Laras menghapus tetes – tetes air, di atas lensa kompas yang tergenggam di tangannya. Hanya ini yang tersisa. Laras membatin marah. Tinggal kompas, dan peta yang terlipat aman di saku celananya, yang jadi pegangan mereka sekarang. Sisanya hilang. Dicuri.
“Aku harus melacaknya.” kata Yoshi “Dia tidak boleh dibiarkan kabur membawa semua barang – barang itu.”
“Aku ikut.” timpal Laras geram. Dia ingin menghajar Bill dengan tangannya sendiri. Si brengsek itu harus diberi pelajaran.
Yoshi menggeleng. “Aku pergi sendiri. Mereka membutuhkanmu.” Yoshi menoleh memandang Lucy dan Rick yang berteduh di bawah tanaman berdaun lebar. Wajah keduanya tampak muram. “Bawa mereka ke dermaga. Kita bertemu di sana.”
“Seharusnya, kita biarkan saja dia tenggelam, kemarin.” Laras memberengut. Airmata kekesalannya tumpah, mengalir bersama guyuran hujan di pipinya.
“Tak ada gunanya menyesali yang sudah lewat.” tegas Yoshi pelan.
Laras menunduk. Terdiam.
“Kita bertemu di dermaga.” Yoshi menepuk pundak Laras, lalu beranjak pergi.
Laras menahannya.
Yoshi menatap Laras heran.
Laras melepas jam tangannya, menaruhnya ke dalam genggaman Yoshi.
“Bawalah. Kau juga perlu penunjuk jalan.” kata Laras lambat.
Yoshi tampak ragu sesaat.
“Jaga baik – baik. Pastikan kembali dengan utuh, dan selamat….”
Yoshi tersenyum samar, dipakainya jam Laras di tangannya.
“Jamnya, dan dirimu.” lanjut Laras serius.
Yoshi menegapkan badannya perlahan, lalu memberi hormat. “Ku anggap itu perintah.”
***
GUYURAN hujan telah membuat segala permukaan yang dipijak berubah menjadi licin dan berlumpur. Laras, Rick dan Lucy melaju tersendat. Melangkah ekstra hati – hati, di bawah langit yang tak lagi menumpahkan air, tapi masih digelayuti mendung kelabu. Mereka tidak bisa mengambil resiko terluka. Tidak dalam kondisi sekarang, ketika tas obat – obatan mereka digondol maling egois yang tak punya nurani.
“Seperti apa kondisi mayatnya?” Rick bertanya setengah berteriak, mengatasi kerasnya suara aliran sungai yang berdebur mengamuk di sebelah mereka. Laras baru saja selesai bercerita pada Rick dan Lucy, tentang apa yang dirinya dan Yoshi temukan di tanah lapang mengerikan itu.
“Kau tak akan mau mendengar detilnya, Rick. Percayalah.” engah Laras keras. Menginjak belukar di depannya dengan hati – hati, untuk membuka jalan. “Itu bukan sesuatu yang menyenangkan untuk dilihat, apalagi diingat – ingat.”
“Aku masih tak bisa percaya Bill yang melakukannya.” Rick menyibak tangkai – tangkai tanaman palem muda yang tumbuh rapat di depannya, agar Laras dan Lucy bisa lewat.
“Kenapa tidak bisa?” Laras membalas ketus.