Unexpected

Yeni fitriyani
Chapter #23

Pernyataan Cinta

"Kamu pasti takut ya. maafkan aku ya Kirana," ujar Bian. 

Kirana mencubit pinggang Bian dari belakang.

"Awwwww sakit," Bian meringis. 

Kirana tersenyum di pundak Bian yang sedang mengendarai motor. 

Siang itu hati keduanya tampak begitu bahagia. Terlihat jelas dari sorot mata dan senyum indah yang selalu mereka tebarkan. Seolah dunia fana ini tak ada duka, yang ada hanya taburan kebahagiaan di dalamnya.

"Tapi seru kok," ujar Kirana ceria.

"Syukurlah kalau begitu. Bagaimana hari ini kamu senang kan?" tanya Bian. 

"Senang sekali. Terima kasih Bian," sahut Kirana.

Bian tersenyum sambil mengelus punggung tangan Kirana yang melingkar di pinggangnya.

Motor melesat dan tepat di perempatan jalan. Bian tiba-tiba berbelok ke arah kiri. Berlawanan dengan arah rumah Kirana. 

"Kok ke sini?" tanya Kirana heran.

"Kita berhenti di depan sebentar ya Kirana," ujar Bian. 

"Dimana?"

"Sekolah SMP-ku dulu. Aku mau menyapa teman-teman. Mereka sedang berkumpul disana."

“Ok,” Kirana mengangguk pelan. 

Tepat di depan sebuah warung kopi, Bian menghentikan motor. Kirana dan Bian lantas masuk ke dalam halaman rumah yang telah disulap menjadi warung kopi sederhana. Di beberapa sudut warkop terlihat beberapa siswa-siswi SMA dan mahasiswa. Ada yang cuma iseng nongkrong. Ada pula yang sibuk mengerjakan tugas kelompok.

Dua orang siswa di sudut warkop menoleh bersamaan ke arah Bian. Serentak keduanya melambaikan tangan.

"Bian," teriak salah satu siswa yang berparas oriental. 

"Hai Niel. Rik bagaimana kabar kalian?" tanya Bian pada dua temannya itu.

"Baik. Lo bagaimana? Tumben enggak menginap dirumah?" tanya Riko.

"Panjang ceritanya," Bian menepuk pundak Riko.

Tak lama dua teman Bian yang lain datang. Satu siswa dan satu siswi dengan rok super mini muncul dari dalam warkop. Siswi itu mendelikkan mata begitu melihat Kirana berdiri di samping Bian. Terang-terangan dia menyelidik Kirana dari ujung kaki hingga pucuk kepala. Membuat Kirana merasa tidak nyaman. 

"Siapa ini?" tanya siswi itu sambil mengangkat satu alisnya. 

"Ini Kirana," Bian memperkenalkan Kirana pada keempat temannya. 

"Kirana ini teman-teman SMP-ku. Ini Siska, Daniel, Riko dan Rizky," Bian mengenalkan temannya satu per satu pada Kirana. Ketiga teman laki-laki itu melambaikan tangan pada Kirana. Begitu nama mereka di absen Bian.

Siska mengulurkan tangan pada Kirana untuk berkenalan.

"Siska," ujarnya.

Kirana sempat ragu melihat Siska super jutek. Melihat matanya membuat Kirana bergidik. Tapi tak sopan, jika mengabaikan. Kirana perlahan meraih uluran tangan itu.

"Tidak apa-apa Kirana. Dia sudah jinak kok. Memang bentukannya kaya cewek antagonis. Padahal tidak kok. Dia baik hati," ujar Daniel. 

Rizky dan Riko menahan tawa. Seolah yang dikatakan Daniel adalah ungkapan ironi.

"Bisa saja lo kadal cina," ujar Siska. 

"Kirana. Salam kenal Siska," Kirana tersenyum pada Siska.

"Pacar Bian?" tanya Siska tiba-tiba membuat seluruh mata terbeliak mendengar pertanyaannya yang to the point seperti itu.

“Bukan," jawab Kirana ragu.

Raut wajah Bian terlihat sedikit kecewa mendengar pernyataan Kirana barusan. Daniel yang melihat akan hak itu. Segera mengelus pelan punggung Bian untuk memberi semangat.

"Sabar. Sabar," Daniel berbisik tanpa suara. Sementara Bian tak menggubris belas kasian temannya itu.

“Oh. Calon pacar berarti ya?” tanya Siska lagi.

Hah.

"Semoga kalian segera pacaran. Aku doakan dengan sepenuh hati," ujar Siska sambil merengkuh pundak dan menatap Kirana dengan serius.

Hah.

Kirana cuma bisa planga-plongo menanggapi sikap Siska. Kirana terkejut mendengar pertanyaan kedua darinya. Tapi tunggu. Selain pertanyaan barusan ada hal lain yang tak lazim pada Siska.

