Clara dan Bian berjalan tergesa-gesa seperti dikejar atau justru akan menghadapi sesuatu yang mengerikan. Clara menyeret tangan Bian untuk mengikuti tempo langkahnya.
"Semoga ayahmu belum tahu," Clara berbicara tanpa menatap Bian yang berjalan di belakangnya.
"Hem," sahut Bian singkat.
"Ayo cepat nak," Clara semakin mempercepat langkahnya.
Bian menghela napas panjang, memandangi pundak Clara. Hati kecil Bian sebenarnya enggan melangkah. Tapi lagi-lagi Clara adalah alasan utama, mengapa dirinya harus berpasrah mengikuti langkahnya. Dan satu hal lain yang membuat Bian kali ini mau bertemu dengan orang yang selalu dihindarinya. Bian ingin memastikan kebenaran kecelakaan yang disebabkan oleh Arsyad. Dari mulut ayahnya.
Clara melepas tangan Bian untuk membuka pintu setinggi kurang lebih tiga meter. Clara masuk terlebih dahulu ke dalam ruangan besar dengan atap berbentuk menyerupai kubah. Lampu hias berkilau menjuntai turun dari tengah kubah di atas sana.
Bian menghentikan langkah tepat di bawah lampu hias, menyadari sesuatu. Selang beberapa langkah di depannya. Clara baru menghentikan langkah, menyadari satu objek yang sedang ditatap oleh Bian. Keduanya melihat siluet hitam seorang pria yang sedang berdiri menatap keluar jendela.
Mata Clara terbelalak, tak percaya dengan yang ditangkap indra penglihatannya. Dia tidak menyangka pria yang dikhawatirkannya itu. Kini berdiri di sudut ruangan, seperti sengaja menunggu kedatangan dua orang di belakangnya. Clara menelan ludah dan dengan hati-hati bertanya.
"Sayang, kamu sudah pulang?" Clara berbicara setenang mungkin.
Sosok tinggi, gagah dan beriris mata hijau itu memutar tubuhnya. Pria itu menancapkan tatapan mengerikan, sambil melipat tangan di depan dadanya. Seakan-akan memendam amarah hebat yang siap diledakkan.
Sosok berjas hitam itu adalah Lucas Naendro Setiawan. Yang tak lain adalah ayah kandung Bian, yang mempunyai watak tegas dan sangat temperamental. Sedari kecil, Bian dan ayahnya ini tidak pernah akur. Laiknya kucing dan anjing yang selalu bertengkar setiap kali keduanya bertemu.
Bian mendengus pelan sambil menggulirkan bola mata. Setelah melihat sorot mata ayahnya yang sangat tidak bersahabat. Bian sudah bisa menebak. Saat ini, ayahnya pasti sudah mendengar kabar kepergiannya dari sekolah tadi pagi. Itulah mengapa dia pulang cepat, hanya untuk meluapkan amarah dan caci makinya. Tapi kali ini Bian sengaja tidak menghindar. Mengingat ada satu perkara yang membuat hatinya tidak tenang. Dan keterangan dari mulut pria inilah yang akan menjawab kecurigaannya.
Clara mengepalkan kedua tangannya yang bergetar. Mempersiapkan diri untuk menghadapi ledakan amarah suaminya. Lucas berjalan tegas seperti seorang serdadu mendekati istri dan anaknya. Saat langkah Lucas semakin mendekat pada Clara. Bian melangkah ke hadapan Clara. Menjadi tameng untuk ibundanya.
Lucas menatap tajam Bian. Begitu pun sebaliknya. Dua mata berwarna hijau itu bersitatap, laiknya musuh bebuyutan.
"Dari mana tadi?" Suara bariton Lucas terdengar penuh penekanan.
"Bantu teman," sahut Bian singkat.
Lucas mendengus.
"Mem... "