“Akhirnya kamu datang,”
Akhir tahun lalu merupakan momen pertama dimana Raditya memberanikan diri untuk mengutarakan maksudnya.
Tangan Raditya gemetar, matanya tak sanggup menatap lurus ke arah Ursa. Berbagai pertanyaan muncul di kepala Ursa. Apa mungkin Raditya merasa malu karena ia mabuk saat terakhir mereka bertemu? Atau mungkin ia merasa jelek? Padahal ia cukup tampan dengan kemeja hitam dan celana krem, di tambah sorot tajam matanya, sudah pasti banyak gadis yang menyukainya. Ah, Ursa melupakan satu hal. Gadis yang dijadikan sebagai latar gambar di ponselnya, apa mungkin ia merupakan kekasihnya? Malam itu Ursa tidak begitu memperhatikan wajahnya, satu yang terlintas di kepalanya: gadis itu tidak secantik dirinya.
“Ka-kalau gitu, ayo, kita jalan-jalan,” ajak Raditya sembari membalikkan badan.
Ursa melangkah mengikuti Raditya tanpa berkomentar. Sesekali Raditya memulai percakapan, tapi Ursa hanya menjawab seperlunya. Ini bukan pertama kalinya ia kencan dengan seorang pria, tapi ini baru pertama kalinya ia kencan dengan pria yang membuat hatinya berdebar.
“Mau makan apa?” tanya Raditya kemudian.
“Mie ayam,” jawab Ursa tanpa pikir panjang. Otaknya mengutuk lidahnya yang bisa-bisanya mengeluarkan kata-kata tanpa persetujuannya.
Raditya terbelalak karena jawaban Ursa tak terduga, tapi buru-buru ia menutupi ekspresi terkejutnya. “Oke, kita makan di resto…–”
“Uhm, di pinggir jalan aja.” Usul Ursa. “Ini akhir tahun, setahuku di sekitar Sleman baru dibuka layar tancap khusus film barat. A-aku sudah mencari di internet kalau hari ini penayangan serial Game of Thrones musim kedelapan, aku belum sempat menonton episode terakhirnya.”
“Oh, kamu suka Game of Thrones? Aku juga penasaran dengan akhir ceritanya,” gumam Raditya. “Ah, maaf, yaudah ayo kita ke sana,”
Raditya dan Ursa pun menaiki salah satu taksi yang melewati jalan raya. Mereka sangat canggung, seakan-akan enggan membuka mulut untuk berbasa-basi. Beberapa kali Ursa melihat kalau ponsel Raditya berdering, seseorang mencoba untuk menghubunginya.
Ursa membuang wajahnya, menatap jalanan dengan perasaan sebal.
“Siapa karakter kesukaanmu di GoT?” tanya Raditya memecah keheningan.
“Sansa,”
“Little bird,” Raditya menirukan panggilan The Hound untuk Sansa.
Senyuman tipis terpampang di wajah Ursa. “Kalo kamu?”
“Satu-satunya, Daenerys.” Raditya tampak sangat bangga. “Mother of Dragons.”
“Ya, tipikal sekali,” cibir Ursa.
“Tipikal? Tentu saja, Daenerys itu simbol kebebasan!” Raditya mengelak.
“Membebaskan perbudakan dengan menyalib para majikan? Dia itu psikopat.”
Mimik wajah Raditya berubah. “Kamu sudah nonton episode Long Night? Daenerys berjuang di garis terdepan, bahkan saat Drogon meninggalkannya di tengah-tengah White Walker. Sedangkan Sansa…,”
“Bagaimanapun, kamu terlalu fokus dengan aksi heroiknya sampai-sampai melupakan fakta kalau dia anak dari Aerys II Targaryen si Raja Gila.” Papar Ursa tak mau kalah. “Orang gila mana yang masih mengidolakan Daenerys setelah musim keempat?”
“Aku dan Anta…,” lidah Raditya kelu. Nama itu sungguh membuatnya tercekik. Bersamaan dengan momen ini, tiba-tiba saja layar ponselnya menunjukkan ada dua puluh panggilan tak terjawab dari Antari.
Suasana membeku kembali. Raditya memiliki firasat kuat kalau Ursa sudah mengetahui ia memiliki kekasih, tapi Ursa mengabaikannya. Hatinya berdebar kencang, mungkinkah yang ia lakukan sekarang sama dengan berselingkuh? Tidak, bukan itu tujuan Raditya.
Mobil berhenti tepat di tujuan mereka. Raditya memimpin jalan dan meminta Ursa untuk mencari tempat duduk selagi ia memesan makanan. Ursa mendapatkan meja yang cukup jauh, namun beruntung sekali pelanggan yang berada di meja terdepan sudah selesai makan. Dengan begitu Ursa bisa mendapatkan tempat terbaik untuk menonton episode terakhir serial kesukaannya.
Pemutaran serial Game of Thrones episode 5 akan dimulai sebentar lagi, makanan mereka juga sudah tertata rapi di meja. Ciri khas lagu pembuka Game of Thrones menggelegar, beberapa penonton sudah fokus ke layar tancap di depan mereka.
“Ayo kita taruhan. Siapapun yang menang bisa meminta apapun,” tantang Raditya. “Siapa yang akan menang: Daenerys atau Cersei?”
“Tentu saja Daenerys,” tukas Ursa. “Ayo kita bertaruh siapa yang akan mendapatkan akhir cerita yang baik? Sansa atau Daenerys?”
Raditya mengulurkan tangan yang langsung dijabat oleh Ursa. “Deal.”
“Deal.”
Cuplikan momen di episode empat dimainkan di pemutaran awal film. Adegan dimana Rhaegal, salah satu naga milik Daenerys, mati karena ditembak oleh Euron Greyjoy dengan tombak raksasa. Semua penonton berbisik sumpah serapah atas kekejian Cersei, bahkan Raditya merasakan kalau jantungnya terlalu lemah untuk melihat ulang cuplikan itu.
Daenerys berubah menjadi Ratu Gila seperti ayahnya, bahkan ketika bel sudah berbunyi tanda King’s Landing sudah menyerah. Hanya jelang lima menit untuk lanjut ke pemutaran episode terakhir. Baik Ursa dan Raditya tidak banyak berbincang, mereka fokus ke jalan cerita dan taruhannya.
Sial bagi Raditya, hatinya hancur berkeping-keping ketika melihat gadis yang ia bangga-banggakan harus berakhir seperti itu. Sepertinya bukan hanya Raditya yang kecewa dengan akhir ceritanya, tapi semua penonton terkejut menyaksikan adegan terakhirnya.