“Kamu gak bisa gini terus. Harus ada prioritas di hidup kamu. Kamu gak sayang sama usaha kamu selama ini ?”
Jonnah memandang jengah gadis di hadapannya ini. Sudah setengah jam mereka berselisih tapi tidak juga menemukan kata sepakat. Jonnah hampir muak dengan segala kata yang keluar dari mulut Dineshcara atau Dines. Bukan hanya bosan, jika bisa Jonnah akan mengirim Dines ke luar angkasa agar tidak lagi melihat wajah gadis dihadapannya ini. Antara menyakitkan, menyebalkan dan juga marah sekaligus sedih.
“Dan kamu harusnya sudah tahu siapa prioritasku.”
Dines menghela nafas dengan keras. Ia menatap tajam Jonnah yang mulai berjalan ke sampingnya sambil berkacak pinggang. Lelaki yang masih memakai seragam abu-abu itu tampak sama kesalnya dengan dirinya hingga rona merah menutupi wajahnya yang berkulit putih. Sialnya itu malah membuat pesona Jonnah semakin menghantam Dines bertubi-tubi. Malah sekarang wajah Dines yang lebih merah.
“Aku selesai sama kamu.”
What?
Tanpa kata, Dines menatap Jonnah tidak menyangka. Ada kecewa di matanya. Ternyata hal remeh seperti ini yang bisa mengakhiri hubungan mereka. Hal lebih besar bahkan pernah mereka hadapi dan mereka baik-baik saja. Tapi ini ? Dines teresenyum sinis lalu pergi.
Selamat tinggal mantan, batin Dines.
Jonnah menatap kepergian Dines tanpa ada niatan untuk mengejar gadis yang sudah bersamanya sejak tahun terakhir sekolah menegah pertama. Terlalu dini untuk membangun hubungan, tapi tidak ada yang bisa menampik jika pesona mereka terikat satu sama lainnya. Hingga hubungan yang sudah terjalin cukup lama, harus berakhir di tahun terakhir sekolah menengah atas. Tepat lima bulan sebelum kelulusan.
Keras kepala keduanya yang biasanya bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan kesepakatan bersama tapi kali ini tidak. Jonnah bersikeras dengan keinginannya dan Dines juga bersikeras dengan pendapatnya. Tidak ada yang mau mengalah.
Jonnah juga pergi dari lapangan badminton tempat mereka beradu pendapat tadi. Sekilas matanya melihat punggung mantan kekasihnya itu sedang menaiki motor salah satu sahabatnya. Dines yang merasa di perhatikan membalikkan tubuh lalu mengacungkan kepalan tangannya kea rah Jonnah. Tidak peduli motor yang sedang ia naiki oleng ke kanan.
Jonnah menghela nafas, kehidupan tahun terakhir sekolah menengah atasnya tidak berakhir mulus seperti yang ada di kisah-kisah yang sudah di baca adik sahabatnya.
***
Kampus, Mahasiswa Baru
“Dines!” seru seseorang dari arah koridor belakang.