Unfriended in Japan

Yohana Ekky Tan
Chapter #17

Yang Mengejutkan

[2024, Oktober 07]

Momen terakhir dengan kedua murid Australianya dihabiskan dengan perbincangan yang dilengkapi sajian es kelapa muda di balkon rumah Jane. Ia sedikit merasa sedih pada saat akhirnya mereka berpisah ke jalan masing-masing. Perasan yang sensitif memang merupakan bagian dalam dirinya.

Dua minggu bersenang-senang dengan para muridnya harus berakhir. Kini Jane kembali memulai rutinitasnya. Ia mengawali hari dengan mempersiapkan materi untuk beberapa kelas, seperti biasanya. Tengah tenggelam dalam kesibukan itu, sebuah panggilan dari nomor tak dikenal datang.

"+81? Nomor Jepang?" Jane mengernyit dan jantungnya berdetak kencang sekali. Ia merasa takut bahwa peneleponnya adalah Patricia. Skenario terburuknya adalah gadis itu hendak membalas karena merasa tidak terima kasus ini dibawa sampai ke kepolisian. "Duh, diangkat nggak ya?"

Sekali kehilangan kepercayaan terhadap seseorang, tidak ada kesempatan lagi yang akan Jane berikan padanya. Itulah sebabnya ia membiarkan panggilan itu berakhir begitu saja.

Namun tidak lama setelah itu, sebuah pesan singkat masuk.

<>

[+8152xxxxxx] Halo, Jane. Ini Ryu, polisi yang pernah membantu kamu terkait kasus penipuan di Jepang. Saya perlu berbicara dengan kamu. Bisa angkat teleponnya?

<>

"Oh?" Jane terkejut melihat nama polisi Jepang berbahasa Indonesia tersebut.

Sebelumnya, Christine dan dirinya cukup banyak membicarakan pria muda itu sepanjang perjalanan pulang. Mereka bahkan berandai jika suatu kali bisa berhubungan lagi. Itulah sebabnya Jane merasa tak percaya mendapati sebuah kenyataan langka, bak fenomena alam yang terjadi seabad sekali.

Tak lama panggilan telepon dari nomor yang sama datang lagi. Kali ini Jane tidak ragu untuk menjawabnya. "Halo?"

"Halo, Jane. Maaf menelepon kamu pagi-pagi. Saya harap saya enggak mengganggu."

Demi mendengar suara itu, gambar wajah Ryu muncul di kepala Jane. Ia tersenyum sendiri jadinya. "Nggak papa. Saya masih senggang," ujarnya. "Ada apa ya?"

"Saat ini saya ada di Indonesia dengan satu rekan polisi. Kami sedang berusaha mencari keberadaan Patricia dengan diam-diam ya. Apa kita bisa bertemu?"

Berita tersebut terdengar tidak nyata di telinga Jane, sampai-sampai ia sempat terdiam sejenak. Pikirnya ia tiba-tiba jatuh tertidur dan bermimpi.

"Jane?"

"Ah, maaf. Saya masih mendengar. Kita bertemu di mana?" Ini adalah sebuah kenyataan.

"Saya sudah ada di kotamu. Kabarnya Patricia sedang ada di sini. Kami berhasil melacak isi pesannya di LINE. Jadi, rasanya terlalu panjang kalau menjelaskan lewat telepon. Kami perlu bantuanmu."

"Oh, baik. Tolong kirimkan saja lokasi di mana kita bisa bertemu. Silakan pakai WhatsApp atau LINE. Nomor ini terkait dengan dua aplikasi itu." Jane menyarankan karena panggilan internasional dan pesan yang dikirimkan melalui SMS sudah pasti lebih mahal.

"Kalau begitu saya akan menghubungi via LINE. Terima kasih, Jane."

