Dines termenung di kantin fakultasnya. Otaknya sibuk mencerna kejadian kemarin pagi. Ponselnya terus berbunyi hingga tiga kali dari nomor yang tidak dikenal. Panggilan keempat, setelah dia bisa membuka matanya, Dines mendengar suara yang tak pernah dibayangkan akan berbicara dengannya. Rain.
“Jaga Jonnah.”
Dua kata yang membuat mata Dines melek seketika.
“Aku minta maaf.”
Lagi-lagi Dines harus memastikan pendengarannya agar tidak salah menanggapi. Lama mereka berdua terdiam hingga suara kesal Rain terdengar.
“Aku minta maaf dan tolong jaga Jonnah. Aku mohon.”
“Kamu gak ngigau,kan ?”
“Astaga.” Dines tertawa kecil mendengarg gerutuan Rain dari seberang sana.
“Jonnah pasti sedih. Tolong buat Jonnah lupa dan aku mohon, jaga Jonnah.”
Sambungan telepon mati. Dines menelepon kembali Rain tapi nomor tersebut sudah tidak aktif. Kesurupan apa adik mantan kekasihnya itu sampai meneleponnya di pagi hari. Dan terus mengulang kalimat yang sama.
Dines melambaikan tangannya pada Bima yang baru datang. Terlihat dari wajah fresh lelaki itu. Bima mencomot sosis dari kotak bekalnya. Dines hanya bisa menghela nafas melihat tingkah tersebut. Sudah biasa, bisik hatinya.
“Kenapa lo?”
“Rain.”
“Kenapa ?”
Dines menceritakan kejadian kemarin pada Bima. Tak ada yang bersuara setelah cerita Dines selesai. Bima seakan teringat hal yang tidak biasa dari Rain.
“Pantes dia kemaren maksa gue untuk kasih nomor lo. Ternyata mau ngomongin itu.”
“Tuh bocah kenapa sih. Emang dia mau kemana coba. Kan dia satpam abangnya.”
Bima mengerutkan dahinya. “Lo gak tahu ?”
“Hal penting apa yang wajib gue ketahui ?”
“Rain ke Belanda kemaren. Kayaknya pas boarding dia telepon lo.”
Dines melongo. “Ngapain tuh anak jauh banget ke Belanda.”
“Sekolah Dines. Sekolah.”
“Sekolah ? Keluar negeri? Ninggalin Jonnah disini sendiri ? Egois.”
“Dines.” peringat Bima ketika melihat Dines mulai berapi-api.
“Lo gak ingat bocah yang merengek-rengek di kaki kakaknya supaya kakaknya gak ke luar negeri ninggalin dia ? Lalu sekarang apa ? Dia yang ninggalin kakaknya disini sendiri. Setelah kakaknya melepas impiannya. Sialan.”