Unfair Marriage

Shinta Puspita Sari
Chapter #5

5. PERTEMUAN NARA DAN GRIZELA

Tiga bulan sebelumnya.

Nara baru saja resign dari pekerjaannya. Bekerja di tempat bergengsi dengan gaji yang lumayan besar adalah impian bagi setiap orang. Tak terkecuali Nara. Perempuan cantik itu sudah bekerja di sebuah perusahaan saham terkemuka di Jakarta sebagai asisten manager selama 3 tahun. Namun nyatanya, gaji yang besar tak membuat dirinya bertahan. Nara lebih memilih untuk mencari pekerjaaan baru yang bisa membuatnya sedikit santai. Bekerja di perusahaan saham memang memiliki tantangan tersendiri namun jam kerja yang padat sering membuat Nara stress.

“Nar, apa tidak lebih baik kau tinggal bersamaku?” ajak Lian, perempuan berusia 25 tahun yang berprofesi sebagai dokter umum di salah satu rumah sakit besar di Jakarta sekaligus sahabat Nara sejak masih sama-sama menjadi mahasiswa. Nara menggeleng tanpa menoleh, asik menekuri majalah wanita terbitan terbaru.

“Kau tidak kesepian tinggal sendiri di apartemen?” tanya Lian sembari merebut majalah yang Nara baca dan duduk bersisian.

“Maksudmu apa sih, Li?” Nara merebut majalahnya dan kembali membacanya.

“Kau butuh vitamin, Nar!”

“Tuliskan saja resepnya. Beres, kan?”

Lian mengggeleng.

“Perempuan seusiamu dengan apartemen yang cukup besar, dan masih sendiri. Itu aneh, Nar!”

“Kau terdengar seperti nenek-nenek, Li.”

Kedua tangan Lian memaksa memegangi wajah Nara, dipandanginya beberapa saat lalu menyeringai seraya meledek. “Kau nggak naksir aku kan?”

“Aku masih waras, Nov Brilian!” Nara meneriaki nama lengkap sahabatnya itu sambil menutup majalahnya dengan kasar, menyimpannya di meja lalu berdiri di belakang meja dapur. Mengambil beberapa butir es batu dari lemari pendingin dan menuangkannya ke dalam gelas berisi cappucino kemudian mengaduknya. Dia menarik napas lalu mengempaskannya begitu saja lewat mulut kemudian mengibaskan wajahnya dengan geram.***

Apartemen Nara merupakan tempat istirahat paling nyaman untuk Lian. Selain karena dekat dengan rumah sakit tempatnya bekerja, juga kedai pizza di seberang apartemennya memiliki rasa yang mewah dan tak terdefinisikan nikmatnya.

“Mau kukenalkan dengan kawanku?” tanya Lian.

“Maksudmu?” Nara mengangkat wajahnya.“Seperti yang kemarin?”

“Lebih kekar, dong,” Lian menunjukkan otot lengannya.

Nara memutar bola matanya.

“Sudahlah, Li. Aku sudah memutuskan akan menua bersama Danes.”

Lian menghela napas. “Bebaskan laki-laki baik hati itu dari kutukan kamu, Nar. Kalau kau tidak bisa mencintainya sepenuh hati, lepaskan dia.”

Nara menyuapkan pizza ke mulutnya.

“Kawanku yang sekarang binaragawan, loh!” seru Lian tak henti meledek Nara.

“Apa aku tampak seperti wanita lemah yang butuh perlindungan seorang binaragawan?”

“Kalau sama Si Binaragawan ini, kau pasti beneran jatuh cinta, dan kalian bisa jadi pasangan yang sempurna, tidak seperti hubunganmu dengan Danes yang tak jelas itu, Nar!”

“Sudah cukup pembahasannya, Li,” ancam Nara.

Lian sudah tidak bisa membantah Nara lagi, dia menghela napas menerima kekalahannya.“Oke! Kali ini aku gagal membujukmu Nar. Tapi besok,”

“Tetap gagal!” Nara tergelak.

Lian menggeleng pelan dan memutar kedua bola matanya. Kemudian memeriksa angka di arlojinya.

“Aku pergi dulu,” suara Lian terdengar getir. Dia beranjak, siap-siap pergi.

Wait! Bukankah semalam kau bilang hari ini tak ada jadwal?”

“Sengaja pergi duluan supaya kau yang bayar pizzanya.”

“Sial!” desis Nara. Lian terbahak.

“Aku lupa memberitahumu Nar. Hari ini dokter Pram yang paling tampan berhalangan hadir. Aku diminta untuk menggantikan dia sementara. Ada beberapa pasiennya yang harus kuperiksa,” seru Lian sembari melenggang pergi setelah menggamit jas dokter kebanggaannya.

“Kapan kau akan mengenalkan Pram kekasihmu itu padaku?” teriak Nara.

“Tidak akan!” balas Lian.

Lihat selengkapnya