Kirana menyadari sesuatu, bahwasanya sikap dan raut wajah Siska berubah sangat drastis. Siska yang pada awalnya terlihat jutek dan songong. Bahkan Kirana sempat berpikir kalau Siska tidak menyukainya, namun secara tak terduga Siska berubah menjadi sangat ramah dan baik. Laiknya sahabat lama yang telah mengenal satu sama lain.

Siska menarik tangan Kirana untuk duduk di bangku sebelah. Hanya berdua bersamanya.

"Ya ampun. Kumat lagi tuh anak," Daniel bergidik melihat kelakuan Siska. 

Kirana menatap Daniel mendengar ucapannya. Perkataannya barusan pasti menyangkut perubahan sikap Siska yang begitu kentara. Lebih mendekat pada sikap tidak normal tentunya. Tapi baik Daniel ataupun yang lainnya. Tidak ada yang menggubris tatapan Kirana. Mereka terlihat biasa saja. Seolah sudah tak asing dengan perubahan sikap Siska tersebut. Bian juga hanya menggelengkan kepala melihat tingkah temannya itu.

"Kamu mau minum apa?" tanya Siska. 

"Ehem apa saja," jawab Kirana canggung.

Siska segera masuk ke dalam warkop dan mengambil minuman dingin dari kulkas. 

"Ini minumlah."

"Terima kasih Siska."

"Jangan sungkan Kirana," ujar Siska sambil tersenyum.

"Oh iya. Sebenarnya bagaimana kamu bisa kenal Bian?" Siska membulatkan kedua mata tanda betapa penasarannya dia pada kisah Kirana dan Bian.

"Kami teman satu sekolah," sahut Kirana singkat, lalu menyedot teh botol dingin miliknya.

"Oh. Jadi Bian sudah pindah sekolah lagi," ujar Siska. Lantas mendelik pada Bian.

"Bian Lo pindah kok diam-diam saja," ketus Siska.

"Maaf Gw lupa bilang sama Lo Sis," sahut Bian sambil nyengir.

Ih.

Siska menyunggingkan bibir kesal. Lantas menoleh kembali pada Kirana.

"Tapi kok bisa langsung sedekat ini?" tanya Siska penasaran.

"Kami kebetulan teman sebangku juga."

"Oh kalian teman sebangku. Tumben tuh anak," Siska mangut-mangut.

"Tumben kenapa?"

"Bian itu tidak pernah dekat dengan cewek, kecuali aku. Dia itu susah akrab sama cewek mana pun. Apalagi baru kenal. Dan kamu itu cewek pertama yang dikenalkan ke kita-kita ini," jawab Siska.

"Ohh. Begitu."

Sekarang Kirana yang mangut-mangut. Jujur saja ada letupan bahagia di hati mendengar Bian tidak pernah dekat dengan seorang wanita. Itu pertanda kalau dirinya sangat spesial bagi Bian. Kirana mengatupkan mulut untuk mengontrol emosi bahagia yang membuncah.

"Aku benar-benar penasaran. Bagaimana bisa Bian langsung dekat dengan kamu deh. Pasti ada sesuatu," tanyanya lagi.

Hem.

Kirana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kirana bingung harus menceritakan kisah mereka dari mana. Tapi melihat ekspresi Siska yang begitu penasaran. Kirana akhirnya menceritakan sedikit kisah itu. 

"Di hari pertama Bian masuk sekolah. Aku mendapatkan telepon dari pak polis yang mengabarkan kalau keluargaku mengalami kecelakaan Siska. Aku diminta segera datang ke rumah sakit untuk memastikan. Nah saat itu, Bian menawarkan diri untuk mengantar dan menemaniku di rumah sakit. Bian bahkan tetap berada di sampingku hingga proses pemakaman selesai," ujar Kirana sendu.

Siska menutup mulut dengan tangan. Raut wajah penasaran tadi berubah drastis menjadi sendu dan pilu.

“Kecelakaan? Pemakaman?" Siska menggeser kursi mendekat pada Kirana. 

Hem.

Kirana mengangguk.

"Seluruh keluargaku meninggal dalam kecelakaan itu Siska," Kirana tertunduk sambil memutar sedotan dalam botol minumannya.

Hatinya kembali mencelos mendengar pertanyaan Siska barusan. Nafas Kirana melenguh, sadar bahwa dirinya tak akan pernah terbiasa menjawabnya hal itu. Selalu ada kegetiran yang melukai batin dalam dadanya.

“Siapa saja yang meninggal?" tanyanya lagi. 

Kirana menelan saliva yang menohok tenggorokan sebelum menjawab pertanyaan Siska.

"Ayah, mamah dan adikku, Kinan."

Siska terdiam, untuk beberapa detik otak Siska nge-blank. Tak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan.

