Unfair Marriage

Shinta Puspita Sari
Chapter #13

13. PERTEMUAN DENGAN REY


Hari ini adalah hari yang sangat menegangkan bagi Nara. Bukan saja karena Nara akan bertemu dengan Rey untuk pertama kalinya, tetapi juga perempuan introvert itu akan meninggalkan semua kehidupannya sebagai Nara dan memulai kehidupan baru dengan memerankan dirinya sebagai Grizela.

Grizela menelepon Rey setelah sekian lama memblokir nomor ponselnnya. Dia memberi kabar tentang kecelakaan yang menimpa dirinya, namun tetap merahasiakan perihal kakinya.

“Demi Tuhan yang kau lakukan itu. Ya ampun Zel. Kau masih ingat aku? Zel, kenapa kau baru telepon aku sekarang? Kau tahu, aku mencarimu. Aku sangat mengkhawatirkanmu! Bagaimana keadaanmu sekarang? Di rumah sakit mana?” seru Rey dari balik ponsel Grizela yang terdengar marah.

“Maafkan aku Rey. Aku tahu aku salah,” ucap Grizela dengan wajah yang tampak menyesal dan mulai terisak. Tak mampu menahan sesak di dadanya.

“Baiklah. Kuharap kau bisa berubah Zel. Berhenti bersikap seperti ini. Ya Tuhan. Bukankah kita akan menikah?”

Grizela mengangguk sembari meneteskan air matanya. Dia semakin tersedu.

“Aku akan menjemputmu malam ini juga!”

No! No! Rey!” Grizela buru-buru merespon dengan panik.

“Maksudku ini sudah larut malam. Aku tak mau kau kenapa-napa. Lebih baik tunggu sampai besok, aku akan send alamatnya via chat,” lanjut Grizela dengan bibir gemetar berharap Rey benar-benar mau mendengarkannya.

“Aku sangat mengawatirkanmu Zel,” sela Rey dengan suara merendah.

“Aku tahu. Tapi aku baik-baik saja Rey. Percayalah. Kita sebentar lagi akan menikah. Bukankah katamu seperti itu? Aku tak mau sampai terjadi sesuatu yang buruk. Malam ini istirahatlah Rey. Aku di sini baik-baik saja jadi tenanglah,” ujar Grizela meyakinkan Rey.

Rey diam sejenak. Grizela tahu Rey pasti sedang berpikir. Dia memang laki-laki yang penuh pertimbangan. Selalu berpikir dahulu sebelum membuat keputusan.

“Baiklah Zel! Besok kau kujemput,” ucap Rey setelah menghempaskan napasnya. Rey memilih untuk mengalah, menuruti Grizela agar terhindar dari pertengkaran lagi.

“Zel!” sapa Nara tiba-tiba terdengar mengaburkan lamunan Grizela tentang percakapannya dengan Rey semalam.

“Nara?” seru Grizela sembari kedua tangannya meraih pinggang Nara yang berdiri di sisi ranjang.

“Akhirnya kau datang Nara,” Grizela melanjutkan dengan wajah penuh kelegaan.

Nara tersenyum tipis. Matanya kembali memerah menahan kesedihan yang begitu mendalam. Meninggalkan Danes, juga segala kehidupan Nara yang selama ini dia miliki adalah sesuatu yang tidaklah mudah. Tak ada kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana hatinya saat ini. Seperti tertikam parang panas yang tepat dihujamkan di hatinya. Mungkin seperti itulah rasanya yang kini Nara rasakan.

Entahlah! Mengapa aku harus menjadi oranglain.

   “Bagaimana keadaanmu hari ini Zel?” sapa Nara dengan nada yang dibuat seperti biasa meski Nara merasa tenggorokannya seperti tersumbat.

  “Aku jauh lebih baik Nara,” jawab Grizela seraya melebarkan senyumannya.

 “Ya aku tahu itu. Hari ini kau tampak segar dan sepertinya kau sudah siap, iya kan?” Mata Nara tertuju pada sebuah koper di bawah meja.

