[2024, Oktober 13]
Jane berbicara dengan resepsionis, mengatakan bahwa ia dan suaminya ingin mencarikan tempat untuk menitipkan ayahnya sementara. Dia meminta untuk melihat ruangan dan fasilitas yang ada di sana. Setelah itu, mereka dihubungkan pada seorang wanita yang tampaknya bertanggung jawab dalam menghadapi pelanggan potensial dan kemudian mengantarkan keduanya untuk melihat-lihat.
Mendapati akting pria itu ternyata cukup baik, dalam hati Jane merasa kagum. 'Bisa-bisanya cowok ini nggak ada ragunya sama sekali. Dia tuh emang polos atau pinter akting sih? Wah, mana bisa aku ngimbangin kalo gini,' batinnya heran. Kemudian, sebuah remasan pelan di tangannya membuat dirinya mendongak pada suami gadungannya itu. "Apa?" mimiknya.
Dengan bisikan pelan di telinga Jane, Ryu meminta agar ia membantu memperhatikan sekitar dengan seksama.
Jika telinga Jane tidak tertutup rambut, perubahan warna merahnya pasti nampak. Suara lembut dan desahan napas pria itu menyapu kulitnya dan membuatnya tersipu.
Cepat-cepat mengalihkan pikiran, Jane mengaktifkan mata elangnya, mengerti apa tugasnya. Ia menelusuri setiap sudut yang ada, mencari keberadaan gadis penipu itu, sementara staf panti sibuk menjelaskan ini dan itu yang juga dipahami oleh Ryu.
Sekitar sepuluh menit kira-kira mereka berjalan keliling, batang hidung Patricia tidak nampak sama sekali. Dengan bertukar kode mata, mereka sepakat bahwa mereka perlu mengganti teknik.
"Saya akan pura-pura bicara dalam bahasa Jepang, jangan kaget. Kamu enggak perlu balas." Tanpa peringatan, sekali lagi Ryu berbisik tepat di samping kepala Jane hingga tak sengaja menyentuhkan bibirnya di telinga wanita itu.
Dengan gerakan reflek, Jane mengusap telinganya karena geli. Tetapi kemudian dengan tangan yang sama, jemarinya membentuk simbol OK.
Memulai dengan deheman pelan, Ryu memberikan pertanyaan yang hanya separuhnya dimengerti oleh Jane. "Daarin, kono basho wa sukidesu ka?"
"Aa... Nihonjin desu ka?[1]" Wanita di depan mereka langsung menoleh dengan mata berbinar. "Maaf, saya tidak bermaksud tidak sopan."
Baik Jane dan Ryu sama-sama membelalak, tidak menyangka justru bertemu dengan seseorang yang bisa berbahasa Jepang.
"Ah, maaf kalau saya membuat terkejut. Saya tidak bermaksud lancang." Rina, begitulah tadi ia memperkenalkan diri, sedikit membungkuk.
"Nggak, nggak masalah. Senang tahu ada staf berbahasa Jepang di sini," ucap Jane, menutupi rasa terkejutnya. "Tapi kita pakai bahasa Indonesia saja ya. Bahasa Jepang saya kurang bagus." Ia tentu tidak ingin merusak rencana.
Rina menggeleng. "Oh, tidak. Saya pernah bekerja di Jepang, jadi saya mengerti. Di sini juga ada orang baru yang pernah bekerja di Jepang juga. Tapi sayangnya... saya kurang suka dia." Semangat yang ditunjukkan di awal diakhiri dengan ekspresi tidak menyenangkan.
"Patricia?" sebut Jane pelan, tanpa berpikir dua kali.
Mendengar nama itu disebut, Ryu meremas tangan Jane dan memberikannya tatapan seolah bertanya, 'Kenapa kamu sebut namanya?'
Namun Rina justru mengangguk-angguk. "Apa kalian sebenarnya polisi?" bisiknya, mengindikasikan sebuah dukungan tersirat.
Ryu bertukar pandang dengan Jane sejenak sebelum menyahut, "Kita perlu bicara secara pribadi," saat melihat ada peluang baik.
"Jika begitu, mari ikut saya." Rina berjalan lebih dulu, membimbing keduanya menuju ke tangga.
Sambil menaiki tangga, Jane mengirimkan kode mata, menunjuk pada tangan mereka yang masih saling terkait. Ia seakan bertanya, 'Kita udah bisa lepasin tangan kan?'
