Di sela haru biru, suara bariton seorang pria mengagetkan ketiganya.
"Bian," panggilnya.
Ketiganya mengurai peluk. Serentak melirik sumber suara. Clara yang pertama terbelalak. Diikuti oleh Bian dan Kirana di sampingnya. Clara beranjak. Kemudian bergegas mendekati pria, yang sedang menatap tajam orang asing di rumahnya.
Awalnya Kirana terpana melihat iris mata hijau yang serupa dengan iris mata milik Bian. Hanya saja setelah ditelisik lebih dalam. Sorot mata keduanya sangat jauh berbeda. Iris mata milik pria itu dibingkai oleh sorot mata dingin dan tajam. Sedangkan iris mata milik Bian dibingkai oleh tatapan hangat dan teduh.
Kirana menelan ludah, menyadari tatapan pria itu sangat tidak bersahabat. Tatapannya sangat mengintimidasi memperlihatkan ketidaksukaannya pada dirinya. Membuat Kirana tampak serba salah, apakah harus menyapa atau tetap diam saja. Dalam kebekuan itu, Kirana tersentak merasakan sesuatu menyentuh pundaknya.
"Tunggu di sini Kirana," ujar Bian.
Saat itu, Kirana menangkap satu garis kecemasan di mata Bian.
"Ada apa ini?, mengapa tatapan Bian dan tante Clara terlihat sangat cemas," gumam Kirana dalam hati.
"Kamu sudah pulang?" tanya Clara pada Lucas.
"Siapa siswi itu?" tanya Lucas.
"Dia teman Bian," kali ini Bian yang menjawab pertanyaan Lucas.
"Dia yang membuatmu bolos di hari pertamamu masuk sekolah?" tanya Lucas dingin.
Clara terlihat panik, matanya menatap Lucas kemudian Bian.
"Sayang kita bicarakan di dalam saja," pinta Clara.
"Dia juga yang membuatmu seminggu ini tidak mematuhi perintahku. Untuk tidak keluar rumah," tanyanya lagi.
Bian dan Clara saling bersitatap. Ibu dan anak itu tiba-tiba mematung, bingung harus membantah atau mengakui perbuatannya. Toh sama-sama membuat keduanya semakin terpojok.
Kirana mulai paham situasi canggung ini. Yang mereka bicarakan adalah dirinya. Kirana melangkah mendekat dan menelan ludah sekuat tenaga. Bermaksud menjelaskan kronologis yang terjadi. Berharap bisa mengurai ketegangan ini.
"Halo om, Perkenalkan saya Kirana. Teman sekelas Bian. Kedatangan saya kemari untuk meminta maaf. Karena telah banyak merepotkan Bian dan tante Clara di hari kecelakaan kemarin. Sekaligus mau mengucapkan terima kasih atas kebaikan Om, tante Clara dan Bian."
Kata demi kata yang keluar dari mulut Kirana, terdengar potong-potong, seakan ada yang mencekat tenggorokannya.
Clara dan Bian kembali bersitatap. Penjelasannya ternyata tidak meredakan ketidaknyamanan ini. Justru membuat Lucas terlihat semakin meradang. Kirana bisa melihat dengan jelas. Bagaimana Lucas menegaskan rahang dan mengepalkan tangan. Menahan emosi itu.
"Kau dan ibumu masuk ke ruanganku," tukasnya, lalu pergi meninggalkan Kirana yang termangu menunggu jawaban darinya.
Clara menghela nafas panjang dan berjalan mendekati Kirana.
"Kirana sebaiknya pulang ya sayang. Ayah Bian sepertinya kelelahan," Clara meremas pundak Kirana. Kemudian melirik pada Bian.