"Ya Allah, apa yang sudah hamba lakukan semalam sampai kau menurunkan kesialan begitu banyak? Gimana hamba bisa sekolah kalau keadaannya begini."
Begitulah kira-kira doa yang Kanei panjatkan pada Sang Maha Kuasa. Atau lebih tepatnya sih dia berkeluh kesah atas nasibnya yang menimpa Kanei. Akhirnya dia pun mengambil ancang-ancang untuk berdiri, dia tidak kuat dengan bau yang terus menyengat seperti ini. Setelah memindahkan sepedanya, ia sekarang lebih memilih untuk berjalan karena kondisi sepeda yang tidak memungkinkan. Sepeda berwarna biru langitnya ini sudah menemani Kanei sejak SMP, seharusnya Kanei mengganti dengan sepeda baru.
Tidak semudah membalikan telapak tangan, Kanei menyanyangi sepedanya ini. Atau kalau bisa disebut, tabungan Kanei belum cukup untuk membeli sepeda baru. Kanei menghela napas sejenak. Jangankan untuk beli sepeda, dia saja tidak mampu untuk membeli beras. Lebih baik mengisi perutnya yang kosong dari pada harus mati kelaparan. Pekerjaan Ibunya tidak bisa mencukupi kebutuhan Kanei.
Awalnya Kanei ingin memperbaiki sepedanya di tukang tambal ban atau kalau ada dia lebih baik sekalian membetulkan si Biru-nama yang Kanei berikan pada sepeda berwarna biru langitnya itu-di sana, tapi saat menemukan tempat yang dia tuju ternyata tambal bannya tutup, jadi dengan berat hati Kanei melanjutkan setengah perjalanannya lagi ke sekolah. Hingga dia mendengar bunyi kelakson berulang kali di belakangnya, ia menoleh dan mengenali siapa pemilik mobil tersebut.
Kanei meringis, menyumpah serapah dengan keadaannya saat ini. Sungguh ini bukanlah hal yang sangat baik untuk bertemu seseorang. Dia pasti sangat bau dengan kotoran di mana-mana, seragam Kanei masih terlihat basah. Cewek itu melengos begitu saja, mempercepat gerak langkahnya guna menghindar dari si pemilik mobil.
"Kanei!"
Ah! Kenapa musti sekarang sih? Kalau dalam keadaan kayak gini mana bisa gue nikah sama nih anak. batin Kanei berteriak, sungguh ia benar-benar tidak begitu percaya diri dengan penampilannya."Tungguin gue, elah!"Kanei mendengkus, dia tidak mendengar perintah dari si pemanggil. Justru asik berjalan cepat hingga gerbang sekolah sudah terlihat di depan mata. "Bagus, bentar lagi nyampe. Jangan ngedeket! Jangan ngedeket! Pait, pait!"
Yah, takdir terkadang memang sekejam itu sama makhluk bumi. Buktinya Kanei yang berharap pada Sang Pemilik Takdir untuk tidak mempertemukannya dengan orang tersebut, justru ia terhenti karena cowok yang tadi memanggil Kanei menahan gerak langkahnya, dia menyentuh lengan Kanei sedikit keras hingga berefek Kanei jadi berbalik arah.