Sontak Ryu melepaskan genggaman tangannya. Setelah itu, ia menggenggam tangannya sendiri dan berdehem, memecah keheningan.
Lokasi ruang kantor Rina ada di lantai dua. Jane dan Ryu dipersilakan duduk di seberang meja begitu pintu ditutup rapat. Keduanya pun langsung melepaskan masker untuk bernapas lebih leluasa.
Di atas meja, Rina menyodorkan sebuah dokumen. Saat dibuka, profil Patricia terpampang jelas. Semua data mulai dari latar belakang pekerjaan dan pendidikannya, alamat lengkap, dan nomor teleponnya tertulis di sana.
"Awalnya tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Tetapi tiba-tiba saya teringat wajahnya. Patricia pernah viral di grup Facebook khusus pekerja di Jepang," beritahu wanita itu. "Salah satu postingan yang saya baca saat itu ditulis oleh korban yang terkena penipuan oleh Patricia. Selain itu, dia memberi peringatan agar berhati-hati dengan dia. Sempat ada foto paspor dan ijin tinggalnya di Jepang, tapi sebelum saya sempat menyimpannya, postingan itu sudah dihapus. Saat saya lihat identitas Patricia, saya jadi ingat kembali. Tapi saya memutuskan untuk diam dulu."
"Jadi, apa ada sesuatu yang buruk tentang dia selama di sini?" Jane bertanya menyelidik tanpa meminta ijin pada Ryu yang rupanya tidak keberatan.
Rina melipat bibirnya, seakan menimbang-nimbang untuk mengatakannya. "Sejauh ini belum ada perbuatan buruk. Dia juga baru mulai bekerja. Jujur saja, saya rasa ini terlalu subjektif. Karena saya paling tidak suka penipu. Tapi saya punya info yang mungkin ini bisa berguna untuk kalian," ujarnya ragu-ragu.
"Enggak masalah. Coba diceritakan saja," pinta Ryu penasaran.
Dengan yakin, Rina angkat bicara. "Hmm, karena merasa curiga, akhirnya saya mengontak teman-teman saya yang masih bekerja di Jepang. Kebetulan ada yang pernah berhubungan langsung dengan Patricia. Dia bercerita kalau Patricia sering mendatangi klub malam bersama laki-laki dan perempuan berketurunan Brazil, sambil minum alkohol. Memang itu hal pribadi. Saya juga tidak peduli jika tidak sampai mengganggu pekerjaan. Tapi saya takut itu bisa memberikan dampak buruk di sini."
Sementara Ryu hanya memasang wajah datar sambil mengangguk-angguk, Jane justru menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendesah.
"Apakah kalian datang menyelidiki dia sampai ke sini, karena memang ada sesuatu yang buruk dilakukan oleh Patricia?" tanya Rina dengan memandang kedua orang di hadapannya secara bergantian.
"Ya. Jane adalah salah satu orang yang menjadi korban penipuan Patricia." Ryu menunjuk pada wanita di sampingnya.
Rina mengangguk. "Oh, jadi sebagai suami, Anda ingin langsung turun tangan menyelesaikan permasalahan istri Anda ya?" simpulnya.
Bukannya menyanggah, Ryu hanya melanjutkan, "Masalah dia sudah selesai. Tapi masih ada kasus lainnya yang belum selesai. Jadi, kami berdua di sini mencari Patricia diam-diam supaya dia enggak melarikan diri ya. Kejahatannya juga perlu bukti kuat supaya bisa dijatuhi hukuman pidana."
"Hmm. Apa informasi yang ada pada saya bisa berguna? Atau mungkin ada hal lain yang saya perlu bantu lakukan?" Rina terdengar seperti bersedia membantu lebih jauh.
Ryu mengangguk. "Pasti membantu. Tolong kami diberi salinannya. Bisa dalam bentuk file digital atau cetak," katanya.
"Baik. Saya siapkan segera. Mohon tuliskan alamat email Anda di sini." Rina menyodorkan sebuah kertas kecil dan pensil, lalu menyalakan komputernya dan mencari hal yang akan dikirimkannya.
Setelah menuliskan alamat emailnya, Ryu kembali mengajukan pertanyaan lain. "Oh ya. Selama Patricia di sini, bagaimana hubungannya dengan karyawan lainnya? Anda harus berhati-hati, siapa tahu dia hendak menipu orang lain lagi."