Memori yang kembali terangkai utuh, memberati kepala Yoshi bagai sebongkah batu padat. Sensasinya sungguh tidak nyaman, seperti perut kosong kelaparan yang tiba – tiba dijejali sekarung makanan, hingga kenyang tak terbilang.
“Kau tak seharusnya ingat.” kata Hiro berulang-ulang. Hilir mudik di depan Yoshi tanpa henti. “Ini aneh.”
Yoshi tidak merespon. Dia masih tenggelam dalam pikirannya sendiri.
“Kalau kau memang betulan ingat, coba ceritakan padaku bagaimana kau bisa sampai berada di pulau.” Hiro bersedekap, dengan alis terangkat.
“Aku mengacaukan proyek ayah.” kata Yoshi perlahan, menatap kosong ke satu titik di tembok kamar. Seolah ingatannya yang hilang terpampang di sana. “Aku berusaha membebaskan orang – orang yang diculik ayah. Tapi, gagal….Ayah murka dan membuangku ke pulau, bersama lima orang lainnya.”
“Kau ingat.” Hiro, tampak terkesima. “Tak bisa dipercaya.”
“Aku juga tak mengerti.” Yoshi menggeleng.
“Oke, oke.” kata Hiro buru – buru. “Ini memang aneh. Tapi mungkin kita harus membahasnya lain waktu. Yang paling darurat saat ini adalah, bagaimana mengeluarkanmu dari sini. Kau dalam bahaya, Yoshi. Ayah bisa menyingkirkanmu kapan saja, dan jika itu terjadi, Aku tak yakin bisa menolongmu lagi.”
“Kurasa aku tak bisa kabur semudah itu sekarang.” Yoshi melihat tato di lengannya, yang jadi penanda statusnya sekarang: Objek penelitian. Semua ‘objek penelitian’ dipasangi pelacak berteknologi canggih, yang sanggup melacak dan melumpuhkan dari jarak jauh. Rasanya mustahil untuk kabur.
“Secara teknis, ya.” kata Hiro cepat. “Ayah bisa melacakmu kemanapun, melumpuhkanmu sampai ke level mati suri, membuatmu sadar dan pingsan berganti-ganti, sesuka hatinya, semudah memainkan sakelar lampu. Tapi kita beruntung. Seseorang meretas sistem kita.”
“Apa?” kata Yoshi kaget. “Siapa?”
“Aku masih belum tahu soal itu.” Hiro menggeleng. “Yang pasti, Ayah kehilangan kontrol atas seluruh sistem, termasuk sistem pelacak. Ayah masih bisa mengetahui posisimu, tapi tidak bisa melumpuhkanmu. Situasi ini memberi sedikit celah yang bisa kita manfaatkan.”
“Untuk berapa lama? Ayah tak mungkin tinggal diam membiarkan sistemnya diretas.”
“Itu dia masalahnya. Kita harus bertindak cepat dan tak boleh salah langkah sedikitpun.” bisik Hiro. “Aku tak tahu seberapa banyak waktu yang tersisa sekarang. Jadi—dengarkan aku baik – baik.”
***
SHIRO-ISSI terlonjak kaget, ketika Lyn menghambur masuk ke dalam kantornya, sambil berteriak – teriak panik. Asisten seniornya itu tampak kacau dan pucat pasi, seperti habis melihat hantu. Belum pernah dia melihat Lyn hilang kendali seperti ini.
“Kau kenapa?” hardik Shiro-Issi.
“Kode nol empat—Profesor.” engah Lyn terputus – putus. “Transformasi—berubah anomali—”
“Bicara yang jelas!”