Unidentified Romance

jojoann
Chapter #6

Identifikasi V

Sekelompok remaja perempuan berbalut busana khas cheerleader berkumpul di dekat pintu masuk menuju lapangan basket. Mereka siap tampil dengan atasan berlengan panjang hitam bercorak silver. Di bawahnya, mereka memakai rok pendek putih dengan warna hitam di tiap rempelnya. Tatanan rambut dan light make up membuat mereka terlihat semakin manis dan mengundang perhatian.

Penampilan cheerleading SMAN 98 mendapat giliran terakhir hari itu. Tepat sebelum tim basket putra sekolah mereka tanding. Setelah berjuang mati-matian, akhirnya tim basket cowok SMAN 98 berhasil masuk ke babak semifinal. Dalam pertandingan terakhir, perbedaan angka mereka sangat tipis dengan tim lawan. Aksi Sang Kapten Betawi, Bram, berhasil mengubah nasib tim mereka di detik-detik penghabisan. Sayang tim basket cewek hanya mampu maju sampai ke babak perempat final. Tapi, mereka tetap datang menonton hari ini.

Yong berdiri di depan kursi pemain sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Dia ikut tegang menunggu penampilan anak-anak cheers. Pastinya karena ada Becca, gadis yang istimewa baginya.

“Santai, Yong… Emang elu yang mau tampil?” tegur Bram. Dia menyikut Yong. Matanya penuh sinar keusilan. Yong cuma tersenyum tipis, lalu kembali fokus menunggu para anggota cheers itu masuk ke stage.

“Yang udah selesai pemanasan, jangan ke mana-mana ya! Dukung cheers nih!” seru Bram kemudian. Cowok-cowok basket yang tadinya mau pergi berkeliaran pun balik lagi, berkumpul di kursi pemain dan ribut membicarakan anak-anak cheers. Mereka semua sudah mengenakan jersey dengan warna yang senada dengan cewek-cewek cheerleaders yang akan tampil sebentar lagi.

Di belakang panggung para anggota Faboola diberi tahu untuk tampil dua menit lagi. Panitia masih sibuk menyiapkan musik dan berkomunikasi sana-sini. Lastri mengajak semuanya berkumpul membentuk lingkaran. Mereka berdoa dan berpasrah lalu meneriakkan yel-yel mereka. Tak lama setelah itu, seorang panitia menghampiri mereka. Memberi kode untuk bersiap.

“Oke Meida, berangkat!” teriak Lastri sambil menepok bokong Becca.

Becca yang tadinya merengut karena bokongnya jadi korban, langsung balik tersenyum begitu mendengar musik kelompok mereka dimainkan. Teman-temannya jadi cekikikan melihat kelakuan konyolnya.

Pada penampilan mereka kali ini, Becca masuk ke stage dengan melakukan gerakan tiga kali salto dan berputar di udara yang kemudian disusul oleh dua orang temannya. Lalu seluruh anggota tim Faboola pun berhamburan masuk. Beberapa ada yang masuk sambil melompat-lompat ringan. Becca menyapu pandangan ke seluruh penjuru, terutama ke kursi pemain basket tempat Yong berada. Cowok itu sempat mengedipkan sebelah matanya saat pandangan mereka berdua bertemu. Becca jadi tertawa dibuatnya.

Setelah menyambut para penonton, terdapat jeda musik sekitar lima belas detik. Mereka siap membentuk formasi. Stunt awal dibagi menjadi dua kelompok kecil yang berkumpul di pojok depan dan satu kelompok besar yang berada di tengah. Ketika musik kembali mengisi dome, kedua kelompok kecil itu melakukan basket toss toe touch. Di mana para bases melemparkan anggota flyer masing-masing ke udara, kemudian anggota flyer tersebut dengan cepat menendang kedua kakinya ke depan hingga ujung jari kakinya menyentuh tangannya sendiri. Bersamaan dengan itu, tiga orang flyer atau top di kelompok besar berlaga dalam posisi scorpion.

