Under Pressure

I M A W R I T E
Chapter #2

#DUA

Jakarta, 2018.

NAMAKU ADALAH BIANCA WIJAYA, tapi teman-teman lebih suka memanggilku Bi, atau bee, yang artinya lebah. Mungkin jika aku bagian dari koloni hewan-hewan pemakan madu itu, bisa disebut aku ini adalah ratu lebah. Aku pandai memimpin sesuatu, entah itu organisasi kelas, organisasi sekolah atau bahkan memimpin di dalam rumahku sendiri.

Omong-omong, aku adalah anak tertua dari dua bersaudara. Adik laki-lakiku bernama Bani Wijaya, usia kami hanya terpaut satu tahun dan dia menjadi adik kelasku di sekolah yang sama.

Bani bukanlah anak yang pemalas seperti anak-anak remaja kebanyakan. Ia justru ikut membantu orang tua kami -menjaga toko ritel kecil-kecilan peninggalan Papa- sepulang sekolah. Sesekali kami bergantian menjaga toko itu karena kondisi kejiwaan Mama belum stabil semenjak kepergian Papa satu bulan yang lalu. Tanah kuburan milik pria yang kusebut Papa itu masih basah dan luka yang ditinggalkannya, membuat sudut hati Mama kosong dan hampa. Kira-kira begitulah percakapanku dan Mama saat kami mengantar Papa ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Papaku orang baik. Ia sama sekali tidak pernah merepotkan kami meski tubuhnya merasa kesakitan. Ia bahkan tidak pernah mengeluh selama tubuhnya terbujur tak berdaya di atas ranjang kamarnya sendirian. Mama sibuk menggantikannya menjaga toko demi menjaga pemasukan keuangan, sedangkan aku, mencoba mencari peruntungan dengan menjadi seorang selebgram (selebriti di instagram) berkat ajakan salah satu temanku, Teressa.

"Hey, Bi, gimana minggu ini? Udah ada endorse yang masuk?"

Teressa duduk di sebelahku dan meletakkan ransel merah mudanya ke atas meja. Kemudian dengan cepat, tangan kurusnya merogoh ponsel dari saku roknya. Ia tampak membuka aplikasi instagram yang memang sedang hits saat itu sebelum akhirnya menoleh kepadaku. "Gue liat perkembangan followers lo lumayan cepet juga, ya," tukas Teressa. "Kalau kaya gini terus, iklan dan endorse yang masuk bisa lebih banyak lagi, Bi."

"Ya, gue juga maunya kaya gitu," kataku padanya. "Lumayan banget uangnya bisa buat bantu nyokap juga."

Teressa Adrina, dia adalah teman sebangkuku sejak kami masuk ke dalam kelas dan jurusan yang sama di sekolah ini. Dia memiliki mata hitam bulat yang besar dan alis tebal yang tampak dekat satu sama lain. Jika aku tidak salah ingat, Teressa pernah berkata bahwa ayahnya adalah keturunan Turki sementara ibunya asli Bali. Pantas jika akhirnya perempuan itu mewarisi hidung mancung dan mata besar seperti keturunan Arab pada umumnya. Omong-omong, Teresa adalah seorang anak dari pemilik agensi model di beberapa kota besar di Indonesia. Sebab itulah dia memiliki banyak relasi dan dapat menjadikanku bagian dari talent modelnya di dunia maya.

Lihat selengkapnya