“Kita akan kemana sih Rey,” Nara berdiri memandangi Rey yang sibuk memasukkan beberapa baju ke dalam kopernya.
“Kita akan bulan madu, Sayang,” jawab Rey yang masih menyibukan diri dengan beberapa barang bawaannya.
“Penting?”
Rey menarik napasnya dan mendekati Nara.
“Menurutmu? Apa kamu tak menginginkan liburan? Dan ...,” Rey menggendong bantal yang dia ambil dari ranjang.
“Oh my GOD!” decak Nara dalam hati.
Entah dari mana Rey bisa memiliki pikiran seperti itu. Tapi untuk saat ini belum waktunya. Sangat konyol. Nara belum siap kalau harus memiliki anak buah hati mereka berdua dalam waktu dekat ini. Mungkin nanti, saat dirinya sudah benar-benar menjatuhkan hati kepada Rey tapi tidak dalam waktu dekat. Atau tidak selamanya.
“Ayolah Zel. Bulan madu itu sangat menyenangkan. Kamu pasti suka.”
“Bisa ditunda kan? Ada yang harus aku kerjakan dalam waktu dekat,” Nara beralasan.
“Di sana aku jamin kamu bisa menulis lebih baik. Resort di sana akan memberikanmu amunisi lebih Zel.”
“Maksudmu selama ini tulisanku tidak lebih baik?” mata Nara menunjukkan kemarahan.
“Bukan begitu Zel. Di sana sangat nyaman. Aku yakin kamu akan betah berlama-lama menulis.”
“Kamu tidak keberatan kalau aku menghabiskan waktu hanya untuk menulis saja?”
“Ehm ...,” Rey menggumam.
“Tidak untuk lima belas, kali dua puluh empat jam,” Rey melanjutkan.
“Maksudmu? Kita akan bulan madu selama lima belas hari?”
Rey mengangguk dengan sedikit melebarkan bibirnya.
Apa yang harus kulakukan di sana selama lima belas hari. Menulis? Apa yang harus kutulis. Berenang mungkin?Itu akan menjadi kegiatan yang lebih baik ketimbang menulis? Ah! Tak mungkin. Rey pastiheran mengapa tiba-tiba Grizela pandai berenang.
“Aku sudah terlanjur memesan resort untuk dua minggu ke depan. Kamu bisa sesuka hati melakukan apapun. Aku pastikan di sana hanya ada kita berdua.”
“Berdua?” Nara memastikan pendengarannya benar.
“Ya. Resort itu milik kawan baikku dan untuk dua pekan ke depan resort itu akan menjadi milik kita. Aku sengaja menyewa resort dengan harga yang mahal hanya untuk menikmati bulan madu bersamamu Zel.”
“Kapan kita berangkat?”
“Besok kita akan terbang ke resort di pulau Sumba.”
Malam ini Nara terlihat cemas. Segelas minuman dingin yang berada di atas meja dibiarkan begitu saja. Sesekali Nara melipatkan kedua tangannya ke dada. Mengambil ponselnya, membukanya lalu disimpannya kembali. Sepertinya Nara sibuk memikirkan dan menebak apa saja yang akan terjadi dengan dirinya bersama Rey di Nihiwatu Resort selama dua pekan ke depan.
Di hari pernikahannya yang baru menginjak enam hari, Rey memang belum pernah sama sekali menyentuh Nara. Kebetulan Nara sedang datang bulan. Suatu kondisi yang sangat membantu bagi Nara, karena dia belum siap dengan segala konsekuensi kemesraaan pernikahan.
“Zel, kamu belum tidur?” suara Rey mengejutkan Nara.
“Punya siapa ini?” tanya Rey lagi seraya menarik kursi di sebelah Nara lalu meneguk minuman milik Nara di meja.
“Aku,” jawab Nara melebarkan senyumannya.
“Maaf, aku sengaja. Haus,” Rey meringis.
“Kamu pikir manis?” Nara tertawa dan merebut gelas di tangan Rey lalu meneguknya sampai habis.
“Ya, memang manis kalau minum di depanmu Zel.”
“Gombal kamu Rey,” Nara tertawa terpingkal-pingkal.
“Kamu yakin tidak sakit perut?”
Rey menggelengkan kepalanya.
“Itu minuman berisi obat pencahar Rey,” Nara melengos meninggalkan Rey sambil tertawa memegangi perutnya.
“Obat pencahar?” Rey melongo.***
Perjalanan ke Nihiwatu Resort Sumba mereka lalui cukup lama. Tidak ada rute yang langsung dari Jakarta. Mereka harus transit terlebih dahulu di Denpasar, Bali lalu menempuh kembali perjalanan menggunakan pesawat selama kurang lebih dua jam.
Nihiwatu Resort adalah resort yang terletak di Desa Hobawawi, Kabupaten Sumba Barat. Sekitar tiga puluh kilometer dari Kota Waikabubak, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Nihiwatu Resort merupakan surga bagi pecinta pantai karena menawarkan berjuta keindahan. Pantainya sangat eksotis. Tidak sembarang orang bisa masuk ke resort ini, kecuali mereka yang menginap. Termasuk mereka, Rey dan Nara.
“Kamu suka dengan resort ini Zel?”
“Sangat suka Rey,” Nara meluaskan pandangan.
Terlihat wajahnya sangat antusias. Sejauh pandangannya yang dilihat adalah Pantai Nihiwatu yang sangat indah.
“Wow!” Nara berdecak kagum.
Jiwa penyelamnya seakan bergejolak. Meronta tak sabar ingin merasakan dan menyatu dengan air yang terlihat sangat menggiurkan.
“Benarkan apa yang kubilang? Kau pasti akan suka menghabiskan waktu di sini.”
Nara berjalan ke depan dan tak menghiraukan Rey. Pantai yang indah dengan berpayungkan langit biru yang cerah, lebih menarik perhatian Nara daripada ucapan Rey.
“Hey, Zel. Bukankah kamu tak bisa berenang?” Rey berjalan mengekor di belakang Nara.
“Apa? Oh, ya. Aku memang tak bisa berenang Rey. Tapi bukan berarti aku tidak boleh mengagumi tempat ini kan?”
“Terlalu sayang datang ke tempat ini dan kau sama sekali tak menyicipi segarnya air laut itu Zel.”
“Memandangi atau berjalan-jalan di tepi pantai, itu sudah cukup membuatku puas Rey.”
“Aku ada ide. Bagaimana kalau aku menjadi guru privat berenangmu Zel?”
“Tapi sayangnya, aku tidak tertarik sama sekali pada idemu.”
“Yakin?” Rey menarik tangan Nara menuju ke bibir pantai.
Angin pantai yang sejuk terasa sangat begitu manja membelai wajah Nara. Nara yang berdiri di samping Rey memejamkan matanya. Menghirup lebih dalam aroma kedamaian yang disajikan dari resort ini. Rey yang berdiri, tertegun melihat tingkah Grizela yang tak biasa.
“Grizela dulu sama sekali tak menyukai pantai. Melihat gulungan ombak dari kejauhan saja membuatnya berteriak. Seajaib itukah pesona Nihiwatu. Bisa membuat Grizela tak takut lagi dengan laut dan sejenisnya,” ucap Rey dalam hati mengheran.
“Kita beristirahat dulu. Sudah waktunya jam makan siang,” Rey berjalan menjauhi bibir pantai.