"Maaf kan aku Kirana," ujar Siska lirih. Tampak sekali gurat penyesalan atas sikap penasaran untuk bertanya barusan. Bahkan sekarang terlihat ada air bening menggenang di kedua matanya.

"Tidak apa-apa Siska," Kirana menepuk paha Siska untuk memecah keheningan.

"Aku benar-benar minta maaf sudah terlalu banyak bertanya Kirana."

Siska menggenggam tangan dan memeluk Kirana dengan erat. Lalu terdengar isak tangis Siska di pundak Kirana.

"Sudah Siska. Aku tidak apa-apa. Kamu jangan menangis. Nanti aku malah ikut-ikutan nangis juga," ujar Kirana

Siska mengangguk di pundak Kirana. Siska rupanya terlalu hanyut terbawa suasana. Hatinya yang sensitif membuat dirinya tak bisa menahan rasa sedih dan duka. Siska sampai menangis tersedu-sedu membayangkan kesedihan yang Kirana rasakan.

Kirana menggaruk anak rambut di keningnya. Bingung. Bukankah yang seharusnya menangis adalah dirinya, bukan Siska.

Kirana tersenyum simpul di pundak Siska sebagai rasa syukur, kalau ternyata dirinya kini sudah kuat dan sedikit ikhlas atas kepergian keluarga tercintanya.

"Kenapa Lo Sis?" tanya Riko dari bangku sebelah. 

Bian, Rizky dan Daniel ikut melirik Siska. Ketiganya berkernyit melihat Siska menangis dalam dekapan Kirana. 

Siska mengurai peluk. Lantas menatap Riko.

"Gw sedih kampret, kalo nangis begini," jawab Siska sambil mengusap air mata.

"Iya Gw tahu. Tapi apa yang bikin Lo sedih?" tanya Riko lagi. 

Kirana menyela percakapan diantara mereka.

"Tidak ada apa-apa Riko. Tadi aku cuma sedikit bercerita. Tidak disangka Siska langsung terharu dan menangis setelah mendengarnya."

"Oh begitu. Dia benar-benar kumat seharian ini gaes," ujar Riko pada ketiga temannya. Dibalas anggukan kecil oleh Daniel dan Rizky. Sependapat dengan pernyataan Riko barusan.

"Kirana. Kamu harus sabar sama kelakuan bocah satu ini," ujar Riko.

"Anjrit Lo," Siska melempar botol minuman yang dengan sigap ditangkap oleh Riko. 

"Memang cerita apa sih Kirana? Sampai bocah ini mewek begitu," tanya Riko. 

Kirana terdiam tampak sedang berpikir. 

"Hus. Sudah jangan cerita sama mereka. Kamu cukup cerita sama aku saja," sela Siska seraya menepuk pundak Kirana.

"Hem. Ya sudah," sahut Riko sambil menyunggingkan bibir. Toh Riko tidak mau terlibat lebih jauh pada urusan wanita.

Bian melirik Kirana. Dia tahu apa yang Kirana ceritakan pada Siska. Kisah yang sudah pasti akan menguras air mata.

Bian melemparkan senyum dan anggukan kecil pada Kirana untuk menguatkan hatinya. Di balas anggukan pula oleh Kirana plus senyuman termanisnya.

"Kalian berdua coba gabung ke sini deh. Jangan sok-sok an berduaan begitu," ajak Bian. Dia melambaikan tangan, supaya keduanya duduk mendekat.

Keduanya lantas beranjak dan duduk di kursi yang disediakan oleh Daniel. 

"Kirana sebenarnya aku kemari mau membicarakan sesuatu dengan ke empat temanku ini. Insyallah pada akhir pekan ini. Kita mau kumpul di rumah Rizky. Ada satu acara yang selama ini rutin kita lakukan. Acara kecil-kecilan tapi menyenangkan. Kamu mau ikut?" tanya Bian.

"Dalam rangka apa?" tanya Kirana.

"Ki... ," baru saja Bian akan menjawab pertanyaan Kirana. Siska tiba-tiba menyela.

"Rahasia. Kamu harus ikut kalau penasaran," ujar Siska.

"Menyambar saja Lo Sis kaya jambret,” ujar Daniel

Siska memeletkan lidah pada Daniel.

"Kamu ikut saja Kirana. Temani gadis stres ini," ujar Riko. 

"Ngomong apa lu," Siska memukul tangan Riko. 

Riko meringis menerima hantaman Siska yang lumayan menyengat.

Kirana dia tampak berpikir sejenak. Dia menatap teman-teman di sekelilingnya itu. Jujur saja Kirana sebenarnya malu, karena merasa masih belum terlalu dekat dan akrab. Tapi melihat ketulusan di mata ke empat teman barunya itu. Rasanya tidak enak, jika menolak ajakan mereka.

"Ehm. Baiklah aku akan ikut."

Lihat selengkapnya