Jonnah memaki orang yang meneleponnya tanpa henti sejak sejam yang lalu. Seharusnya orang itu tahu diri, jika tidak diangkat dua kali, ya sudah menyerah. Jangan terus mengganggu orang. Dan benar, yang meneleponnya orang yang tidak penting. Ganesha atau yang sering dipanggil Ega.
“Apa ?”
“Wow wow santai bro. Walau di sana masih pagi, semangatnya jangan terlalu membara gitu dong. Sampe angkat telepon gue penuh emosi gitu.”
Jonnah mengacak rambutnya frustasi. Sahabatnya yang satu ini memang yang paling bisa membuat emosinya meningkat dalam waktu singkat.
“Mau apa ? Gue baru bangun ini. To the point !”
“Rain di Belanda ?”
Jonnah berdehem. Ganesha yang sedang menempuh pendidikan di Jepang sangat kesal. Terdengar dari geramannya. Jonnah dan yang lainnya sepertinya lupa memberitahu Ganesha tentang keberadaan Rain. Ya memang sih, kedekatan Ganesha dan Rain terputus begitu saja sejak Ganesha pindah ke Jepang. Adiknya itu seolah marah pada Ganesha dan mengatakan tak akan menghubungi Ganesha lagi.
“Kok kalian gak ada bilang ?”
Jonnah menegakkan duduknya lalu menghela nafas kesal. “Lupa.”
“Sanggup, lima orang dari kalian satu pun gak ingat sama gue.”
Jonnah menggelengkan kepala saat ponselnya sudah tidak tersambung dengan Ganesha. Percayalah, sahabatnya itu akan segera mendarat di Indonesia tidak lama lagi. Ganesha, sahabatnya yang paling nekat dan paling anti dinomorduakan. Lihat saja dalam beberapa hari, sosok Ganesha akan mengacau di rumahnya.
Rasa kantuknya hilang seketika. Jonnah memilih mandi dan bersiap ke kampus. Dua bulan lagi dia akan mendapat gelar pendidikan dokter. Dan akan melanjutkan koas atau dokter muda kalau bahasa kerennya. Jonnah sudah pasrah dengan penempatan rumah sakitnya nanti. Biarlah takdir hari ini yang menentukan. Dia pasrah siapa teman sekelompoknya, atau rumah sakit terjauh dari rumahnya. Biarlah. Dia dan Jo sudah tidak membicarakan ini sejak minggu lalu. Mereka kompak sedikit melupakannya.
Jo : Mami masak bubur ketan hitam. Sini lo.
Baru saja dibicarakan dalam hati, orangnya sudah mengirimkan pesan. Jonnah mempercepat gerakan tangannya mengancingkan kemeja lalu terburu-buru turun ke lantai bawah. Armar dan Amanda mungkin sudah pergi bekerja. Terlihat ruang makan sepi. Hanya ada Veera yang makan sambil berceloteh dengan Bo.
“Jonnah…!” seru Veera riang.
Jonnah tersenyum lalu mengelus rambut bocah enam tahun bulan lalu itu. Dia meminum susu yang di sodorkan Bo sembari mengusap noda coklat di pipi kiri Veera.
“Aku sekolah. Besok.”
“Udah mulai sekolah ya.”
“Iya. Sekolah yang ada kak Rainnya.”
Jonnah mengangguk sambil menghabiskan susunya. Setelah itu dia mengelus rambut lembut Veera dan pamit pada Bo. Ponselnya sudah menjerit karena banyaknya pesan dari Dines. Iya Dines. Mantan kekasihnya itu. setelah dua bulan kembali dekat seperti dengan para sahabatnya, Jonnah dan Dines menghilangkan rasa canggung. Mereka mulai bertukar kabar dan terkadang makan malam bersama. Walau hanya sebatas itu, Jonnah lega. Setidaknya ia tidak memiliki hubungan buruk dengan orang lain.
***