3 tahun kemudian.
“Hallo, boleh aku dududk di sebelahmu?” aku terkejut atas panggilan seorang wanita yang tiba-tiba menepuk bahuku.
“Ah, tentu silahkan.” Jawabku sesopan mungkin, untuk pertama kalinya aku memdapat interaksi langsung dari seorang wanita. Aku sungguh tak biasa, mungkin karna aku berteman dengan laki-laki serta rekan kerjaku yang rata-rata adalah seorang lelaki dan tua aku tak memiliki teman perempuan.
Canggung, itulah suasana saat ini, begitu canggung tak ada yang membuka percakapan sama sekali, saling berdiam diri satu sama lain. hingga akhirnya dialah yang membuka percakapan,
“Em,, bolehkah aku mengenalmu? Namaku Erin Angelin boleh tau namamu?” tanyanya kepadaku, wanita ini sekilas cantik, sesuai dengan namanya yang juga cantik.
“Boleh, namaku Antonio Felix panggil saja Felix.” Jawabku agak kaku, dengan semilir air pantai kami berbincang, walau dengan awal kami saling canggung,menceritaka pekerjaan masing-masing yang kuketahui bahwa dia seorang model pantas saja dia sangatlah modis meski hanya pergi ke pantai, menceritakan lelucon yang lucu hingga kami saling tertawa. Suasana itu menjadi lebih membaik dari sebelumnya. Awal yang sangat baik.
“Felix kau memiliki kisah bahagia? Misal kia bahagia dengan kekasih ataupun sekedar sahabat.” Tanyanya kepadaku.
“Aku memiliki sahabat, bahkan dia telah ku anggap sebagai keluarga dia orang yang sangat baik. Bagaimana denganmu?” mengingat akan kelakua kakak sekaligus sahabatku, memang dia orang yang kelebihan gizi sehingga dia hiperaktif dengan segala kecerobohannya, bila begitu dia adalh keluargaku.
“Aku tak memilikinya. Aku sendiri dan selalu sendiri meski banyak yang tampak perhatian kepadaku namun itu semua hanya topeng untuk menampakkan kebaikan di public, menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang baik, namun nyatanya adalah sebaliknya. Itu semua hanya formalitas saja. Semua tampak sangat baik di hadapanku, namun tidak ketika aku taka da, semua mencaci dan menghinaku menceritakanku yang buruk dan sebagainya.” Jawabnya, tampak sangat berputus asa dalam sorot matanya, sepertinya kehidupannya sangat sulit sehingga dia begitu putus asa akan hidup.
“Ahk,,-“
“Apakah kau mau bermain di air? Ayo kita bermain.” Aku ingin mengatakan sesuatu kepadanya namun dia potong begitu saja, namun kita baru kenal beberapa menit yang lalu, tak pantas aku untuk mengomentari hidupnya, meski itu komentarku itu baik menurutku tapi kita tak tau pendapat dan bagaimana dia mencerna perkataan kita, jadi niat itu ku urungkan.
Tersenyum menemaninya bermain di pinggiran pantai, membuat istana pasir dengan canda tawa, senyum selalu dia tunjukkan di bibirnya. “Kau bisa berenang Felix” tanyanya kepadaku membuatku tersenyum masam akan kenyataan.
“Tidak aku tak bisa berenang aku memiliki trauma saat kecil” jawabku apa adanya meski bukan waktu kecil aku mendapat trauma, saat kecil aku sangat suka berenang bahkan aku mengikuti beberapa olimpiade renang saat sekolah dasar.
“Begitu yah sayang sekali. Padahal aku ingin mengajakmu berenang bersama” tanggap Erin dengan sedikit penyesalan karna menawariku.
“Tak perlu merasa bersalah, bila kau ingin berenang yang berenang. Aku akan duduk di sini sambil memperhatikanmu berenang” jawabku.
“Baiklah aku berenang dahulu ya.” Kini tampak Erin berenang menuju ke perairan tak terlalu dalam namun tak terlalu dangkal. Tempat yang pas memang untuk berenang. Aku tersenyum melihatnya melambai ke arahku dengan senyum bahagia, tampak sangat bahagia, dia berang kembali menyelam mungkin melihat –lihat terumbuk karang, terummbuk karang di sini memang sangat indah. Namun ada yang aneh sekitar 5 menit Erin tak kunjung mengambil nafas, aku sedikit khawatir namun tak lama aku mendengar teriakan dari arah Erin berenang. Erin menampakkan kepalanya dan berteriak meminta tolong dari sana, aku ingin menolong namun jujur saja aku sangat trauma. Aku melihat mecari bantu sayang di pantai taka da seorangpun, seketika pantai ini sangat sepi sungguh sepih, taka da seorangpun di sini.
