[2024, Mei 14]
Badai besar sudah berlalu, pagi hari yang baru terasa lebih menenangkan. Jane dan Christine beruntung bisa secara ajaib memesan sebuah kamar dengan harga terjangkau, semalam setelah mendapat pertolongan para polisi.
Masih ada dua hari tersisa sebelum mereka harus meninggalkan negeri Sakura ini. Keduanya sama-sama sepakat untuk menjalani sisa liburan dengan kebahagiaan.
Christine pun mengajukan beberapa ide sesuai dengan yang sudah mereka rencanakan di awal. Masih ada destinasi wisata yang belum sempat mereka kunjungi. Ia tampak sangat bersemangat.
Lain halnya dengan Jane yang masih belum bisa benar-benar merasa lega. Seakan kakinya masih dirantai, masalah uang Bobby yang juga diraup belum terselesaikan. Niatan awal ingin segera memblokir semua kontak dengan Patricia, terpaksa harus ditunda demi pengembalian uang kawannya yang berjumlah lebih dari sepuluh juta itu.
"Hari ini kita mau kemana nih, Jane?" tanya Christine memastikan.
Jane menggigit bibir bawahnya, merasa ragu. "Hmm, kita ke tempat-tempat yang nggak perlu keluarin biaya banyak untuk tiket ya, Tine. Meskipun duit udah balik, dua kartu kreditku udah hampir aku maxed out untuk cadangan, kan? Jadi duit yang balik ini lebih baik aku pakai untuk lunasi kartu kredit aja deh," katanya. "Bahkan, aku malah bakalan jadi pinjem sebagian dari duit ini dan balikin ke kamu bulan depan."
Melihat sang kawan mengutarakan masalah tersebut, Christine mengerti bahwa ia tidak bisa memaksa. Ia mengangguk setuju. "Ya udah, nggak papa. Kita bisa ke tempat-tempat yang gratis di sekitar, sebelum nanti malam kita naik bus malam ke Tokyo," katanya.
Pilihan bandara kedatangan dan kepulangan perjalanan ini memang sangat tidak efisien. Sudah seharusnya akan lebih mudah jika kembali melalui Bandara Internasional Osaka daripada Bandara Internasional Narita. Namun akibat musibah lain yang menimpa Jane sebelum liburan ke Jepang membuatnya terpaksa membeli tiket yang lebih murah. Christine yang sudah mengetahui cerita tersebut tidak merasa keberatan.
~~~
Dengan menitipkan koper serta barang bawaan berat lainnya di dalam loker koin di stasiun, Jane dan Christine berkeliling di beberapa tempat di Nagoya. Mereka mengambil banyak foto dan video yang dijadikan sebagai kenangan. Terkadang mereka meminta seseorang untuk membantu, tetapi keduanya lebih sering melakukannya bergantian.
Hari itu mereka berkeliling ke banyak tempat. Mulai dari Universitas Nagoya, beristirahat di Taman Meijo yang hijau nan indah, makan di restoran yakiniku kesukaan mereka, ke area di mana simbol Nagoya berada, serta menara Nagoya yang sayangnya sudah tutup. Namun perjalanan sederhana itu terasa lebih berarti.
Lebih dari seminggu terakhir terjebak dalam kesesakan, kedekatan mereka semakin terbangun erat. Padahal jika dikilas balik ke belakang, mereka hanya sebatas kenal satu sama lain. Pertemuan keduanya pun tergolong unik dan bahkan bisa dibilang sangat menggelikan. Mantan Jane yang berasal dari Australia kebetulan merupakan teman online Christine. Yang lebih menarik lagi adalah ketika mendapati bahwa mereka beribadah di gereja yang sama.
Bahkan dulu Jane sempat merasa curiga pada sang mantan karena pernah memberikan buku yang sama persis, bertemakan 'Menjadi Seorang Penolong Dalam Rumah Tangga' padanya dan juga Christine. Ia cukup berhati-hati jika berhubungan dengan pria. Tetapi begitu mengetahui kawannya itu sudah memiliki tambatan hati, mereka perlahan jadi teman baik. Keduanya pun berakhir sebagai teman bertualang bersama.
"Hei, Tine. Aku jadi tiba-tiba kepikiran nih. Kayanya aku bakalan nulis novel tentang nasib kita sepanjang liburan di Jepang deh. Siapa tahu jadi booming dan kerugian kita jadi nggak ada apa-apanya ya, kan?" Jane menghibur diri saat keduanya beristirahat di sebuah taman di dekat stasiun tempat mereka menitipkan barang.
Mata Christine berbinar penuh semangat. "Aku dukung, Jane. Nanti aku bakalan baca," sahutnya.
Jane tiba-tiba tersenyum sendiri ketika wajah sang polisi tampan kembali muncul di kepalanya. "Ah, jadi agak nyesel kan baru sadar Ryu ganteng pas udah di sini," ucapnya dengan decakan.
Yang mendengarnya langsung tertawa, dan berkomentar, "Ya, kan? Emang ganteng banget. Gantengnya itu beda gitu loh. Nggak pasaran."
"Hmm. Bener. Dan dipikir-pikir, aku tuh pernah lihat wajah dia mirip aktor Jepang yang pernah aku tonton di satu film. Udah lama kayanya sih. Nanti aku cari deh." Telunjuk kanan Jane menuding-nuding seolah otaknya sedang memproses pencarian akan memori tersebut. Kemampuan visualnya yang kuat memampukannya untuk mengingat gambar.
"Nanti kalau kamu nulis novel, dijodohin sama aku ya," Christine mengusulkan.
Jane meledak dalam tawa. "Ya Tuhan, kamu kan udah punya calon suami. Jangan dong. Sama aku aja," kelakarnya.