Raka berpikir kalau Agni sengaja bersikap kurang ajar dan menyebalkan agar ditolak sehingga dia tidak bisa masuk klub. Jika itu yang terjadi, maka pihak klub akan bermasalah dan Agni dapat terus lanjut memperoleh beasiswanya. Itu peraturan yang tidak bisa dibantah. Jika klub yang menolak, maka klub akan ambil bagian dalam menopang beasiswa murid tersebut.
Namun, satu hal yang dia tahu, Sabeom Kim bukan pelatih lembek yang dapat diintimidasi gadis muda. Sebaliknya, pelatih asal Gangwon itu bakal terkobar oleh bakat tak biasa.
Boosabeom Irwan menunjuk Pritta, peraih medali perak untuk kejuaraan antarsekolah se-Jakarta tahun lalu. Cewek itu termasuk kandidat yang akan mengikuti seleksi tingkat nasional. Tingginya sekitar 170 sentimeter dengan badan padat dan kekuatan yang sanggup mengalahkan cowok kelas bulu.
“Pakai pelindung milikmu,” ujar Pritta, mengernyit ketika melihat Agni yang tidak bersiap memakai body protector sementara dirinya sibuk memasang benda pipih bertali di tangan.
Peraturan dasar taekwondo, untuk berlatih tanding atau sparring sungguhan, memakai pelindung kepala sampai kaki. Tidak ada pelatih yang ingin mengambil risiko karena terkadang atlet bisa saja lepas kontrol. Raka paham mengapa Pritta ngotot. Dulu, ada yang keras kepala tidak mau memakai pelindung dada saat latihan dan dia berakhir pingsan karena lawan sparring-nya kelepasan. Cewek itu hampir saja celaka kalau tidak segera mendapat penangan medis dari dokter sekolah.
Raka berpaling kepada Agni yang diam saja saat Selena menyorongkan perlengkapan pelindung. Cewek itu mencebik dengan bahu melorot, bersikap seakan memakai pelindung adalah beban.
“Nggak butuh. Ayo, kita mulai saja biar cepat selesai.”
Raka bisa melihat kejengkelan Selena ketika Agni justru melakukan pemanasan. Jelas sekali, Agni tidak bermaksud untuk ikut klub dan malah mengundang orang untuk memusuhinya. Cowok itu geleng-geleng kepala karena tidak pernah bertemu gadis keras kepala menyebalkan dengan kepercayaan diri yang bisa menembus langit-langit.
“Pakailah atau kamu bakal menyesal. Pritta bukan lawan enteng. Dia menjuarai banyak kompetisi. Salah satu lawannya harus diangkut keluar arena setelah pertarungan selama dua puluh detik,” bisik Raka, memutuskan membujuk Agni dengan cara lain.
“Lalu?” Agni melengos. “Minggir sana.”
“Pakai atau kita nggak bakal mulai. Ini bukan pertarungan jalanan. Kita punya aturan jelas yang harus dituruti dan dihormati.”
Raka berpaling saat terdengar suara bernada marah dari Boosabeom Irwan yang menaruh kedua tangannya di belakang.
“Pakai atau harus aku yang memakaikan?” Raka menoleh kepada Agni dan mengancam. “Kamu nggak membuat kesan baik dengan bersikap begini. Menurut sajalah!”
Agni mendengkus dan menyambar perlengkapan. Tidak ada yang maju untuk membantunya jadi Raka bergerak ke punggung gadis itu dan mengaitkan tali-tali pelindung dada di bagian belakang. Dia memastikan semua perlengkapan—termasuk pelindung kepala—sudah terpasang kuat.
“Gyeorugi tiga menit. Poin terbanyak, dia menang. Agni, kalau kamu menang, tidak perlu menjalani tes fisik. Kalau kalah, kamu harus meminta maaf pada seluruh anggota dan membereskan perlengkapan juga membersihkan ruang olahraga setelah latihan selama satu bulan.”
Raka bisa melihat tatapan Agni yang cuek dan cowok itu duduk di antara anggota lain di tepi matras. Ketegangan mulai menguar saat Sabeom Kim maju dan berdiri di antara kedua petarung. Kedua tangannya memberi isyarat penghormatan kemudian sebelah tangannya mengudara. Saat dia menurunkannya tepat di antara kedua petarung, itulah tanda pertarungan dimulai.
***
Raka memang pernah melihat atlet taekwondo yang garang ketika bertanding. Namun, tidak ada yang sebrutal Agni.
Cewek itu jelas tidak main-main dengan ucapannya dan langsung menyerang titik-titik vital Pritta begitu kode mulai dilemparkan. Agni melancarkan beberapa lompatan kecil sebelum kakinya naik—yang biasa disebut dengan istilah step—melayang sejenak, dan mendarat tepat di pipi kanan Pritta. Atlet andalan klub itu terhuyung sejenak dan mengerjap, tampak kaget. Seharusnya ini hanya pertandingan latihan. Hanya untuk mengetes kemampuan seperti biasanya sebelum klub menerima anggota baru atau atlet untuk naik ke kompetisi. Tidak ada yang menggunakan kekuatan penuh dan hanya kecepatan. Pritta jelas tidak siap dan itu membuat Raka resah. Pemandangan ini tidak bagus ditonton oleh anggota yang baru masuk beberapa hari lalu.
Salah satu jagoan klub itu tersudut di ujung matras, mundur beberapa langkah sebelum menggelengkan kepalanya. Peluh membanjir di kening Pritta dan gadis itu mengatur napas sembari memegangi pinggang. Ketika Pritta tegak dan Sabeom Kim memberi isyarat untuk mulai kembali, cewek itu menyerang dengan dollyo chagi[1], tetapi Agni bertahan dan membalas lewat dwi chagi[2] yang mengenai dagu Pritta, telak. Cewek itu terpental sebelum akhirnya jatuh, sejenak terlihat kesulitan bernapas kemudian bangkit dan tampak kesal. Raka bahkan bisa melihat Pritta terengah-engah padahal gyeorugi baru berjalan tak sampai dua menit.
Pritta baru akan menyerang lagi ketika kepalanya terkena bandal chagi[3]. Suara kaki beradu dengan pelindung kepala itu menggema dan membuat dua junior berteriak kaget. Raka tak sadar menahan napas ketika kedua pemain saling membenturkan badan, berusaha untuk memberi jarak sembari mengambil ancang-ancang untuk serangan berikutnya. Wajah Pritta dan Agni sama-sama gusar saat tak ada yang mau melepaskan diri. Pritta yang biasana tenang, terlihat menggertakkan gigi dan terus-menerus mendorong Agni dengan bahunya.
Sabeom Kim melerai keduanya hingga mereka memiliki jarak dan saat Pritta berusaha mengembalikan keseimbangan, Agni melancarkan twio yop chagi[4]. Satu gerakan mulus yang tepat mengenai sasaran dan membuat Selena memekik ngeri. Raka yakin kalau tendangan tadi mengenai leher pritta yang tubuhnya terlempar keluar matras kemudian tak bergerak lagi.