Rasa khawatir datang di hatiku, sungguh aku ingin menolong Erin namun aku tak bisa, akupun mekat untuk terjun ke air, berusaha menggapai tangan Erin yang telh tenggelam, seketika bayang-bayang msa lalu berputar di kepalaku, mengingat kembali kejadian 3 tahun lalu. Dengan perasaan kacau aku tak dapat bernafas, tanganku terus saja meraih Erin yang telah tenggelam kedasar laut. Sungguh saat ini aku tak dapat bernafas, ingin naik namun seakan ada yang menarikku kakiku, aku lemas dan……!!!
“Felix….!!! Hai bangun.. Felix, Felix,, hai “ Felix tersentak, membuka mata dan menarik nafas dengan sangat terburu kini tampak keringat membanjiri pelipisnya. Masih bernafas dengan cepat, menetralkan oksigen yang mesuk ke paru-parunya, jantung terasa berdetak dengan sangat cepat seakan dia baru saja berlari. Beberapa detik kemudian parasaan yang kacau tadi berganti dengan ketenanga. Merasa sedikit tenang akhirnya lelaki yang sedari tadi memanggilnya berbicara.
“Kau tak apa, aku mendengarmu berteriak dari hingga teriakanmu terdengar sampai dapur. Kau tak apa? Apa kau bermimpi buruk kembali?” Tanya lelaki itu, mengusap punggung Felix memberi penenang, agar Felix merasa lebih baik.
“Aku bermimpi buruk kembali. Mimpi ini terasa sangat nyata.” Jawab Felix menatap lelaki itu, tampak perasaan kacau dalam mata hitam itu.
“Felix telah ku katakana kepadamu bukan, mimpi itu adalah bunga tidur kau tak perlu menganggapnya seserius itu. Itu hanya mimpi, jangan terlalu kau pikirkan.
“Namun kau tau kan banyak dari mimpi-mimpi itu menjadi kenyataan. Aku takut mimpiku kali ini akan menjadi nyata.” Jawab Felix saat ini dia sangat kacau, mimpi-mimpi itu selalu menghantuinya. Helaan nafas terdengar dari lelaki itu.
“Bila memang itu akan menjadi nyata, maka semua mimpimu akan nyata bukan? Namun tak semua mimpimu menjadi kenyataan kan? Bila memang itu akan terjadi, maka yang lebih baik kau lakukan adalah berdo’a agar mimpi itu tak terjadi. Kau mengerti” lelaki itu menasehati Felix, tersenyum seraya mengusak rambut yang lebih muda. “Sebaiknya kau segera mandi, hari ini kita memilika mata kuliah, kau memiliki hutang absensi kepada dosen bukan? Sebaiknya kau cepat, pagi ini pak Edward akan mengajar.” Sambung lelaki itu dan langsung meninggalkan kamar Felix melakukan rutinitasnya yang tertunda kembali.
…..
UNIVERSITAS XXXX ROMA, ITALY.
“Felix kau ada jadwal hari ini?” pertanyaan itu terlontar begitu saja dari lelaki dengan tinggi yang menjulang, di atas rata-rata memang namun masih wajar untuk orang eropa terutama Italy dengan tinggi pria itu 189 cm.
“Tak ada Dikey kenapa?” Felix menjawab dengan masih memperhatikan leptopnya yang berada di meja, mengerjakan pekerjaan kantor yang menumpuk di kantin kampus.
Kantin yang begitu ramai meski hari masih sangat pagi, dengan beberapa mahasiswa yang melakukan sarapannya yang tertunda karna jadwal kuliah mereka. Pada saat ini Felix sedang mengerjakan tumpukan kertas yang sangat penting, puluhan kertas yang harus dia tanda tangani hari ini, meski dia adalah pemimpin perusahaan namun dia orang yang pekerja keras.
Siapa yang tak kenal Antonio Felix seorang CEO di umurnya yang terbilang sangat muda 21 tahun, memiliki tubuh tinggi yang begitu sempurna dengan tinggi 185 cm dan badan yang berisi serta otot kekar pada lengan dan tubuh lainya, memiliki wajah yang rupawan, hidung tinggi kecil dengan pipi tirus namun memiliki rahang yang tegas, mata segelap langit malam yang begitu tajam bila menatap, rambut sedikit ikal yang rapi kebelakng namun sedikit poninya menutupi dahi mengarah kesamping dengan alis yang tidak terlalu tebal, leher yang jenjang serta bibir yang begitu seksi kini terdapat kaca mata yang bertengger apik pada hidungnya memakai celana bahan baju katun hitam yang tampak hangat di awal musim semi dengan leher yang tinggi di lengkapi jas biru dongker, menambah kesan dewasa bagi siapa saja yang melihatnya. Memiliki paras yang terbilang sempurna, Felixpun memiliki sifat yang sempurna pula baik dan ramah, baik kepada teman-temannya maupun kepada karyawan kantornya, memiliki sifat yang ramah tak mengurangi ketegasannya bila berkaitan dengan pekerjaan, membuatnya disegani banyak pembisnis meski termasuk yang termuda diantara pembisnis yang lain, namun kinerja dan kualitasnya dalam pekerjaan menjadikan pertimbangan bagi perusahaan lainnya yang ingin berkerja sama dengannya, tak heran Felix memiliki banyak kolagen dan pembisnis yang mengajaknya berkerja sama.
