Dines menyusuri koridor Fakultas Teknik dengan malas. Ia kurang tidur. Pelaku utamanya yaitu mata kuliah statistik. Alasan Dines berani memilih jurusan teknik karena ada statistik dan ia kira mereka bisa berteman ternyata tidak. Kini statistik menjadi musuh utama Dines.
Dines terus berjalan, ia butuh asupan kafein. Apalagi jam sudah siang, jadwal kuliahnya tinggal satu lagi dan itu sore hari. Menyebalkan. Dines memilih kantin dan memesan kopi hitam. Iya, kopi hitam tanpa gula. Bukan apa-apa, kopi instan yang dijual bebas tidak mampu mengatasi rasa kantuknya. Kopi hitam satu-satunya jenis kopi yang bisa mengalahkannya.
“Tua banget minuman lo.”
Dines mendengus, ia menyeruput dari gelas kopi yang masih menyembulkan uap panas. Setelah itu baru dia menghadap lawan bicaranya. Teman seangkatannya saat sekolah dan akhirnya mereka satu fakultas.
“Apa?”
“Gue ada info.”
“Kalo gak terlalu penting, jangan kasih tahu gue. Gue lagi gak mau mikir.”
“Ih penting ini.”
Dines memfokuskan perhatiannya pada Nadira, sahabatnya. “Apa?”
“Jonnah lagi dekat sama cewek.”
Dines menggelengkan kepala lalu kembali menyeruput kopinya. “Lo gak khawatir ?”
“Khawatir apaan ? Khawatirin tuh IPK lo yang jeblok semester lalu.” kata Dines kesal.
Nadira menggeplak bahu Dines. “Jangan bawa-bawa si IPK.”
“Udahlah, info dari lo gak berfaedah. Mending lo balik ke jurusan lo dah. Gue lagi pengen bunuh orang.”
Nadira terkikik lalu pamit dari hadapan Dines. Dines kembali menikmati kopinya sambil menunggu kelasnya dimulai. Biar efektif, Dines membuka laptop dan mengerjakan beberapa tugas yang sudah menuju deadline. Sepertinya dia harus atur strategi untuk belajar. Jika begini terus, maka akademisnya akan turun. Belum lagi tugas menggambar yang membuat kerutan di dahinya meningkat. Sepertinya dia harus menambah vitamin dan perawatan.