Penampakan kamar yang putih bersih, terasa bagai deja-vu bagi Laras, saat kelopak matanya membuka. Dia mengerang tak nyaman. Dibuat pingsan kembali, ketika belum lama bangun dari kondisi tak sadarkan diri, ternyata sungguh menyiksa. Kepalanya lebih pening sekarang dan terasa begitu berat.
Laras melihat jam tangannya, berusaha mengira – ngira berapa lama dia tak sadarkan diri. Tapi sulit, karena jam tangannya hanyalah jam analog, yang tidak menunjukkan pergantian siang-malam dan pergantian hari. Kemungkinannya terlalu banyak.
Aku harus pergi dari sini.
Setengah sadar, Laras mulai mencabuti kabel – kabel monitor medis yang menempel di kepala, dada dan berlanjut ke tangan. Punggung Laras tersentak tegak, ketika mencabut sesuatu yang menempel di tangan kirinya. Dia berteriak kaget. Pedih dan nyeri menyergap. Bukan main sakitnya. Begitu intens, sampai – sampai kesadarannya tersengat pulih sepenuhnya.
Laras meringis melihat tangan kirinya yang gemetar kesakitan dan berdarah, ternyata yang dicabutnya tadi bukanlah kabel, melainkan selang infus. Sambil menyumpah – nyumpah, mengutuki kebodohannya sendiri, Laras mengambil bantal, menarik lepas sarungnya dengan satu tangan lalu memakainya untuk membebat luka.
Laras menurunkan kakinya ke lantai, berpegangan pada tepian tempat tidur, lalu berjalan tertatih – tatih ke pintu. Laras mencoba menarik pegangannya, tanpa dia duga, pintu itu langsung membuka. Mereka tidak menguncinya? Laras membatin heran, sambil menyelinap keluar ke koridor.
Suasana koridor di luar kamar sungguh mengagetkan Laras. Untuk sesaat, dia mengira dirinya telah kembali ke bungker penuh teror di pulau. Penerangan yang remang dan atmosfer koridor yang hening janggal, membuatnya tak nyaman.
Jangan ada mayat hidup lagi. Laras berdoa dalam hati sambil menengok ke kiri dan kanan, mencoba mengandalkan intuisinya untuk memutuskan arah mana yang akan dia ambil. Laras baru saja memutuskan mengambil jalan ke kanan, ketika sebuah suara jeritan muncul dari arah kiri. Laras berbalik dan langsung dicekam ngeri.
Di ujung koridor yang jauh, lewat segerombolan orang, yang sedang mendorong tempat tidur beroda. Di atasnya, terikat seorang perempuan yang Laras kenal,sedang menjerit dan meronta minta dibebaskan.
“Lucy.” Laras berbisik tertahan. Tanpa pikir panjang dia mengganti haluan, membuntuti rombongan orang – orang yang membawa Lucy.
***
PENJAGA pintu gudang senjata menegakkan punggung dan bahunya, ketika melihat Hiro berjalan ke arahnya. Dengan sigap dia mengangkat tangan lalu memberi hormat. “Kapten Hiro, Pak.” sapanya dengan intonasi tegas.
Hiro balas menghormat. “Semua aman, Raj?”
“Aman terkendali, Pak.” Raj melapor, kedua tangannya bertaut di belakang punggung.