Malam itu, Bian lagi-lagi lari seperti pecundang. Dia menghindari Kirana dengan alasan tak sanggup lagi menghadapinya. Bian merasa menjadi manusia berdosa dan paling pengecut di dunia. Jika berada di sampingnya. Terlebih lagi setelah dirinya pergi dengan angkuh. Demi keegoisan hatinya semata.
Bian tahu Kirana memaafkannya dengan tulus. Tapi hati kecil masih sulit meyakinkan dirinya sendiri, memaafkan perlakuan jahatnya pada Kirana selama ini.
Dulu Bian bahkan tak pernah memalingkan lagi wajahnya ke belakang. Dia terus maju ke depan berusaha melupakan setiap garis kehidupan yang dijalaninya bersama Kirana. Untuk itu, Bian putuskan untuk pergi lagi. Tak mau membebani Kirana.
Dia hanya berharap Kirana bisa melanjutkan hidupnya lebih baik tanpa bayang-bayang suram kematian.
****
Setelah perpisahan malam itu, Bian tak bisa lagi dijumpai di galeri, rumah maupun di workshop tempat dia melukis. Bahkan nomor Hp miliknya yang Kirana peroleh dari staf galeri-pun tak dapat dihubungi.
Kirana tak menyerah, tak patah arang. Sepanjang hari dia menunggu Bian di depan galeri miliknya. Ditemani oleh Surya yang selalu mengatainya wanita bodoh dan idiot. Rela menunggu pria tolol seperti Bian.
Omelan Surya semakin hari terdengar semakin mereda. Dia perlahan bisa melihat dan merasakan ketulusan cinta seorang Kirana. Dia juga tersentuh melihat bagaimana perjuangan Kirana untuk mendapatkan cintanya kembali.
Di malam terakhir Kirana ada Bali. Dan keesokan harinya harus kembali ke Bandung, Surya menemani Kirana menulis sepucuk surat untuk Bian yang tak kunjung datang. Lagi-lagi Surya terharu melihat rangkaian kata demi kata yang Kirana untai dalam surat.
Saat itu, Surya sadar dirinya telah patah hati. Tapi entah mengapa dia tak merasa sedih sedikit pun. Setelah melihat Kirana bisa berdamai dengan rasa benci di hatinya. Lantas kenapa dia tidak bisa berdamai rasa cemburu di hatinya
Surya akhirnya mengerti tentang arti cinta sejati. Ketika seseorang bisa mengalah pada ketidaknyamanan dan kebencian. Saat seseorang bisa menerima kekurangan pasangan. Itulah cinta sesungguhnya.
Setelah Kirana menulis surat. Surya menemani Kirana kembali ke galeri untuk menyelipkan surat itu di belakang bingkai lukisan dirinya.
****
Bian kembali ke galeri tengah malam, sengaja untuk menghindari Kirana. Bian menatap lukisan dengan model wajah Kirana yang cantik. Lalu tanpa sengaja, matanya melihat sudut kertas keluar dari bingkai lukisan.
Bola mata hijaunya bergulir ke kanan dan ke kiri. Membaca kata demi kata dalam surat yang Kirana tulis untuknya.
Bian kamu bertanya. Mengapa aku memaafkanmu.
Aku jawab. Karena aku mencintaimu.
Begitulah dalamnya cintaku padamu.
Begitulah besarnya cintaku padamu.