Unexpected

Yeni fitriyani
Chapter #25

Pergi Tanpa Kata

 

Kirana dan Siska berlari menuju gerbang rumah Bian yang terbuka. Kirana berhenti tepat di hadapan pak Tarjo. 

"Pak. Bian ada di dalam?" tanya Kirana sambil ngos-ngosan. 

Siska memegangi perut sambil menunduk dan mengatur nafas yang tersengal-sengal.

"Semuanya sudah pergi ke pemakaman mbak," sahut pak Tarjo satpam rumah Bian. 

"Dimana pemakamannya pak?" 

"Di daerah Cikutra." ujar pak Tarjo lagi.

"Terima kasih pak." 

Kirana dan Siska berlari meninggalkan pak Tarjo yang menggelengkan kepala melihat keduanya. Mereka berlari keluar komplek hendak menghentikan taksi. Tapi saat Siska akan mengacungkan jari. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di hadapan mereka. 

"Ayo masuk," ujar Riko. 

Siska dan Kirana mengangguk langsung masuk ke dalam mobil. 

"Kamu kok bisa tahu Sis?" tanya Riko.

"Di kasih tahu pak Darmo," sahut Siska

"Oh. Lagian kenapa sih Bian tidak memberi tahu kita," ujar Daniel. 

"Gw juga tidak tahu." ujar Siska. 

Di tengah perbincangan keempat sahabat Bian di dalam mobil. Kirana duduk dengan tenang sambil meremas jari jemari tangannya. Kirana memejamkan mata merasakan firasat buruk yang pernah dia rasakan satu tahun lalu. Kegundahan itu kembali menyeruak dalam dadanya. 

Kirana mengepalkan telapak tangan sebagai upayanya menguatkan diri. Saat kelebatan tragedi yang merenggut anggota keluarganya kembali dalam ingatannya.

"Ada apa Kirana?" tanya Siska cemas, seraya menatap mata Kirana.

"Aku takut Siska," jawab Kirana.

"Kamu takut kenapa?"

"Perasaanku tidak enak. Aku takut hal buruk menimpa Bian."

"Jangan berkata seperti itu. Bian pasti baik-baik saja." 

Satu tangan Siska merangkul pundak Kirana. Satu tangan lainnya meremas tangan Kirana yang mengepal di atas pahanya. 

"Aku tidak mengerti. Kenapa Bian tidak memberitahuku," ujar Kirana terbata.

"Mungkin dia tidak mau kamu khawatir." 

"Tapi kenapa Siska."

Kirana benar-benar tidak paham dengan jalan pikiran Bian. Rasanya tidak ada alasan baginya untuk menyembunyikan hal penting seperti ini. Kirana sangat kecewa, merasa tidak berharga di matanya.

Pikiran Kirana meracau bertanya-tanya mengapa Bian melakukan ini.

"Bukankah kamu ada saat aku mengalami duka. Lantas mengapa kamu menelan kesedihan ini sendirian," gumam hati Kirana. 

Mobil berhenti di parkiran area pemakaman. Semua orang keluar dari mobil. Riko dan Rizky bertanya kepada beberapa orang yang ada disana. Di mana letak pemakaman atas nama Clara. Seseorang menunjuk satu sudut pemakaman di ujung sana. Area pemakaman ini yang masih sangat jarang digunakan, karena pemakaman mewah khusus diperuntukkan orang-orang kaya saja. Jadi tidak terlalu sulit bagi mereka untuk menemukan pemakaman Clara. 

Kirana dan Siska berlari sambil bergandengan tangan tepat di belakang Rizky, Daniel dan Riko. Dari kejauhan mata Kirana bisa menemukan seseorang yang sangat di kenalinya. Bian sedang duduk bersimpuh di samping makam yang sudah mulai ditinggalkan para pelayat. Lucas juga terlihat disana sedang berdiri menatap batu nisan dengan mata berurai. 

Saat Kirana dan yang lainnya sampai disana. Lucas dan para bawahannya pergi. Setelah menatap sinis teman-teman Bian yang dianggapnya membawa pengaruh buruk untuk anaknya. Lucas memang seperti itu. Sikapnya selalu dingin dan kejam. Bahkan di hari kematian istrinya sekali pun. 

Setelah kepergian Lucas dan bawahannya, kini hanya menyisakan Bian yang menangis dalam diam di samping makam ibundanya. Kirana melangkah perlahan mendekati Bian. 

"Bian," panggil Kirana. 

Bian melirik sumber suara menatap sekilas Kirana dan keempat sahabatnya. Lalu kembali menundukkan kepala. 

Kirana dan keempat sahabatnya duduk di samping Bian. Rizky dan Riko menepuk punggungnya. 

Kirana memeluk tubuh Bian yang gemetar. Lalu sedikit demi sedikit isak tangis yang sedari tadi dia tahan. Akhirnya terdengar dari mulutnya. Bian meringis dalam dekapan Kirana meluapkan kesedihan yang membuncah dihatinya. 

"Sabar Bian. Kamu harus kuat."

"Kenapa bunda harus pergi seperti ini Kirana?"

Kirana tidak menjawab tak tahu harus berbuat apa, yang sanggup dia lakukan sekarang hanya mencium rambut halus Bian, dab ikut menangis bersamanya. Begitu pun dengan keempat sahabatnya ikut berurai air mata.

Kirana tak menyangka. Sungguh tak terduga. Bagaimana bisa Clara yang di kenal sangat baik dan lembut bisa berputus asa seperti ini. Kepedihan seperti apa yang bersemayam di hatinya selama ini. Sehingga nekat mengakhiri hidup tanpa memedulikan anak semata wayangnya. 

Bian menangis tersedu-sedu dalam dekapan Kirana. Persis seperti satu tahun lalu. Dimana Kirana menangis dalam dekapannya. Seketika ingatan akan keluarganya kembali membuat hatinya mencelos pedih. Luka yang selama ini di simpan dalam-dalam, kembali terbuka dan meradang.

Kirana tahu bahwa rasa duka ini, tak ada obatnya. Hanya kasih sayang seseoranglah yang bisa meringankan rasa sakitnya. Seperti Bian yang telah memberikan kekuatan untuknya. Maka dia pun seyogianya akan memberikan segenap kekuatan yang dia miliki, supaya Bian bisa bertahan.

"Maafkan aku Kirana." ujar Bian tiba-tiba. 

Lihat selengkapnya