Unfair Marriage

Shinta Puspita Sari
Chapter #16

16. DANES


Sejak kepergian Nara, perempuan penggemar capuccino kesayangannya itu Danes terlihat seperti kesetanan. Dia mengambil alih semua pekerjaan. Termasuk persiapan Festival Bazar Amal, event tahunan terbesarnya.

Sebagai seorang pemimpin, seharusnya Danes memiliki wewenang mengatur karyawannya untuk mengurus semua pekerjaannya tapi dia tidak melakukan itu semua. Laki-laki yang pandai meracik kopi itu justeru menjadi orang tersibuk diantara yang lainnya. Mulai dari mengurus panggung, dekor, lighting, undangan, bintang tamu dan segala hal yang berkaitan dengan acara besarnya.

“Danes,” sapa Maura saat Danes melintas di hadapan gadis berkaca mata itu.

“Iya, ada masalah?” tanya Danes to the point.

Maura menggeleng. “Tidak Danes. Aku perhatikan sejak pagi kau belum makan. Ini sudah terlalu sore. Lagi-lagi kau melewatkan makan siangmu,” ujar Maura mengingatkan.

Danes mengangkat sebelah tangannya, dan menatap sekilas arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya lalu memasukkan nya kembali ke dalam saku celananya.

“Ya, kau benar Maura. Tapi aku masih ada pekerjaan yang tak bisa kutunda.”

“Perutmu jauh lebih penting Danes.”

Event ini jauh lebih penting. Aku tak mau mengecewakan banyak orang,” seru Danes seakan tak perduli dengan makan siangnya.

“Tapi kau harus,” ucap Maura bersamaan dengan Danes yang beranjak dari hadapannya.

“Pesankan aku kopi lagi Ra!”teriak Danes dari kejauhan sambil berjalan menuju ruangannya seperti terburu-buru ada hal yang harus segera laki-laki itu kerjakan.

Maura menggeleng seraya mengangkat kedua bahunya. Lagi-lagi Maura tak mengerti dengan perubahan sikap Danes. Dia berubah menjadi laki-laki workaholic sejak kepergian Nara empat bulan yang lalu.

Event tahunan yang diselenggarakan oleh Factory Outlet Danes ini bukan untuk yang pertama kalinya. Event ini sudah berjalan selama dua tahun ke belakang. Event yang mengusung tema kebudayaan masyarakat Sorong, Papua ini sangat mendapat respon positif oleh para sponsor dan juga kalangan pebisnis. Wajar kalau Danes terlihat sibuk demi kelancaran penyelenggaraan event ini. Tapi tidak seharusnya dia menjadi orang super sibuk dengan jadwal padat tanpa menyisakan waktu untuk makan bahkan tidur.

“Kurasa Danes menghabiskan malam-malamnya dengan ribuan catatan nama undangan yang seharusnya tak perlu dia kerjakan sendiri,” pikir Maura dalam hati setelah melihat lengkungan hitam pada kedua mata Danes saat gadis itu menyapanya.

Biasanya Danes selalu menyerahkan hal-hal yang berkaitan dengan kesuksesan penyelenggaraan event ini kepada Event Organizer yang dia percaya. Tapi tidak dengan tahun ini. Danes mengambil alih semua pekerjaan yang tak seharusnya dia kerjakan.

“Ini kopimu!” Maura meletakan satu gelas kopi hazelnut berukuran jumbo ke meja Danes.

“Dengan sedikit gula kan?”

Maura mengangguk lalu mengulas senyum. “Aku tak maukau diabetes gara-gara kelebihan gula dalam kopimu,” Maura mencibir sahabatnya.

Danes tertawa lalu menyesap kopi hazelnut miliknya tanpa jeda. Seperti orang kehausan. Padahal hari ini Danes sudah menghabiskan tujuh gelas jumbo kopi.

 “Thanks Ra,” ucap Danes sesaat setelah menyesap kopi miliknya. “Kau memang asisten terbaikku,” Danes kembali menyesap kopinya hingga tak bersisa.

“Kau anggap kopi itu air mineral? Dua kali teguk habis!” Maura menepuk keningnya.

Danes kembali tertawa. “Kau pesan di kedai favoritku kan?” tanya Danes lebih lanjut.

“Memangnya kenapa kalau aku tak memesan di kedai favoritmu?” Maura bertanya balik pada Danes yang tengah sibuk kembali dengan laptopnya.

“Kurasa sama saja kan?” Maura melanjutkan setelah menarik kursi dan duduk bersebrangan dengan Danes.

Lihat selengkapnya