           Grizela mengangguk tegas. “Tadi perawat membantuku. Dan dokter Pram mengatakan keadaanku baik-baik saja. Luka operasi pun tak ada infeksi. Everything is good. Dan kau Nara?”

Nara tersenyum lalu mengalihkan sorotan matanya pada langit-langit ruangan. Menyembunyikan matanya yang mulai terasa panas.

“Kapan Rey tiba? Bapak Ibu bekerja jadi tidak bisa datang. Tapi nanti aku akan jelaskan mengenai Bapak kepada Rey. Setidaknya beliau yang akan menjadi waliku nanti, Rey harus tahu.”

“Baiklah sampaikan salamku kepada Om Yudha dan Tante Firda. Oh iya, Maura juga. Aku tak menyangka kini tak lagi sendirian. Terimakasih Nara. Rey mungkin sekitar satu jam lagi,” ujar Grizela setelah menatap sekilas jam dinding.

“Aku sudah mengaktifkan GPS di mobil Rey. Jadi kita bisa bersiap-siap.”

Nara membulatkan kedua bola matanya seakan tak percaya. “GPS?”

Grizela mengangguk. “Ya, aku sudah melakukan hal itu sejak lama. Mungkin aku terlihat seperti posesif,” Grizela tertawa.

Nara mencibir. “Sangat posesif Zel.”

“Apakah Rey mengetahui semua itu Zel?”

“Tentu saja tidak Nara. Itu salah satu kegilaanku pada Rey,” Grizela terkekeh. “Itu sebabnya aku ingin Rey tetap mengingatku sebagai Grizela bukan perempuan yang pergi menghilang dan meratapi nasibnya sendirian. Dia berhak bahagia,” lanjutnya.

Oh ya... lalu aku? Aku akan hidup sebagai perempuan yang melarikan diri dari Danes. Laki-laki yang sangat mencintainya. Ya Tuhan.

“Kau bisa melepasnya jika kau mau Nara. Dan ini, peganglah. Ponsel dan kunci rumah ini sekarang milikmu. Kau bisa memantau kemana saja Rey pergi.”

“Harus? Kurasa tak perlu Zel. Aku bisa berpura-pura mengganti ponsel karena rusak? Aku yakin, kau sangat memerlukan ponselmu.” Tolak Nara halus, tangannya menepis ponsel Grizela.

Grizela tersenyum. “Kau pintar Nara!”

“Ini hanya kebetulan Zel. Mungkin karena semalam aku menonton film detektif,” Nara tertawa lepas menutupi kesedihan yang tergurat di wajahnya.

“Kurasa aku benar, menikahkanmu dengan Rey.”

Nara lalu tiba-tiba terdiam sejenak, menatap kosong wajah kembarannya dengan senyuman tipis, sebelum kemudian perempuan itu berjalan mendekati pintu kamar.

 “Baiklah Zel, kurasa aku harus segera ke kamar sebelah. Aku takut Rey tiba-tiba datang.”

Grizela mengangguk seraya tersenyum dengan sorotan mata yang mulai berkaca-kaca.

“Nara,” sapa Grizela ragu-ragu, menghentikan langkah kaki Nara.

Nara menoleh dan memutar balik badannya. “Zel, kau yakin melakukan ini semua?” tanya Nara kembali memastikan.

Grizela bergeming. Tak merespon sedikitpun. Hanya terdengar tarikan napas Grizela yang terdengar dipaksa dengan kuat lalu dihempaskan perlahan melalui mulutnya.

“Kau masih punya waktu Zel untuk mengurungkan niatmu?” desak Nara dengan ekspresi penuh keyakinan.

Grizela menggeleng. “Ini sudah menjadi keputusanku Nara.”

“Kau yakin Zel?”

“Apa kau tak yakin Nara?” timpal Grizela dengan tegas.

Nara kembali bergeming. Tak bisa berkata-kata. Hanya ada senyuman samar yang menghiasi wajah polos gadis penggemar kopi itu.

Lihat selengkapnya