Unforgettable Story

Ayzahran
Chapter #3

🌺 Hari Kedua 🌺

Diandra masih terlelap tidur, sementara notifikasi empat panggilan terpampang di layar ponselnya.

Dua menit kemudian nada getar ponselnya kembali terdengar, nama Vita tertulis di layar. Diandra membuka berat sebelah matanya, perlahan meraih ponselnya yang tergeletak di meja.

"Siapa, sih, gangguin orang tidur aja!" omelnya dengan suara sedikit serak.

"Ya, ampun, Dian, ini udah jam enam lewat lima. Masih molor aja, lo lupa kalau harus ngumpul tugas lo jam tujuh tepat!" pekik Vita di seberang sana.

Diandra langsung membuka matanya lebar. Dia melihat ke arah jam dinding.

"Mampus gue, kesiangan!" pekiknya seraya melompat dari tempat tidur.

"Duh, Vit, kenapa nggak dari tadi, sih, lo bangunin gue, telat nih!" Panik Diandra yang langsung melempar ponselnya ke kasur lalu berlari menuju kamar mandi.

Sementara Vita ngedumel sendiri di sana-belum sempat ia bicara, sambungannya sudah terputus.

Semalam Diandra langsung tidur dan lupa memasang jam alarm, kelelahan menulis tugas yang diberikan Rafa hingga larut malam.

Secepat kilat Diandra mengganti seragamnya yang masih menggunakan putih biru. Tak lupa pula papan nama dan atribut lainnya.

Diandra menyambar sepatu yang ada di rak, dia mengingat perkataan Rafa yang menyuruhnya tidak boleh memakai sepatu miliknya yang sudah buluk. Dia menimbang sejenak, kembali ke kamar mengambil sepatu pemberian Rafa.

"Gue pakai aja, deh, daripada nanti diomelin, lagian emang sepatu gue udah nggak layak pakai, sih."

Diandra memang tidak ambil pusing mengenai apa yang dimilikinya. Dia sadar betul dengan kondisi kehidupannya yang hidup pas-pasan. Dia tidak pernah malu walaupun sepatunya bolong sebelah, selama masih bisa dipakai. Dan dia selalu bersyukur dengan apa yang ia punya.

"Bu, Dian pamit, ya," ucapnya setengah berteriak langsung bergegas pergi.

Ibunya hanya menggelengkan kepala melihat Diandra buru-buru pergi. Padahal sudah dibuatkan teh hangat tapi belum sempat diminum.

"Mampus gue udah setengah tujuh, semoga masih keburu. Ya Allah, bantuin Dian hari ini nggak telat dan Kak Rafa datangnya setelah Dian, Amin."

Setelah dua puluh menit perjalanan, Diandra langsung turun dari gojek lalu berlari masuk. Dia terus melihat arloji di tangannya.

"Masih ada lima menit lagi untuk sampai ke lapangan."

Dengan napas yang tersengal, Diandra sampai tepat jam tujuh di lapangan. Rambutnya sudah acak-acakan, seragamnya setengah keluar dan bedaknya sudah luntur karena keringat yang bercucuran.

"Alhamdulillah, Dian. Lo datang tepat waktu," ucap Vita yang berlari kecil menghampirinya.

"Kak Rafa belum datang 'kan?" tanya Diandra sambil berusaha mengatur napasnya.

"Kayaknya belum, deh! Nggak kelihatan dari tadi." Vita mengedarkan pandangannya memastikan.

"Syukurlah! Makasih, ya, berkat lo gue nggak telat."

"Iya, sama-sama."

"Gue temenin ke toilet, yuk. Biar lo bisa merapikan rambut dan seragam lo, tuh, berantakan kayak gitu." Vita berujar seraya menyeka peluh di dahi Diandra menggunakan tisu.

"Nggak papa kok, kalau ke toilet nanti pas kak Rafa datang nggak ngelihat gue, ntar kiranya gue telat." Diandra merapikan rambutnya asal dan memperbaiki seragamnya.

"Serah lo, deh!"

"Eh, Dian, sepatu baru, nih!" Vita berseru melihat sepatu Diandra.

"Oh, ini, iya, kemarin gue dikasih sama Kak Rafa."

"Hah?! Beneran?" Raut wajah Vita sedikit kaget.

"Iya, gue juga bingung. Kemaren pas lo udah pulang. Kak Rafa nyamperin dan nganterin gue pulang begitu nyampe dia langsung ngasih sepatu ini ke gue," jelas Diandra.

"Jangan-jangan, Kak Rafa naksir lo lagi!"

"Jangan ngaco, nggak mungkin. Gue bukan tipenya." Diandra mengibas lima jarinya di udara.

"Siapa bilang, lo aja yang nggak nyadar!" sungut Vita.

"Tau ah, nggak penting. Yang jelas gue pasti balikin duitnya, kok."

"Emang berapa harga sepatunya?" tanya Vita penasaran.

"Lima ratus ribu!"

"Buset, mahal amat, Dian." Kaget Vita.

Lihat selengkapnya