Di pertengahan penampilan mereka, sesuatu terjadi. Musik mereka tiba-tiba mati. Para anak baru sempat kaget dan kebingungan. Lastri, Becca, dan Dina langsung menyanyikannya secara manual seperti ketika mereka sedang berlatih atau gladi bersih. Seluruh anggota mengikuti dan aksi mereka terus berlanjut.

Penampilan mereka yang berdurasi kurang lebih tiga menit ditutup dengan dibentuknya satu formasi besar. Para bases bersiap membuat fondasi. Kemudian, lima orang flyer diangkat dengan ketinggian yang beragam. Mereka saling berpegangan tangan untuk mempertegas bentuk gelombang yang mereka buat. Masih dalam posisi berpegangan tangan, satu per satu flyer menjatuhkan diri mereka pada teman-teman setim mereka yang sudah menunggu di bawahnya.

Penampilan mereka sukses dan bebas dari cedera, walaupun ada sedikit kendala teknis di pertengahannya. Becca langsung berlari menghampiri sahabatnya, Dina. Mengecek kondisi satu sama lain lalu saling berpelukan. Lega banget rasanya! Mereka semua berjingkrak-jingkrak kegirangan menyambut tepuk tangan penonton.

Coach Heru, yang sejak awal mendampingi dari sisi lapangan, langsung menghambur pada timnya. Berpelukan ramai-ramai. Mulai dari awal hingga akhir penampilan, dia tidak pernah berhenti histeris ketika anak-anak didiknya berhasil melakukan stunts berbahaya yang memukau juri dan penonton. Coach sendiri merasa kagum dengan respons cepat Lastri dan teman-temannya ketika menghadapi kendala teknis kayak tadi. Lalu, sehabis memberi hormat pada juri dan penonton, mereka semua lari ke backstage. Melakukan briefing dan selebrasi bersama.

I’m so proud of you, Guys! Thank you, thank you so much!” itu kata-kata yang pertama meluncur dari mulut Sang Pelatih. Mereka berteriak-teriak dan tertawa-tawa sambil saling berpelukan satu sama lain. Lastri dan beberapa anggota lainnya bahkan sampai mewek. Mereka berhasil melewati masa-masa yang menegangkan bersama.

“Tinggal berpasrah sama hasil ya! Thank you,” kata coach Heru saat ia merangkul Becca. Gadis itu balas merangkul dan mengucapkan terima kasih pada pelatihnya. Dia jadi agak terharu mengingat tahun depan belum tentu bisa berada di situasi seperti ini lagi.

Setelah mereka puas berbagi pelukan, mereka keluar untuk menyemangati cowok-cowok basket yang bakal tanding sebentar lagi. Tanpa sadar, Becca langsung melangkah ke arah Yong. Cowok itu berdiri menyandar pada tembok pembatas kursi penonton. Tatapannya tak bisa lepas dari Becca sejak gadis itu keluar dari belakang panggung. Yong senyum. Dia selalu terpukau dengan apa yang dipancarkan oleh Becca, tapi hari itu lebih.

Sepasang remaja itu berdiri berdampingan. Mereka tampak serasi dengan warna baju senada. Saling tatap dan saling berbalas senyum. Yong terlihat sangat bangga dengan Becca. Dia meletakkan tangan lebarnya di puncak kepala Becca. Sontak wajahnya merona, mengingat sekian pasang mata sedang memperhatikan gerak-gerik mereka.

“Kamu keren, Bec!” ucap Yong tulus. Matanya berbinar. Bibir tipisnya menyunggingkan senyum yang lucu.

“Kamu juga. Semangat ya!”

