Laras tersenyum penuh haru, melihat bayi laki - laki yang baru lahir, di pelukan Lucy. Kehadiran mahkluk mungil itu, bagai setitik penghiburan, di tengah segala kekacauan dan musibah yang menimpa mereka beberapa hari ini.
“Terimakasih, Laras.” setetes airmata mengalir di pipi Lucy. “Terimakasih.”
“Sama – sama.” Laras menggenggam tangan Lucy.
“Laras, Lucy. Maaf memotong pembicaraan.” Yoshi datang mendekat. “Kita harus pergi sekarang.”
“Pergi?” kata Laras. “Tapi, Lucy baru saja melahirkan.”
“Kesempatan kita sudah sangat tipis.” kata Yoshi selembut mungkin. “Kita harus pergi sekarang.”
Beberapa meter di belakang Yoshi, tampak Hiro sedang menariki jejeran tempat tidur yang tersisa, bersama Lyn, Robin dan Astrid, untuk mempertebal barikade. Pintu bangsal perawatan sudah mulai menganga. Terdorong tangan – tangan mayat hidup yang memaksa masuk.
“Ayo bergerak, kalau begitu.” kata Lucy tegar, meskipun wajahnya pucat. Dia bertumpu ke pinggiran tempat tidur lalu mengangkat tubuhnya bangkit.
“Lewat jalan mana?” kata Laras, memegangi Lucy yang berdiri gontai.
“Jalur pipa.” jawab Yoshi cepat.
“Apa?” Laras membelalak syok.