“Felix aku mendengar kabar bahwa kau yang akan di tunjuk untuk menjadi ketua panitia dalam penerimaan mahasiswa baru, hah… bukankah itu sungguh menarik? Antonio Felix yang terbilang tak pernah mengikuti kegiatan kampus kini menjadi seorang ketua? Wow.. bagaimana menurutmu? Kau tertarik?” Dikey bertanya dengan begitu antusias, bagaimana tidak sahabat sekaligus adiknya ini akan menjadi seorang ketua, apalagi dia merupakan mahasiswa yang sangat populer di kampus hanya saja dia tak pernah mengikuti kegiatan kampus, baik club, olahraga, maupun organisasi dan lainnya yang ada di kampus ini, bisa di bilang sahabatnya yang satu ini memang memiliki sejuta gudang kegiatan, terutama jadwal pekerjaan yang begitu padat dari luar kota sampai mancan Negara tak heran dia terkadang absen dari beberapa hari ketika pekerjaannya telah menuntut, namun Dikey begitu salut kepada Felix karna meski kesibukannya dalam pekerjaan begitu padat namun Felix selalu mengerjakan tugasnya meski harus dia yang mengantarkanya kepada dosen mereka.
“Aku tak tertarik, nanti akan aku tolak.” Jawaban singkatlah yang di dapat Dikey singkat padat dan jelas, menandakan orang yang di ajak bicara benar benar tak tertarik akan kegiatan kampusnya. Menghela nafas karna kelakuan sang sahabat yang cuek bebek ini. “Bukankah tadi kau menanyakan jadwalku hari ini? kenapa malah memberitahuku tentang penerimaan mahasiswa baru?” kini Felix lah yang bertanya.
“Ah iya… aku ingi mengajakmu kembali kepantai setelah mata kuliah terakhir, kau bisa? Kita kan telah lama tak pergi keluar bersama, tepatnya kau yang tak pernah memiliki waktu, aku selalu sendiri bila keluar.” Jawab Dikey dengan sedikit rengutan pada bibirnya, menandakan sang empu sedang merajuk karna temannya yang tak pernah ada waktu bersama kembali, Dikey saat ini bagai seorang anak 6 tahun yang merajuk karna tak di ajak jalan, ‘hah.. sangat tak pantas dengan umurnya yang lebih tua 1 tahun dariku.’ Batin Felix yang melihat sang sahabat yang merajuk meski begitu Felix masih menuruti semua permintaannya.
“Baiklah, kebetulan aku sedang off saat ini, aku akan mengantarmu” jawab Felix menatap sang sahabat yang masih merengut di tambah tangan yang terlipat di dada, sangat tak sesuai dengan umurnya.
“Hanya mengantarku, tak mau menemani, maka akupun tak akan membantumu tanyakan saja semua mata kuliah kepada yang lain, aku akan pindah dari sini kembali ke kampung halamanku.” Ancaman yang selalu Dikey lontarkan namun selalu evektif untuk membujuk Felix karna bagaimanapun Dikey merupakan Teman masa kecilnya meski berpisah selama 12 tahun karna dia yang tinggal di Amerika namun persahabatan mereka masih terjaga hingga sekarang, apalagi semenjak kecelakaan yang merenggut ibu Felix pasca meninggal dunia ayah Felix, ditinggal ayahnya tak lama sang ibupun menyusul merupakan pukulan terberat bagi Felix dan itu semua hanya Dikey yang mengerti, mengerti keadaannya, serta menjadi keluarga bagi Feliix inilah yang menjadikan Dikey istimewa di sisi Felix walau sikap yang kekanakan, Dikey merupakan kakak yang begitu perhatian kepadanya, sosok kakak yang selalu ada untuk mendengarkan keluh kesahnya dan selalu menasehatinya.
“Baiklah-baiklah aku akan menemanimu.” Mengalah merupakan langkah yang sangat tepat untuk menghadapi Dikey yang sedang merajuk. Dan sorakan yang begitu bahagialah yang ditunjukkan Dikey kepada Felix bahagia karna sang adik mau menemaninya.
“Sebelum pergi bagaimana bila kita mampir ke rumah terlebih dahulu, aku akan membuatkan bekal untuk kita, piknik di pantai sepertinya akan seru yaa bagaimana bila sampai malam? Kau tidak keberatan?” dan anggukan pertanda setuju yang diberikan Felix sambil menatap leptop masih mengerjakan laporan pekerjaannya yang akan dilaporkannya lusa. Selain sebagai kakak yang perhatian Dikey juga sangat pandai dalam memasak, dia bahkan mengikuti club memasak di kampus, dan itu pula yang menjadi favorit Felix tentang kakaknya Dikey ini, dia bisa makan makanan yang enak apalagi yang memasak adalah kakaknya sendiri Dikey.