Mereka baru saja berdekatan, tapi nama Yong sudah dipanggil. Pertandingan semifinal hari itu akan segera dimulai. Yong melepaskan ikatan jaket yang dari tadi disampirkan di pinggangnya. Dengan cepat dia menyampirkannya ke pinggang Becca, menutupi bagian tubuhnya yang tak tertutupi oleh rok pendeknya. Jantung Becca melejit saat ia bisa merasakan embusan napas Yong di kulitnya. Jarak mereka sangat dekat. Dan sebelum pergi, lagi-lagi Yong mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum jahil pada gadis itu. Menyebarkan rona merah yang bersemu di pipi Becca.

*

Setelah melalui pertandingan semifinal yang begitu sengit, tim basket putra SMAN 98 harus berbesar hati dan mempersiapkan fisik mereka kembali. Panitia menjadwalkan besok mereka harus berjuang lagi untuk memperebutkan predikat juara ketiga, tidak seperti tahun lalu yang dilaksanakan di hari yang sama. Beberapa anggota ngotot ingin diselesaikan hari itu juga. Biar hemat waktu. Tim lawan pun setuju. Mereka dalam kondisi fisik yang sama-sama lelah habis bertanding, namun masih mampu untuk berjuang sekali lagi. Setelah melalui perdebatan dan diskusi panjang lebar, akhirnya permintaan mereka dipenuhi. Panitia hanya takut para pemain kelelahan, begitu mereka berkilah di depan para pemain dan pelatih.

Mereka pun dijadwalkan untuk bertanding dalam satu jam lagi. Cowok-cowok itu memanfaatkannya untuk beristirahat, tapi Becca gak lihat Yong bersama teman-teman klubnya. Setelah berganti dengan celana olahraga sekolahnya, Becca mencarinya ke mana-mana. Salah satu temannya bilang kalau dia sempat melihat Yong naik tangga gedung itu sendirian. Becca pun menuruti kata-kata temannya. Akhirnya, dia berhasil menemukannya di rooftop gedung. Ternyata Yong mencari tempat yang tenang untuk tidur.

Rooftop itu dilengkapi bangku-bangku dari semen dan meja yang dipasangi payung besar. Temboknya hanya setengah dan tidak terdapat atap atau kanopi yang menaunginya. Meskipun tanpa atap, tampaknya tetap banyak orang yang sering duduk-duduk santai di sini. Buktinya banyak sisa puntung rokok yang berserakkan di mana-mana. Meskipun saat ini, sedang gak banyak orang yang nongkrong. Becca hanya melihat dua orang termasuk Yong. Dan satu orang lainnya itu baru saja pergi. Tinggallah mereka berdua di tempat itu.

Dilihatnya Yong meringkuk di atas salah satu bangku semen yang letaknya berhadapan dengan pintu masuk rooftop. Becca melepaskan ikatan jaket Yong yang ada di pinggangnya. Lalu menyelimuti Yong dengan jaket itu. Dia duduk di bangku seberangnya. Semilir angin memanjakan kelopak matanya. Lama-lama matanya terasa berat. Gadis itu ikut mengantuk. Dia menyenderkan tubuhnya pada meja di depannya. Tangannya bersidekap di atas meja, menjadi bantal bagi kepalanya yang dimiringkannya ke kanan. Dia bernapas perlahan dan memejamkan matanya.

Rasanya baru satu menit dia tidur ketika tiba-tiba matahari bersinar begitu terik dan menyilaukan matanya. Becca mulai gelisah. Ketika hendak membuka matanya perlahan, sebuah tangan datang dari belakangnya. Jemari dan telapak tangan lebarnya dijajarkan di depan muka Becca dengan lembut, demi menutupi kedua matanya. Dia terkejut dan menyentuh tangan itu.

“Tidur lagi aja, aku tutupin,” kata suara rendah itu. Becca tersenyum mendengarnya.

“Kapan kamu bangun?” tanya Becca tanpa mengubah posisinya. Dia masih membelakangi Yong yang duduk di sampingnya.

“Baru aja. Anginnya jadi kenceng, makanya aku kebangun.”

