Sebuah benda berbentuk segitiga dengan sudut-sudut membulat melaju tak terkendali di antara bintang-bintang. Sesekali benda tersebut memancarkan kilat kebiruan, membuat penumpangnya panik dan saling berteriak. Sementara itu, seorang bayi berambut perak terguncang-guncang hebat dalam buaian.
"Masukkan bayi itu ke dalam kapsul penyelamat!" teriak salah satu penumpangnya.
Menuruti perintah partnernya, sosok penumpang yang satu lagi langsung menggendong bayi itu, membungkusnya dengan selimut, lalu menaruhnya di dalam kapsul yang dimaksud.
Benda mirip pesawat itu kemudian mengarah ke bumi, menembus lapis demi lapis atmosfer, menimbulkan beberapa ledakan kecil dalam prosesnya, sebelum akhirnya menghujam bumi dengan suara berdentum keras.
Terdengar suara rintih kesakitan. Salah satu dari mereka dalam kondisi sadar, tapi penuh luka. Sambil beringsut pelan, ia menekan salah satu tombol pelontar.
Kapsul kecil itu terlontar ke luar, kemudian meluruh. Bayi yang semula terlindung di dalamnya mulai menangis, terekspos udara bumi untuk yang pertama kalinya.
"Semoga kau selamat, Nak."
***
Pacific City, Oregon. Pertengahan September 1999.
Malam hari setelah makan malam, saat cuaca cerah, keluarga Colton selalu menghabiskan waktu di halaman belakang rumah mereka. Kadang mereka memanggang marshmallow di api unggun, menceritakan dongeng untuk Dew--putri kecil mereka, atau hanya sekedar duduk-duduk dalam keheningan sambil memandang bintang.
"Apa itu?" Suara berat dan serak Ian Colton sekonyong-konyong meningkahi bunyi retih api unggun di hadapan mereka. Pandangan matanya menatap tajam ke arah langit.
Maureen Colton menatap Ian dengan tatapan penuh tanya, lalu kembali mengalihkan perhatian pada Dew. Gadis kecil itu sedang berusaha meraih ikal rambut Maureen yang bergelantungan menyentuh pipi. Dia tertawa kegelian karenanya. Matanya yang besar memantulkan cahaya kerlip api.
"Ada apa?" tanya Maureen akhirnya. Ian masih saja memicingkan mata ke arah langit.
"Sepertinya aku melihat semacam bintang jatuh barusan, tapi lebih terang," gumam Ian. "Sudahlah, mungkin aku salah lihat. Atau, mungkin saja ada alien yang menerobos atmosfer," candanya.
Maureen berdecak. Jalan pikiran Ian memang kadang agak aneh, seperti planet yang keluar dari orbit. Wanita berambut coklat kemerahan itu terkekeh geli sendiri ketika menyadari bahwa jalan pikirannya pun tidak lazim.
"Yeah, yang benar saja, Ian," jawab Maureen. "Lalu mereka akan menculik manusia untuk dijadikan kelinci percobaan dan menguasai planet kita."
"Terlalu Hollywood," timpal Ian. "Mungkin mereka datang untuk berlibur. Bagaimana menurutmu Little Princess?" Ian menggelitik dagu Dew.
Pertanyaan itu dijawab oleh pekik tawa Dew yang sudah turun dari pangkuan ibunya dan berusaha memanjat kaki sang ayah. "Da da! Abadoodoo!" jawab Dew serius.
"Dew bilang, 'sudah waktunya tidur'." Sambil terkekeh, Maureen berdiri dan menggendong Dew, kemudian menepuk bahu suaminya. "Ayo."