau pernah menyentuh sesuatu yang berbeda dari biasanya?”

Aku mengerutkan dahi, mencoba menelusuri ingatan beberapa hari terakhir.

“Hmm… aku memegang akar, batu, air, kulit buah-buahan, daging ayam… bunga di sini, rumput… apa lagi ya…”

Aku memaksa otakku mengingat.

“Bibi… waktu kita berburu ayam Cemana beberapa hari lalu, aku sempat jatuh. Tanahnya lengket, warnanya hitam pekat. Aku ingat jelas menempel di tanganku.”

Lihat selengkapnya