Unfinished Business - Dineshcara

KATHERINE PRATIWI
Chapter #7

Bye Rain, Welcome Dines

Zalina terkejut melihat teman anaknya yang juga teman dari mantan kekasih anaknya sudah menunggu di depan pintu di jam tujuh pagi ini. Zalina membukakan pintu dan menyuruh masuk yang ditolak halus oleh Bima. Zalina memanggil Dines untuk turun lebih cepat karena sudah ditunggu.

“Mereka tidak ada harapan untuk kembali ?” tanya Zalina dengan nada rendah.

Zalina memang tahu jika hubungan anaknya kandas. Terlihat dari perubahan tingkah laku Dines yang semakin menutup diri.

“Ya begitulah Tante.”

Zalina mengangguk mengerti, dia memperhatikan mereka berdua hingga motor Bima hilang di tikungan.

Dines tahu ibunya masih memperhatikan mereka. Dan setelah mereka sampai di gapura komplek rumahnya, ia mencubit Bima dengan keras. Lalu memukul helm yang dikenakan Bima. Ia bahkan mencekik Bima karena kesal. Bima yang sudah paham dengan tingkah Dines hanya tertawa walau leher dan kepalanya sakit. Dines kesal dengan Bima dan tidak menyukai pembicaraan mereka berdua yang sempat terdengar olehnya.

Bima memakirkan motornya di parkiran teknik. Menunggu Dines yang merapikan rambut lalu mereka bersama ke kelas. Dines sempat mendengar jika mulai besok Jonnah dan Jo akan mulai sibuk di rumah sakit dan mungkin intensitas mereka di kampus akan berkurang. Bima dan dia malah masih didalam kelas. Walau ada lowongan untuk magang, Dines belum mengambilnya. Nanti. Waktunya tidak pas.

“Dines. Lo ntar tunggu di depan parkiran aja.”

Dines mengangguk, ia masuk kelas lalu menyelesaikan semua tugas dan praktikumnya. Setelah itu saat kelas terakhir sore hari, Dines dengan setia menunggu di pintu keluar parkiran. Bukan motor Bima yang datang. Tapi mobil yang kemarin mengantarnya pulang. Dines menghela nafas lalu masuk ke dalam mobil. Ada Bima di kursi kemudi. Senyum jahil langsung terpatri di wajah itu.

“Kenapa ?”

“Apaan ?”

“Lo ngarepin yang jemput mantan lo?”

Dines berdesis tidak suka. Ia memalingkan wajahnya ke jendela menghindari ledekan menyebalkan Bima.

“Kalau masih cinta, kejar. Bodo amat lo cewek atau cowok.”

Dines tak menjawab. Lalu membenarkan perkataan Bima dalam hati.

“Lo masih takut sama Rain?”

“Enak aja takut sama bocah.”

“Nah, itu lo tahu. Kalau Rain bukan penghalang, ya lo kejarlah abangnya.”

Dines menarik nafas dalam lalu menghembuskannya dengan penuh kekesalan. Ia menarik sabuk pengamannya dengan kasar lalu memiringkan tubuhnya ke Bima.

“Teman lo yang buang gue. Dan sekarang, lo nyuruh gue untuk mohon-mohon dipungut lagi sama dia ? Gak ngotak.”

Bima tertawa kecil. “Lo udah tahu alasan Jonnah mutusin lo?”

“Rain.”

“Benar.” Jawab Bima cepat. “Lo bisa buktikan kalau lo bisa terima Rain dan Rain bukan penghalang hubungan kalian. Lo juga gak harus ngemis-ngemis restu Rain. Lo cuma harus yakinkan Jonnah. Itu aja, simpel kan ?”

“Gue gak pernah menganggap Rain itu penghalang gue dan Jonnah. Cuma gue gak suka Jonnah harus merelakan impiannya hanya karena Rain. Gue gak sanggup lihat matanya berbinar-binar setiap kita berdua lagi bicarain hal-hal yang dia suka dan akhirnya gak bisa dia gapai. Bukan karena dia gak mampu, gue kesel Bim.”

“Itu pilihan Jonnah sendiri.”

“Karena Rain.”

Lihat selengkapnya