❤️🩹 UNFORGETTABLE ❤️🩹
Suasana di kediaman Jayantaka terasa begitu dingin, makan malam keluarga yang di selimuti kesunyian, yang terdengar hanya suara deritan pisau yang memotong daging yang tersaji di atas piring.
Axel melahap makanannya dengan santai walaupun tak ada selera, pikirannya masih kacau setelah kejadian tadi siang yang mengakibatkan salah satu orangnya mati.
Tatapan matanya menunjukkan ketidakpuasan saat melihat wanita yang duduk di sebelah Agam,
"Sial" gumamnya penuh kebencian, wanita di depannya tersenyum miring melihat ekspresi kesal yang terpampang di wajah Axel dan dengan tidak tahu malu mengecup pipi Agam.
Axel hampir saja menggebrak meja makan jika saja pengasuh masa kecilnya tak menenangkannya, "kendalikan emosi Anda" bibi Anna berbisik.
Disamping itu, Kara yang baru pulang dari sekolah langsung berjalan menuju meja makan dan duduk bersebelahan dengan Axel.
"Putraku sudah pulang," Soraya menyambut dengan hangat, beda halnya saat ia berbicara dengan Axel.
Kara hanya tersenyum, lalu berbalik untuk menyapa sang kakak yang duduk di sebelahnya.
Belum sempat mengatakan sepatah katapun, Kara kembali terdiam saat Axel meninggalkan meja makan dan pergi ke halaman belakang rumah untuk merokok.
Asap rokok mengepul setiap kali Axel menyesap dan menghembuskannya ke udara, ia melepas lensa matanya, memperlihatkan salah satu kornea matanya yang sepenuhnya berwarna putih.
Dalam hening ia memejamkan mata, mengingat kembalinya Asher ke Indonesia, musuh lama yang sudah ditunggunya.
"Para bajingan itu punya umur panjang" desisnya, dengan pelan ia meraba mata kirinya yang buta "akan ku balas sepuluh kali lipat lebih menyakitkan dari ini" ucapnya.
"Kak..." suara Kara mengambil alih perhatiannya, ia menatap tanpa emosi laki-laki yang lebih muda darinya itu, "jangan panggil aku begitu, aku bukan kakakmu" ucapan Axel yang terdengar begitu sarkastik dibalas senyum tipis oleh Kara.
"Sudah 10 tahun, kakak benar-benar masih tidak bisa menerima ku?"
Mendengar pertanyaan Kara, membuat Axel berdecih "kamu siapa? Kamu tidak ada hak meminta hal seperti itu padaku" setiap kata yang terucap dari mulut Axel begitu tegas, tak ada luluh hati sedikit pun. Tapi kebencian yang tersirat dalam matanya sangat nyata dan jelas terlihat.