[2020, Februari 04]
Pertama kalinya ke Jepang tidak membuat Jane merasa gugup. Ada rasa aman karena sang teman menjemput dari bandara, lalu mengajaknya tinggal di apartemennya. Awal COVID di tahun ini serasa bukan masalah besar.
Meskipun tidak sepenuhnya berlibur karena Jane harus terus bekerja selama ada di Jepang, ia tetap merasa senang. Ia dibekali modem milik Patricia sehingga selalu terkoneksi dengan internet. Pekerjaannya sebagai tutor pun tidak terkendala sama sekali.
Malahan Patricia mengajaknya berkeliling di sekitar kotanya, mentraktirnya banyak makanan yang enak dan memberikan pengalaman tersendiri yang mengesankan. Ia diperkenalkan pada sistem belanja di supermarket Jepang hingga hari-hari berikutnya ia sudah bisa mandiri. Kendala bahasa dengan orang lokal juga bisa ditaklukkan dengan bantuan Google Penerjemah.
"Cik, aku nggak bisa nemenin kamu hari ini. Kalau mau jalan-jalan, bisa sama Mba Intan ya," kata Patricia berpamitan pagi itu, merujuk pada teman satu apartemennya.
"Oke, nggak papa. Hati-hati ya," Jane mengangguk dan melambai pada gadis pekerja keras itu.
Wanita Jawa yang disebut oleh Patricia pun muncul dari dalam kamar mandi. Dengan handuk di sekitaran bahunya, ia berkata pada Jane, "Aku hari ini udah libur. Habis ini temenku ajak makan siang. Kamu ikut aja sekalian, Jane."
Siapa yang tidak bersemangat kalau diajak pergi? Jane pun bersiap-siap dan sedikit berdandan.
Sekitar satu jam kemudian sebuah mobil terparkir di samping unit apartemen itu. Intan mengajak Jane keluar dan memperkenalkannya kepada seorang pria yang rupanya juga berasal dari Jawa Timur.
Destinasi pertama adalah ke sebuah toko elektronik. Di sana terdapat banyak sekali deretan gawai termutakhir, termasuk iPhone yang dijual jauh lebih murah daripada di Indonesia.
"Mba Intan, kenapa murah banget di sini?" tanya Jane terheran.
"Ya karena semua orang di sini pakai iPhone. Kamu tahu lah, semakin banyak yang pakai ya semakin murah. Tapi, masalahnya yang ini dikunci. Nggak bisa dipakai di Indonesia. Mesti ke orang yang ahli untuk buka, dan dimasukin SIM card Indonesia." Intan menjelaskan dengan rinci. Ia sudah berencana untuk membeli sebuah gawai baru dengan gajinya.
Jane mengangguk-angguk. Ia tertarik tapi apa daya tidak membawa cukup uang. Dirinya mendatangi Patricia dengan uang terbatas karena gadis itulah yang menjamin liburannya di sana.
Dari toko tersebut, mereka langsung menuju ke sebuah rumah makan Barat. Tidak ada Patricia, jadi kali ini Jane mengandalkan uang sakunya sendiri. Dipilihnya menu steak yang cukup terjangkau.
Jika sedari awal perjalanan tidak ada banyak obrolan di antara Jane dan teman pria Intan, di sinilah akhirnya mereka saling mengobrol. Diketahui bahwa pria itu bernama Anwar dan ia sudah bekerja di sini selama lima tahun.
"Wah, hebat banget ya kalian berdua. Orang-orang pekerja keras," puji Jane, terkagum. "Si Patricia tuh sebenernya nawarin aku kerja juga, tapi kok lewat cara ilegal gitu. Ya aku nggak mau."