"Sama-sama." Begitu memberikan balasan, panggilan diakhiri dari seberang. Jane menatap gawainya, masih terheran. "Kalau Christine aku kasih tahu, dia pasti sampai teriak nggak percaya." Ia terkekeh-kekeh membayangkan adegan itu.

~~~

Sosok tegap berparas khas Jepang itu menyambut dengan senyuman manis nan kharismatik. Ryu mengangkat tangannya setengah tiang pada saat melihat kedatangan Jane. Di sampingnya, seorang pria paruh baya turut memberikan anggukan menyapa.

Jane membalas lambaian itu dengan sedikit anggukan dan senyuman juga. Ia berusaha untuk tidak membuka mulutnya terlalu lebar, dengan tujuan menyamarkan perasaan senang bertemu kembali. "Halo, selamat datang di kota ini. Pasti panas dan lembab ya dibandingkan di Jepang?" ujarnya memulai pembicaraan.

Ryu menggeleng. "Di Jepang masih ada sisa rasa musim panas. Ini bukan masalah," balasnya. "Oh ya, ini Pak Yuki Takahashi. Kamu masih ingat kan?" Ia memperkenalkan pria yang sedikit lebih pendek darinya itu.

"Ah, ya. Konnichiwa, Takahashi-san. Nice to see you again. O-genki desu ka?[1]" sapa Jane menggunakan campuran bahasa Jepang dan Inggris, sesuai kemampuannya. Ia mengulurkan tangannya.

Suara bariton milik Yuki pun terdengar, menjawab sapaan gadis itu dan menanyakan kabarnya kembali. "Thank you for come meet us[2]," ucapnya dengan bahasa Inggris sekenanya.

"Yeah, it's a pleasure.[3]" Jane tersenyum.

Ryu pun mengarahkannya untuk duduk dengan mereka di meja yang sudah mereka pesan di kafe itu. "Jane mau pesan minuman?" tanyanya menawarkan.

Jane menggeleng. "Saya baik. Nanti saja. Kita bisa mengobrol," katanya.

"Kamu yakin?"

"Ya. Kalau saya haus, saya pasti pesan." Jane meyakinkan pria itu dan sedikit terkekeh.

"Oke." Ryu tersenyum. Ia kemudian mengambil gawainya dan menyodorkannya pada Jane. "Ini pesan terakhir yang kami dapatkan. Apakah ini Bobby, teman yang Jane mau bantu saat masih di Jepang?"

Jane membaca pesan tersebut. Isinya sama dengan yang pernah Bobby tunjukkan padanya tidak lama sebelum ini. "Ya, Bobby teman saya. Dan saya sudah lihat pesan ini. Dia kirim juga ke saya," ucapnya. "Sebetulnya Bobby juga menunggu di bandara, tapi Patricia sama sekali tidak muncul."

Ryu pun menerjemahkan perkataan Jane pada Yuki. Mereka berbicang sebentar dan pria itu menyambung lagi, "Jadi, Jane ada informasi baru tentang keberadaan Patricia? Atau tentang hal-hal lainnya?"

"Ya. Bobby bergerak sangat cepat. Dia dapat banyak informasi tentang Patricia dan sudah melaporkannya ke polisi. Kemarin saya juga dimintai keterangan sebagai saksi," beritahu Jane. "Yang terakhir, baru siang ini, Bobby sudah punya alamat lengkap di mana Patricia tinggal. Bukan di kota ini."

"Oh? Jadi di mana? Jauh dari sini?"

Jane menggeleng dan menjawab, "Cuma satu setengah jam dari sini dengan mobil melalui tol. Lokasinya di kota Solo."

Merasa bahwa informasi itu sangat bagus, Ryu pun mendiskusikannya dengan Yuki. Keduanya tampak seperti meraih sebuah kesepakatan. Hal itu dibuktikan dengan ucapannya yang berikut. "Itu bagus sekali. Kita bisa ke sana hari ini juga," ujarnya. Ia menengok jam tangannya. "Mmm, tapi Jane kamu bisa ikut? Kamu masih harus bekerja hari ini?"

Jane turut memeriksa jam tangannya. Hari masih sore, kurang dari jam lima. "Saya nggak ada kelas lagi hari ini sih," jawabnya, sedikit ragu.

Yuki mengatakan sesuatu pada Ryu yang kemudian diterjemahkan, "Pak Takahashi bilang, mungkin perlu menginap di sana. Dan untuk itu, kami bisa mengganti biaya apapun sebagai kompensasi. Karena akan lebih baik jika ada orang lokal yang bisa membantu, terutama dalam hal komunikasi."

Mendengar ide tersebut, Jane jadi merasa tidak enak hati. "Oh, enggak, enggak. Semua baik. Saya bisa pindahkan kelas besok ke hari berikutnya aja," ucapnya sambil menggaruk belakang kepalanya. "Tapi, bisa saya kembali ke rumah dulu untuk ambil barang?"

"Ya, pasti. Kami juga bisa antar kamu."

"Oh? Dengan apa? Taksi?" tebak Jane. "Karena, kalau iya, sebaiknya nanti kita bertemu di sini lagi atau dekat area tol. Demi efisiensi."

Lihat selengkapnya