(Unidentified) Forest's Orbit

Fidiya Sharadeba
Chapter #2

Forest Colton

"Kau sudah gila ya?"


Itu reaksi pertama yang ditunjukkan Maureen saat Ian pulang dini hari dalam kondisi basah, kedinginan, dan sedikit terguncang, sambil menggendong bayi yang terbungkus rapat dalam balutan jaket.


Bayi alien, tampaknya.


Ketika Ian menemukan bayi itu di hutan, dia tidak melihat siapa pun di sekitar situ. Pendar cahaya yang dikeluarkan pesawat aneh itu pun terus meredup, seiring dengan redanya tangisan mahluk kecil di dekatnya.


Bayi itu hanya terbungkus selimut lembut berwarna hitam pekat ketika Ian menemukannya. Sekilas dia tampak tak berbeda dengan bayi manusia pada umumnya. Hanya saja, mata si bayi tergolong besar dengan warna yang unik. Sepasang mata itu berwarna biru elektrik berkilauan. Rambutnya juga tak kalah unik, tebal dan berwarna keperakan.


Ian dan si bayi saling menatap. Dia tampak seperti anak seusia Dew. Hati Ian terenyuh melihatnya.


"Hey, Nak, di mana orang tuamu?" Ian berucap lembut seraya membungkuk dengan hati-hati.


Bayi itu malah tertawa lucu. Tangannya terangkat, minta digendong. Dia tampak kecewa ketika Ian menghindar karena takut.


Ian mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, lalu kembali berdiri dan berjalan mendekat ke arah pesawat. Tangannya terulur ragu, hendak menyentuh benda itu.


Sengatan listrik pada ujung-ujung jemari disertai gemuruh dari langit membuatnya melompat mundur sambil mengumpat. Tetesan air dingin membasahi wajahnya ketika dia menengadah.


"Astaga. Hujan?!"


Benar-benar aneh. Ketika dia berjalan memasuki hutan, tidak tampak segumpal awan pun di langit. Kenapa tiba-tiba turun hujan sederas ini? Di musim panas pula?


Dia harus pulang. Terjebak di dalam hutan saat hujan turun sederas ini bisa mematikan. Ian memeriksa jemarinya yang masih sakit akibat tersengat aliran listrik misterius dan mengembuskan napas lega ketika tidak menemukan luka serius. Keadaan bisa saja memburuk, bisa saja dia tewas gara-gara itu, bukan?


Pria jangkung berbalik dan hendak pergi ketika kembali terdengar suara tangis di belakangnya.


Sial. Apa yang harus dilakukannya dengan si bocah alien?


***


Maureen mendekap bayi itu dalam pelukannya. Bayi laki-laki itu tertidur pulas setelah menghabiskan sebotol susu hangat. Dia meringkuk nyaman dalam pelukan Maureen. Jemarinya masih menggenggam ujung rambut Maureen yang barusan dia mainkan sambil terkantuk-kantuk.


Wanita muda itu menatap bayi itu dengan lembut seraya berkata, "Seandainya saja warna rambut dan matanya tidak seaneh ini, aku tentu akan menganggapmu sedang meracau."


Terdengar tawa tertahan Ian. "Yeah, right."


"Sekarang bagaimana?" Raut wajah Maureen kembali serius. Entah apa yang dipikirkan Ian ketika membawa bocah ini ke rumah mereka. Mungkin rasa kasihan? Namun Maureen sendiri yakin, dirinya akan melakukan hal yang sama bila berada dalam posisi Ian.

Lihat selengkapnya