Dines tersenyum kecil saat timnya meletakkan blueprint yang dia minta. Salahkan Bima yang terus merevisi hasil kerjanya. Sepertinya lelaki itu memang perfeksionis akut. Tidak dia sangka teman sejurusannya itu berbeda dengan saat mereka kuliah dulu. Dines mengangkat pandangannya mencari orang yang dia butuhkan. Rain. Sepertinya gadis itu ada diruangan Bima. Terdengar dari adu suara dari ruang kaca tersebut.
Hal biasa di kantor mereka. Rain dan Bima tidak akan berhenti sampai salah satunya mengalah. Dan itu mustahil. Dines heran, bagaimana kondisi kantor ini sebelum dia tiba. Dan berdasarkan informasi dari Jehan, anak magang yang kini sudah menjadi karyawan tetap atas rekomendasi Rain, suasana kantor benar-benar suram. Inka, salah satu senior dulu yang sekarang sudah resign yang bisa menghentikan mereka berdua.
“Rain.” Panggil Dines saat Rain menutup keras pintu ruangan Bima.
Rain tidak menjawab, dia berjalan tapi matanya fokus ke Dines.
“Kamu ke lapangan hari ini ?”
“Bima sama Jehan yang pergi.”
Dines mengangguk lalu beranjak ke ruangan Bima. Dia mau Bima meneliti berdasarkan blueprint terakhir. Tidak perlu berdebat, karena ini adalah revisian dari Bima.
“Kak.” panggil Rain saat Dines sudah duduk di sebelahnya.
Ya, meja mereka bersebelahan.
“Pulang bareng ? Aku di jemput Papa, searah ini.”
“Beda arah kali Rain.”
“Muter dikitlah.”
Dines menggeleng tidak setuju. Mana mungkin dia tega menyuruh Armar untuk mengantarnya pulang. Walau lelaki paruh baya itu semakin sehat karena putri kecilnya sudah kembali. Sedangkan dengan ayahnya saja dia jarang minta antar. Tidak, lebih baik dia berdesakan di KRL.
Sisa hari ini mereka lalui dengan tenang. Tidak ada deadline yang berdekatan, semua telah diatur si perfect Rain. Makanya kini gadis itu sudah bisa membuat kopi ketiga hari ini dengan tenang. Perginya Bima menjadi kesempatan Rain untuk menikmati kopi.
“Gue aduin Bima.” Ujar Dines jahil saat Rain membawa cangkir ke meja kerja.
Rain tampak tidak peduli. Dia akan meladeni Bima jika lelaki itu marah-marah nanti. Dines menggeleng lucu. Siapa yang menyangka ternyata Bima memiliki rasa terhadap Rain. Begitu juga dengan Ganesha. Lelaki yang menghilang dari hidup Rain bertahun-tahun ternyata yang memenangkan hati gadis itu.
“Kak, gue duluan ya. Papa udah di bawah.”
Dines mengerutkan dahi, dia melirik jam di sudut komputer. Ternyata sudah jam lima sore. Dines menyusul Rain dengan membenahi peralatan kerjanya. Lalu mengganti heels-nya dengan sneaker. Jika tidak, kakinya tidak akan selamat dari pejuang KRL. Bahkan lebih parahnya dia akan tertinggal kereta. Tak lupa Dines menyemprotkan parfum. Walau tubuhnya tidak bau, setidaknya aroma parfumnya akan menyelamatkan dirinya dari percampuran berbagai aroma di dalam gerbong kereta. Lalu terakhir, Dines memakai masker. Selesai dengan penampilan paripurnanya, Dines memasuki lift bersamaan dengan karyawan lain dari lantai berbeda.
***
“Nes.”
“Nes.”