Under The Velvet Sky

Iris-Avery-Marbella
Chapter #1

#1 - Perempuan Berhati Es

“VIOLETA!!!” Adrian memaki Vio saat melerai pertengkaran dengan anak laki-laki-nya Rico.

“Tolong berhenti kalian berdua!” Vio masih memegang tangan kakaknya agar melakukan sesuatu pada papa-nya.

“Minggir, Vio!” Rico tidak berubah. Dengan wajahnya yang masih merah karena mabuk sepanjang malam, dia tentu saja tidak sadar dengan apa yang dia lakukan.

“Kalian berdua akan berakhir di Rumah Sakit jika seperti ini!!!” Vio mendorong Rico sekuat tenaga, tapi kakaknya yang berbada besar itu tidak bergeming sama sekali.

Sang papa yang masih emosi akhirnya maju. “Kamu harusnya tahu jika mabuk-mabukan seperti ini bukan contoh yang baik, lihat semua tetangga sedang bergosip. Kamu memang tidak bisa menjaga nama baik keluarga!” 

“Apa papa juga tidak berkaca?! Berjud* bukan hal yang membanggakan! Pantas saja mama meninggal cepat dari dunia ini!” 

Kalimat itu membuat Vio dan sang papa terdiam. 

Rico sudah keterlaluan. 

Lalu Adrian memukul wajah Rico dan Rico membalas dengan mendorong papanya dimana Vio berada di belakangnya.

Keduanya jatuh di setelah terdorong ke meja makan dan Vio terdorong hingga ke salah satu dinding. Leher dan bahunya terkena dinding dengan keras dan dia sama sekali tidak bergerak. Rasa sakit luar biasa menyerang seluruh bagian tubuhnya. Dia mengerang dan tergeletak di atas lantai dan matanya hanya bisa melihat pergelangan tangannya yang sedang berdarah sekaligus bekas luka pertengkarannya dengan mantan pacarnya.

Bekas luka seperti bulan sabit yang ternyata tidak kunjung benar-benar hilang …

*** 

Dahi Violet sudah lebih dari lima kali membentur kaca kereta yang dia tumpangi sejak lima jam kereta itu berangkat dari stasiun. 

"Vio?" Sofi memicingkan matanya karena mendengar suara itu. 

"Tenang saja kacanya masih sempurna." Vio melipat tangannya dan bersandar menjauh dari kaca. "Berapa lama lagi kita akan sampai?" 

Sofi melihat jam tangannya yang berusia dua puluh tahun. "Lima menit lagi. Sebentar lagi kita akan sampai di kota yang begitu indah." 

Vio sudah mendengar ratusan kali bagaimana Sofi memuji kota bernama unik-Velvet-betapa indahnya langit Velvet di sore hari, bagaimana potensi kota itu untuk bisnis bunga mereka, dan bagaimana jauhnya Velvet dari kota asal mereka. 

"Apa pemilik rumah akan menyambut kita?" Vio sudah ingin mandi dari satu jam yang lalu. Maklum mereka tergesa-gesa karena alarm Sofi yang ternyata di set satu jam lebih lambat dari seharusnya sampai-sampai mereka tidak bisa membersihkan wajah dan tubuh mereka dengan seharusnya. 

Sofi meletakkan handphone nya dan mengambil jajanan kecil-biskuit-dari tasnya. "Tentu saja. Tapi kalau dia mendadak punya urusan, dia bilang kita bisa meminta tolong pada keponakannya. Dia punya dua keponakan laki-laki yang tinggal hanya beda satu rumah dengan kita. Kita di nomor sebelas dan mereka di nomor sembilan." 

"Katamu rumah itu punya dua lantai?" 

"Ya. Kita akan menempati dua kamar di atas, sementara lantai bawah akan kita jadikan gudang cadangan bunga-bunga kita." Sofi tersenyum bersemangat. 

"Kita belum menentukan nama toko kita nanti." Vio memiliki tiga nama yang berada di kepalanya. 

Sofi membersihkan tangannya dengan tisu dan menepuk tangannya dengan antusias. "Bagaimana kalau SoLeta? Sofia dan Violeta menjadi satu?" 

Perut Vio mulas seketika. "Itu terdengar seperti nama grup penyanyi yang akan bubar sebentar lagi." 

Sofi mendengus kesal. "Lalu bagaimana kalau Viovia, nama depan-mu dan nama belakang-ku?" 

Kepala Vio pusing lima keliling. "Itu seperti nama vitamin untuk lambung, Sofia." 

"Lalu apa pilihan-mu? Dan jangan menyebut-kan nama-nama membosankan yang sering kamu baca di novel-novel klasik kesukaan-mu itu. Kita sudah tinggal di zaman modern, Violetta sayang." Sofi menggerutu. 

"Bagaimana kalau Rosemary?" 

"Bukankah nama itu terlalu serius?"

Vio bersandar dengan pelan. "Usaha kita serius bukan main-main." 

"Oke. oke. Toko Bunga Rosemary." Sofi mengangkat tangan tanda menyerah. "Aku lebih baik pusing mengenai jadwal harian daripada sekadar nama."

"Kita akan buka dari jam sembilan pagi hingga jam enam sore kan?" tanya Vio.

Sofi mengangguk tapi jelas-jelas masih ragu. "Aku ingin mendiskusikan masalah jam kerja ini dengan-mu." 

"Kenapa?" 

Lihat selengkapnya