Pagi harinya, Carlyn, Amara, dan Clara sudah siap. Mereka telah mengenakan baju putih yang biasa dipakai oleh para chef. Itulah baju seragam resmi sekolah mereka. Baju itu berlambangkan logo sekolah di dada sebelah kanan dan nama serta level memasak mereka di sebelah kiri. Karena Carlyn, Amara, dan Clara masih berada di level 2, baju mereka bertuliskan “Second” di sebelah bawah nama.
Mereka bertiga berjalan menuju lapangan. Di lapangan ternyata semua siswa sudah berkumpul, baik dari asrama laki-laki maupun perempuan. Guru-guru juga ada di sana. Ketiga siswa perempuan ini lewat di antara sekumpulan siswa perempuan. Sampai di depan meja mereka, ternyata Disya, Kiki, dan Purri sudah siap di tempatnya.
“Kalian terlambat! Salah satu syarat untuk menjadi seorang koki hebat adalah DISIPLIN! Tetapi, kali ini kalian saya maafkan,” tegur Mr. Tony. Mereka bertiga tertunduk, sedangkan Disya, Kiki, dan Purri hanya tersenyum mengejek.
“Pertandingan kita mulai saja. Aturan dalam pertandingan ini adalah tidak boleh meniru masakan lawan, dan kalian diberi waktu satu jam! Kalian harus memasak tiga jenis masakan. Terserah kalian resep apa yang akan dimasak,” jelas Mr. Tony. “Dimulai dari ... SEKARANG!”
Semua langsung bergerak dengan cepat.
“Amara, tolong buat blueberry muffins, Clara buat bread pudding, dan aku akan memasak spageti,” perintah Carlyn. Semua mengangguk dan langsung mengambil bahan-bahan. Carlyn pun pergi mengambil bahan-bahan makanan yang sudah disediakan di rak. Ketika Carlyn hendak mengambil spagetinya, seseorang mendahuluinya. Disya.
“Kamu mau masak spageti? Dilarang memasak masakan yang sama, tahu!” Disya memandang tajam ke arah Carlyn.
“Aku dulu yang mau masak spageti!” bantah Carlyn.
“Kan, tangan aku yang lebih dulu ambil, kamu curang. Lihat saja, nanti kamu tidak akan lolos!” teriak Disya. Amara datang menghampiri Carlyn.
“Carlyn, cepatlah! Kamu bisa terlambat dan kita akan kalah!”
“Amara, dia mengambil ide masakanku,” beri tahu Carlyn kepada Amara, emosi.
“Ya, sudahlah, Carlyn. Kamu bisa memasak yang lain, kan?” saran Amara.
“Pikiranku buntu, aku bingung, apa yang harus dimasak?”
“Hmmm, masaklah chocolate truffle, makanan kesukaanmu, bola cokelat itu lho, masih ingat, kan?”
“Iya, aku ingat. Terima kasih, Amara!” Carlyn pun mengabaikan Disya yang masih ingin berseteru dengannya dan pergi mengambil cokelat batang serta bahan lainnya.
Semua kembali sibuk dengan masakannya. Tampak Disya dan Kiki yang bertengkar karena merebutkan garam. Aneh sekali! Sedangkan Carlyn, Amara, dan Clara tetap bekerja dengan baik. Tidak ada pertengkaran ataupun masakan gosong.
“Baik, waktu kalian tinggal lima belas menit lagi, usahakan kalian sudah berada dalam tahap yang terakhir,” Mr. Tony berbicara lewat microphone. Amara tampak cemas karena masakannya masih dipanggang di dalam oven, sementara waktu yang diperlukan untuk menunggunya matang adalah lima belas menit!
“Amara, jangan cemas. Masakanku sudah selesai. Aku akan menyiapkan piring saji untuk blueberry muffins-nya. Jadi, nanti tinggal diletakkan ke atas piring dan hias permukaannya dengan daun mint. Oke?” Clara menenangkan Amara yang sudah cemas.
“Terima kasih, Clara, kamu baik sekali.”
“Itu sudah kewajibanku sebagai temanmu. Ayo, periksa kuemu!”
Sementara itu, di kelompok Disya.
“Disya, lihatlah! Saus tomatmu gosong!” beri tahu Purri.
“Oh, tidak! Kenapa kamu tidak mengangkat ayam itu?” tanya Disya marah.