Hening kembali menyapa, tiap kata yang keluar dari mulut Mahendra terasa begitu menohok hati, sampai Alana kehilangan kata untuk menjawab.
Wajah datar tanpa ekspresi itu, membuat perasaannya bergejolak sempurna dengan rasa sakit. Rasa sesal mulai terasa, mungkin ada baiknya ia diam, karena tanyanya mengundang jawaban yang tak diinginkan.
"Kenapa? Kenapa kamu mengatakan hal seperti itu," tanya Alana penuh keraguan, takut dengan jawaban yang lebih menyakitkan.
Pria itu menurunkan pandangannya, memberikan tatapan yang menusuk sebelum akhirnya berkata
"Berhentilah mengejar sesuatu yang tidak dapat kamu gapai," suasana menjadi hening setelah pria itu melontarkan kata-katanya, "kami jauh berbeda, jadi jangan mendaki puncak yang kamu sendiri tahu tidak akan mampu menggapainya" pria itu menambahkan.
Lagi, untuk yang kesekian kalinya Alana terdiam. Ucapan Mahendra terdengar seolah merendahkannya, membuat Alana berpikir jauh jika dirinya tak pantas disandingkan dengan pria dihadapannya ini.
"Apa maksud mu?" Alana kembali memberikan pertanyaan yang walaupun ia sudah tahu jawabannya, "kamu memahami maksud saya" jawab Mahendra dengan wajah datar dan suara yang terdengar begitu dingin ditelinga Alana.
Air mata mulai menetes, tak kuat rasanya menahan rasa sakit dihatinya, dadanya terasa sesak menahan isak tangis yang berusaha ia tahan.
"Kemana Mahendra yang dulu? Kemana Mahendra yang katanya akan melindungi Alana? Kemana pria yang mengatakan akan menjadi algojo bagi Alana?..." Ucapannya tercekat oleh rasa sakit yang menggerogoti hatinya, derai air mata tak tertahankan, dilema melanda berpadu dengan sunyi yang menyelimuti.
Semua orang dalam ruangan terdiam, yang terdengar hanya rintihan rasa sakit yang keluar dari mulut gadis itu, deru nafasnya memburu butiran air bening terus-menerus mengalir tanpa dapat dikendalikan, "kemana Mahendra yang katanya akan selalu ada buat Alana? Kemana perginya Mahendra yang selalu mencintai Alana?" beribu tanya tanpa jawaban, berjuta rasa sakit yang terus muncul dan hanya ia seorang diri yang merasakan.
"Honey?" Semua mata beralih pada asal suara wanita yang melangkah masuk melalui pintu, sosok wanita yang begitu sempurna, rambutnya panjang tergerai dengan kulit putih dan paras cantik rupawan.
Alana makin tertohok hatinya, saat wanita itu melangkah maju dan berdiri di hadapan Mahendra, mengecup pipi pria itu tanpa penolakan. Yang juga dibalas oleh Mahendra dengan kecupan hangat di kening wanita itu.