Bener sih. Entah sejak kapan, cuaca berubah. Angin bertiup lebih kencang dari sebelumnya. Becca masih bertahan dalam posisinya. Berusaha untuk kembali tidur, tapi gak bisa. Dia meminta Yong untuk bercerita macam-macam.

“Apa ya? Hmm… Cita-cita kamu apa, Bec?”

Becca tertawa pelan mendengar pertanyaan Yong.

“Gak tau deh… Rasanya lulus SMA aku gak mau kuliah lama-lama lagi. Aku mau langsung kerja aja. Sekolah kita punya jalurnya kan? Buat yang mau jadi pramugari atau kerja di bank. Kayaknya aku tertarik jadi pramugari,” jawab Becca sambil tetap memejamkan matanya.

“Pramugari? Secara fisik, kamu cocok, tapi… kamu gak kasian sama tamunya? Nanti diomelin terus lagi sama kamu,” ejek Yong bercanda.

Becca menengok ke arah Yong. Dilihatnya remaja lelaki itu sedang menjulurkan lidahnya. Kaki Becca langsung bergerak menendang-nendang kaki Yong. Cowok itu menghindar sambil tertawa-tawa. Karena lelah serangannya gak kena-kena, Becca pun menyerah. Dia lalu kembali ke posisi tidurnya. Yong ikut-ikutan meletakkan kepalanya di atas meja. Kepalanya dimiringkannya juga ke kanan, menghadap Becca yang membelakanginya.

“Kamu mau jadi apa?” tanya Becca setelah hening cukup lama menguasai mereka.

“Setelah denger cerita tentang orang tua aku, aku mau jadi polisi. Aku masih punya satu tahun buat nyiapin tes masuknya.”

Becca cukup terkejut mendengar jawaban Yong. Gak nyangka Yong yang dikenalnya itu, ingin jadi polisi. Cepat-cepat dia memutar kepalanya ke kiri. Bermaksud untuk segera memprotes Yong, tetapi yang terjadi justru di luar dugaan. Wajah mereka kini berhadapan. Jaraknya cukup dekat. Mata mereka bertatapan beberapa detik. Becca membuang muka dan terduduk tegak. Yong tersenyum tenang. Dia terlihat benar-benar menikmati momen itu. Lama-lama, senyumnya itu terlihat usil.

“Sengaja ya?” tanya Becca jutek, tapi Yong sadar kalau itu hanya benteng yang dibangun oleh gadis itu saja.

“Gak suka?” Yong balik bertanya. Senyum jahil masih terpoles di bibirnya. Ditatapnya Becca yang terdiam gak menjawab.

Si Gadis memijit-mijit tangannya yang pegal. Yong menggenggam tangan kirinya perlahan. Becca tidak melawan.

“Aku suka. Kamu keberatan?” tanya Yong lagi.

Remaja cantik itu bingung dengan pernyataan dan pertanyaan Yong yang menggantung. Namun, kemudian mulai mengerti ketika Yong menarik tangan gadis itu ke arahnya. Dia bergerak mendekat, mencondongkan wajahnya ke arah gadis di hadapannya. Becca menahan napas. Bibir mereka sudah nyaris bersentuhan ketika benturan pintu yang menabrak dinding membuyarkan konsentrasi mereka.

Becca akan selalu ingat memori itu. Matahari terik, langit cerah, dan angin bertiup kencang. Cukup kencang untuk meniupkan isi hatinya yang belum sempat tersampaikan pada Yong. Momentum yang penuh harapan mendadak dijejali kekosongan yang menyesakkan ketika seorang perempuan datang sebagai variabel. Gadis itu bernama Yuyun. Dia meneriakkan perasaannya pada Yong. Tepat di hadapan Becca, dengan lantang perempuan itu bilang, “Yong, aku suka kamu!” Dalam hitungan detik, keberaniannya sanggup membisukan perasaan mereka berdua untuk sekian waktu yang lama.

