Dines memijat tengkuknya yang kaku karena terlalu banyak menunduk. Sudah sejak tadi seharusnya dia pulang, tapi pesan Jo yang akan menjemputnya membuat sedikit lebih tenang. Dia tidak perlu terlalu terburu-buru dan berdesakan di angkutan umum. Jo mengatakan jadwal pulang kerja mereka bertepatan. Jadilah mereka bertiga, Jonnah, Jo dan dirinya akan makan malam bersama. Sudah lama memang mereka tidak berkumpul. Hampir dua bulan. Lebih tepatnya dia yang menghindar.
Dines melambaikan tangan ke beberapa teman kerja yang masih ada dibalik meja. Menambah jam kerja untuk menyelesaikan pekerjaan. Ponselnya sudah bergetar tanpa henti. Menandakan manusia tidak mengenal kata sabar terus meneleponnya tanpa henti. Dines sengaja tidak mengangkat. Karena sebelumnya lelaki yang kini sudah di bulan-bulan akhir koasnya telah mengirimkan pesan. Mereka ada di lobi.
Dines mempercepat langkahnya saat Jo sudah berjalan mondar mandir di lobi. Sedangkan mobil Jonnah ada di bawah tangga pelantaran. Bersyukur saja area kantornya sepi, tidak ada mobil yang mengantri di belakang mobil Jonnah.
“Buruan. Kayak ratu lo lama-lama.”
“Diam lo kampret.”
Dines membuka pintu belakang dan menutupnya dengan keras. Kesal dengan Jo yang masih mengomel karena terlambat turun sepuluh menit.
“Mau makan apa ?”
Dines mengedikkan bahu. Dia tidak terlalu lapar. Jam tiga tadi dia sudah ngemil buah. Dan ya benar. Dia sedang dalam proses diet kembali. Beberapa celananya tidak muat. Dines bukan tipe orang yang terlalu mementingkan bentuk tubuh. Hanya saja terlalu sayang membeli baju dan celana baru hanya karena naik satu size.
“Gue mau makan berat. Nasi padang aja.” Usul Jo yang dibalas anggukan Jonnah.
“Terus gue makan apa dong ?”
“Ya ikut nasi padang lah. Terus apa ? Jangan bilang lo lagi diet ?””Iya.”
“Argh.”
Jo berteriak kesal. Dia sudah mewanti-wanti Dines agar bis makan malam. Ternyata temannya ini malah diet.
“Lo udah kurus, mau kayak kurus kayak apalagi sih ?”Omel Jo saat mereka keluar dari area perusahaan Dines.
Dines mencubit lengan Jo yang hari ini tertutup lengan panjang.
“Nanti mampir di tukang buah aja. Beli rujak atau apa gitu. Kita makan juga di rumah lo kan Jo ?”
“Kita makan di rumah Jo ? Ish ogah lah gue. Drop gue di rumah kalo gitu.” Tolak Dines.
Jonnah melirik dari spionnya saat mantan kekasihnya itu sudah melipat tangan di dada. Lalu melirik Jo yang sama keras kepalanya. Mereka berdua saling punya keinginan yang kuat dan tidak ada yang mau mengalah.
“Mau di rumah gue aja. Bo lagi bikin rendang kayaknya. Ada stok buah juga sama pudding di kulkas.”
Ide dari Jonnah yang di langsung ditolak kedua penumpang mobilnya. Jonnah terkekeh pelan. Dia memutuskan untuk memutar kemudi ke arah kanan memasuki salah satu jalan kecil dan berhenti di depan ruko kecil. Jo dan Dines kompak menoleh ke arah kiri. Warteg. Mereka tidak bisa mencegah Jonnah yang sudah keluar dari mobil dan mengambil tempat di dalam warteg yang lumayan sepi.
“Yakin ?” tanya Dines pada Jo yang masih di dalam mobil.
“Dalam bayangan gue selama di jalan, gak seperti ini.”