UNIVERSE

Nadine Mandira
Chapter #9

CFBDSIR2149 - PLANET TANPA TUJUAN

Antari menghapus air matanya. “Kakak bilang bisa membantu aku, sekarang aku mau tau pertolongan seperti apa yang kakak maksud.”

“Kayaknya aku nggak bisa bantu kamu, deh, maaf.” Semesta menarik diri. “Cuma kamu yang bisa ngebantu diri kamu sendiri.”

Selama ini, Antari selalu mendapatkan apa yang ia mau. Ibu dan kakaknya rela melakukan apapun untuknya, begitupun dengan Raditya yang siap melindunginya. Baginya, ketiga orang itu lebih dari cukup. Antari tidak butuh banyak teman untuk berbagi cerita, toh ibu dan Adam merupakan teman gosip terbaik. Lalu ia juga tidak memerlukan teman lainnya untuk berdiskusi tentang gundah di kepalanya, sebab Raditya bisa menjadi teman berdiskusi yang seru. Mungkin hanya ada satu hal yang tidak bisa ia ungkapkan ke mereka: kecemasan akan rupa dirinya.

Hujan mulai turun, tapi Semesta segera membuka payungnya dan mengarahkannya ke Antari. Benar juga yang Semesta katakan tempo hari, ia tidak memiliki teman untuk diajak bicara. Banyak cerita yang ingin Antari luapkan, tapi ia tahu Raditya tidak akan sanggup menerima semuanya. Terkadang ia hanya menjadi pendengar yang tidak pernah membantah satu kalimatpun ketika Raditya menjelaskan mimpinya, karena bagi Antari apa yang sudah Raditya rencanakan sudah sempurna dengan atau tanpa saran darinya. Tentu saja sampai sekarangpun Antari tidak bisa menceritakan perundungan yang sudah ia alami kepada ibu dan Adam. Hal ini membuatnya gila.

I thought he is my sun,” katanya kemudian. Tangisnya menyatu dengan gemuruh.

Jika saja Raditya masih di sisinya, mungkin segala hal akan jauh lebih mudah untuknya. Ia masih ingat betapa bangganya dia bisa berjalan dengan kepala terangkat saat melewati Ghea dan teman-temannya karena cahaya Raditya melindunginya dari kegelapan. Senyuman hangat dari kekasihnya membuatnya berusaha untuk menampilkan sisi terbaik dirinya. Antari sudah melihat ibunya menangis setiap malam, ia tidak akan membiarkan dirinya ditinggalkan hanya karena paras. Namun fakta kalau Raditya akan segera menikah membuat dadanya berkecamuk.

Siapa gadis itu? Apa yang ia lakukan hingga Raditya berpaling? Sudah berapa lama mereka saling kenal? Bagaimana jika selama Raditya masih berpacaran dengannya, Raditya sudah berselingkuh? Tidak, Raditya bukan tipe pria bajingan seperti itu. Jika memang iya, Antari yakin itu merupakan rasa ketertarikkan sesaat. Sekali lagi, faktanya mereka akan menikah.

Raditya bukanlah pria yang akan menikahi sembarangan gadis. Setidaknya Antari percaya akan hal itu. Lalu, apa gadis itu jauh lebih baik darinya? Mungkinkah gadis itu bisa memberikan sesuatu yang tidak bisa Antari berikan? Suatu kenyamanan yang tidak bisa Raditya dapatkan saat bersama Antari? Tunggu, apa gadis itu… lebih cantik? Sejauh ini, Antari selalu ada untuknya. Satu-satunya kekurangan yang bisa Antari pikirkan adalah ia tidak cantik? Seperti apa cantik yang Raditya dambakan? Bagaimanapun, ia sudah terlambat.

Antari selalu mengitari Raditya, tanpa henti dan tanpa lelah. Seperti yang sering kali ia katakan, Raditya merupakan mataharinya.

Mereka muda, tanpa keraguan, tanpa ketakutan, tanpa harga diri.

Satu kalimat yang dilontarkan Jonathan mengenai Elsa Greer terputar di kepalanya. Cinta Elsa begitu dalam, cinta klasik anak muda yang menganggap cinta pertamanya merupakan seorang pahlawan. Elsa tanpa ragu memasuki rumah Caroline Crale dan mengatakan kalau ia dan Amyas akan segera menikah. Benar-benar wanita muda yang tidak tahu harga diri.

“Wanita itu seperti Elsa Greer,” ujar Antari tanpa menoleh ke Semesta. “Berpikir dia akan segera menikahi Amyas, padahal dia hanya salah satu mainannya.”

Semesta terdiam, ia pun duduk di samping Antari.

She stole my brightest star,” Antari kembali menghapus air matanya.

“Mungkin iya, mungkin nggak.” Semesta menyanggah. “Pernah nggak kamu kepikiran kalau bisa aja ‘dia’ bukan matahari kamu. Entah dia atau kamu yang tersesat, mungkin kalian merupakan bagian tata surya yang berbeda.”

Antari menatap tajam Semesta, menunjukkan tanda ketidaksetujuannya.

 “Planet yang berkelana sendirian di luar angkasa tanpa bintang induk,” tutup Semesta.

Bibir yang siap mengeluarkan sanggahan atas opini Semesta kembali terkatup. Antari membuang wajahnya, enggan untuk berbicara lebih lanjut. Bus yang mengarah ke rumah Antari sebentar lagi tiba, ia meninggalkan Semesta tanpa pamit. Semesta tidak mencegahnya pergi, ia hanya mengikutinya dengan payung yang sudah tidak bisa menjangkau Antari. Dengan sabar, Semesta ikut menunggu bus itu sampai Antari menapakkan kakinya ke pintu masuk.

“Kamu butuh teman, Tar,” saran Semesta sebelum bus berlalu.

“Jangan sebutkan nama gadis itu ataupun menunjukan wajahnya!”

Perintah Ursa saat pertemuan kedua mereka, tepatnya awal bulan Juli tahun lalu. Persis di tempat yang sama dimana Ursa menampar Raditya. Mengingatnya membuat pagi yang hangat menjadi panas. Keduanya duduk bersebrangan dengan dua cangkir kopi di meja yang membentang.

Lihat selengkapnya