Unfair Marriage

Shinta Puspita Sari
Chapter #20

20. PULAU TALIABU

   

Ini bukan bulan madu kedua, tapi perjalanan dari Bandung menuju Pulau Taliabu, Maluku Utara seperti meniti kembali perjalanan empat bulan yang lalu tapi dengan rasa yang berbeda.

Pulau Taliabu, adalah pulau yang menawarkan berjuta pesona keindahan Indonesia. Pulau ini terletak diantara Pulau Sulawesi dan Maluku. Untuk mencapai pulau ini tidaklah mudah. Rey dan Nara harus menempuhnya dengan waktu yang tak sebentar.

“Belum sampai juga?” tanya Nara saat tiba di Makasar pukul dua belas siang.

 “Kita harus melanjutkan perjalanan lagi ke Luwuk,” ujar Rey seraya merangkul bahu perempuan berambut sebahu dengan syal yang melingkar di lehernya.

“Luwuk?”

Rey berbalik badan menghadap Nara. Kedua tangannya memegangi pergelangan tangan perempuan yang sangat dicintainya. Matanya menatap sayang pada perempuan yang pernah diajarinya berenang itu. “Luwuk berada di Sulawesi Tengah. Kau lelah?” tanya Rey penuh iba.

Nara menggeleng dan menatap Rey dengan wajah penasaran. “Harus sekarang? bisakah kita makan sebentar?”

“Bukankah semalam kau sudah menghabiskan banyak makanan Zel?” ledek Rey sembari tersenyum. Tanganya mengacak-acak rambut perempuan yang melahap habis ikan bakar semalam.

Nara menunjukan wajah tak sukanya. “Kau yang memaksaku Rey!” protes Nara sambil tangannya membetulkan rambutnya yang sedikit berantakan.

“Aku tak memaksamu Zel. Aku hanya tak ingin kau sakit,” Rey terkekeh.

Nara memutarkan kedua bola matanya. “Baiklah, laparku hilang seketika Rey!”

Lagi-lagi laki-laki yang selalu berpenampilan rapi itu terbahak.

“Perjalanan ke Luwuk hanya ada pagi dan siang. Kalau kita terlambat, kita akan berangkat besok pagi. Bagaimana?”

Nara diam tak menjawab. Nara lebih tertarik melihat orang yang berlalu lalang di hadapannya daripada mendengarkan Rey yang selalu mengejeknya.

“Tenang Zel, perjalanan ke Luwuk hanya empat puluh lima menit. Kau masih kuat kan menahan laparmu?”

Nara mengangguk nurut. Rasanya tak tepat kalau harus berdebat dengan Rey di tempat asing ini. Tak ada pilihan lain. “Baiklah,” ucap Nara dengan suara pelan.

Menahan lapar adalah satu-satunya pilihan yang lebih baik daripada harus menunda keberangkatan sampai besok pagi. Nara ingin segera sampai ke tempat tujuan.

Rey tersenyum lalu memeluk perempuan itu dengan penuh kehangatan sebelum kemudian mencium kepala Grizela. Rey tahu, ini perjalanan yang melelahkan bagi Grizela apalagi baru semalam Rey mengatakannya. Belum lagi semalam dia tidur larut karena harus menyiapkan barang yang harus dibawa.

Penerbangan ke Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah hanya membutuhkan waktu empat puluh lima menit. Sesampainya di Luwuk, mereka mencicipi beberapa makanan khas daerah setempat. Perut yang kosong membuat mereka menghabiskan banyak makanan.

“Bukan begitu Zel.” 

“Jangan dikunyah,” seru Rey menunjukkan cara makan Onyop, makanan khas yang terbuat dari sagu.

“Oh, begini ya?” ujar Nara menyeruput dan menelan Onyop.

“Enak!” seru Nara ekspresif karena bisa menyantap makanan khas dari daerah ini.

Selain pengalaman mencicipi makan Onyop, Nara juga ketagihan memakan cemilan Pisang Lowe. Pisang Lowe atau Lokapau adalah sejenis pisang goreng yang dilapisi tepung seperti pisang pada umumnya tapi dimakan dengan cara tak biasa.

“Bagaimana Zel? Kau suka?” tanya Rey setelah menghabiskan tiga potong pisang Lowe.

Nara mengangguk dengan mulut yang masih mengunyah pisang Lowe. Setelah habis, Nara kembali mencocol pisang dengan sambel terasi lalu melahapnya.

 “Kau lahap sekali Zel. Bukankah kau tak suka dengan pedas?”

Nara tercengang seketika berpikir keras untuk mencari alasan. Nara lupa kalau saudara kembarnya tak suka dengan makanan pedas. “Pisang goreng ini rasanya unik Rey,” seru Nara setelah meneguk air mineral karena kepedasan.

“Jauh-jauh ke Luwuk rasanya sayang kalau aku tak mencicipi pisang ini. Aku tak mau melewatkan begitu saja.” Nara meringis lalu kembali melahap pisang dan memasukannya ke dalam mulutnya.

Lihat selengkapnya