*

Tim cheerleader SMAN 98 berhasil mempertahankan piala bergilir yang mereka dapatkan tahun lalu. Mereka kembali membawa pulang piala tersebut untuk disumbangkan ke sekolah, sedangkan uang tunai yang mereka dapatkan akan digunakan untuk uang kas ekskur cheerleader dan perayaan kecil-kecilan. Coach Heru bilang segala sesuatu itu perlu dirayakan, sedih atau senang, kecil atau pun besar. Sederhana saja, yang penting kebersamaan ketika merayakannya. Begitu katanya yang diakhiri tawa centilnya yang khas.

Tim basket cowok pun berhasil meraih juara tiga. Agak sedih karena tim basket putri dan futsal masih belum bisa membawa pulang gelar juara tahun ini. Pelatih mereka sekaligus guru olahraga SMAN 98, Pak Maman, berjanji akan melatih mereka lebih baik lagi agar bisa mengharumkan nama sekolah sampai tingkat final di pertandingan selanjutnya.

Seperti biasa, kabar gembira ini disampaikan di akhir kegiatan upacara mingguan sebagai pengumuman. Pembina upacara berterima kasih dan membesarkan hati para anggota basket dan futsal yang belum berhasil maju ke babak final. Apa pun hasilnya, mereka yang belum berhasil membawa piala tetap sudah berusaha mengibarkan nama baik sekolah melalui permainan yang sportif.

Upacara yang sengaja diadakan di aula hari itu ditutup dengan penampilan tim Faboola. Para murid dan guru-guru kagum melihat aksi cewek-cewek cheers yang lincah itu. Meski sempat tampil saat gladi resik di sekolah, tapi banyak juga siswa dan guru yang belum pernah melihat penampilan mereka sama sekali. Tepuk tangan dan sorak-sorai yang ramai menggema di seluruh penjuru aula. Pengalaman yang sangat menyenangkan bagi Becca dan teman-teman timnya. Cukup untuk membuatnya lupa sesaat tentang hubungannya dengan Yong.

*

Kedua remaja itu masih terlalu bingung harus mengambil keputusan seperti apa yang paling bijak. Yong telah berusaha menepati semua janjinya. Dia bahkan sudah bicara dengan Yuyun tidak lama setelah Yong datang ke rumah Becca waktu itu. Yong menjelaskan semua kondisi dan perasaannya terhadap Becca pada Yuyun. Semua sesuai kenyataannya. Teman kecilnya itu terlihat memahami semua perkataannya. Saat itu. Tapi, keserakahan Yuyun membutakannya dari makna persahabatan yang sesungguhnya. Dia justru datang dan menyatakan perasaannya. Seolah sengaja ingin memisahkan mereka berdua.

“Yuyun gak bisa, Yong. Maaf,” kata Yuyun beberapa hari setelah kejadian di rooftop itu.

Cewek itu tiba-tiba menghampiri ke kelas Yong saat jam istirahat kedua. Banyak teman-teman kelas Yong yang memperhatikan mereka. Beberapa bahkan mengolok-olok Yong sebagai playboy yang baru kelihatan belangnya. Setelah Becca diberi harapan palsu, lalu teman kecilnya sendiri yang dijadikan korban selanjutnya.

“Tiati, Yun. Gini-gini Yong playboy lho!” ledek Koko iseng.

“Aaahh! Iya gantinya Si Becca yah?” ucap Audi. Teman kelas Yong lainnya jadi semangat meledek. Koko langsung membekap mulut bocor Audi dan menariknya keluar. Dia jadi agak gak enak pada Yong dan Yuyun gara-gara dia yang tadi memulai ejekan itu.

Yong serba salah. Dia benar-benar bingung bagaimana harus menanggapi candaan teman-temannya di depan Yuyun. Terutama karena tanpa disangka-sangka, gadis itu malah punya perasaan padanya sekarang. Padahal dulu Yong sempat ditolaknya.

“Maaf.” Hanya satu kata itu yang bisa keluar dari mulut Yong.

“Maaf aja gak cukup, Yong.”

Lihat selengkapnya