Under Garden Protection

AZ Zero Studio
Chapter #15

Penyesalan Jia

Aku merasa mabok setelah muntah sebagian isi perutku karena daun yang tersangkut di tenggorokan.

Kepalaku pusing, terasa berat, dan tubuhku lemas—aku benar-benar tak sanggup bangun.

Aku yang dari sesudah minum hingga sekarang, mencoba menghilangkan pusing sejenak sembari berbaring dengan kepala di pangkuan paha Bibi May yang besar dengan sebagiannya sudah tumbuh bulu beruang.

Kadang aku mengubah posisiku menjadi tengkurap, membenamkan wajahku di paha beruang Bibi May yang hangat, atau ke bagian perutnya yang diselimuti dadanya yang besar.

Saat aku memeluknya, sesekali aku membuka mata dan berpikir… Ibu angkatku, Bibi May, terasa jauh lebih menyayangiku dibanding ibu kandungku, yang tega meninggalkan aku dan kakak.

Di tengah pelukan itu, tanpa kusadari air mataku mulai menetes. Sedikit demi sedikit aku menangis, tapi kututupi dengan cara memeluk Bibi lebih erat, mengusap air mataku di perutnya—meski aku yakin Bibi tahu aku sedang menangis.

Setelah itu, entah kenapa rasa kantuk menyerang. Mataku yang sembab karena tangisan perlahan terasa berat. Efek dari daun yang kumakan pun muncul, membuat tubuhku semakin lemah. Perlahan, aku menutup mata dan tertidur, bahkan sampai mendengkur kecil.

Yang terakhir kuingat, Bibi May membalikkan tubuhku, mencium keningku, lalu mengusap kepalaku lembut—seperti memperlakukan anak gadisnya sendiri.

Dalam tidurku, aku seakan berada di sebuah ruang putih yang hangat sekaligus sejuk. Aku hanya duduk di tengah-tengahnya, kosong, hingga tanpa sadar kata-kata keluar dari mulutku.

“Apakah… aku bisa tetap berada di sampingmu, Bibi May…?”

Aku memejamkan mata lagi. Namun saat kubuka kembali, semuanya mendadak menjadi putih menyilaukan. Cahaya itu terlalu terang, membuatku refleks menutup mata sekali lagi.

Cahaya terang membangunkanku. Dengan setengah sadar, aku mencium pipi Bibi May dan meraih tangannya erat, sementara ia menggendongku kembali menuju padang bunga.

Aku terbangun malam harinya, masih di dalam tenda. Rupanya aku tertidur lelap karena efek daun tadi.

Beberapa detik kemudian, kesadaranku kembali sepenuhnya. Aku bangkit perlahan, lalu merangkak keluar. Duduk di depan api unggun, aku mencoba menenangkan diri sambil mengusir rasa pening di kepala.

Baru sebentar bengong, tiba-tiba telingaku ditarik keras. Aku meringis, menoleh, dan mendapati Bibi May berdiri di sampingku dengan wajah kesal.

“Nah, ya! Anak bandel satu ini! Tadi siang sudah dibilang diam di tempat, malah keluyuran. Dan yang dipetik malah tumbuhan beracun lagi!”

Lihat selengkapnya