Universe.

Moon
Chapter #3

02.

Hidup seseorang seperti sebuah jalan.

Kadang berkelok, menanjak, menurun, menikung tajam, atau terkadang buntu.

Tak ada satu pun manusia yang lepas dari jerat hidup yang ditentukan sejak awal. Terpikir mengubah pun kita harus memiliki tekad yang kuat dan jelas sehingga dapat mendobrak dan membantah semua jalan yang ditentukan terlebih dahulu.

Lyana salah satu dari manusia yang memiliki gurat takdir yang tertulis pahit dan kejam.

Semenjak dari lahir sampai ia berusaha membebaskan diri malam itu, hidupnya diisi ketakutan dan penyesalan serta kekecewaan terhadap keadaan yang memaksa semua yang semula penuh suka menjadi kebalikannya yang membawa Lyana hidup dalam siksaan batin berat.

Aryla membantunya bertahan. Sahabat semenjak mereka masih belajar berjalan itu mendukungnya tanpa henti sehingga ia dapat keluar dari perasaan yang menyiksa dirinya itu dan ketika semuanya serasa damai, mereka dipertemukan Carla dan Sora hadir melengkapi kehidupan remaja yang baru dirasakannya sekarang.

Butuh waktu lama melupakan semuanya dan memulai hidup baru. Namun sebagaimana telah mengikutinya sejak awal, takdir tetap membawanya kembali pada kenyataan bahwa ia masih terikat pada orang-orang masa lalu yang teramat dibencinya.

“Lyana, tenang,” interupsi dari Aryla membuat lamunannya terbuyar. Mereka sekarang berada di atap sekolah mengingat di sekolah ini muncul sosok yang membuat Aryla gelisah beberapa hari ini.

“Aku tak apa, Ar,” balas Lyana mengulas sebuah senyum di bibir pucatnya.

Carla cemberut lalu menangkup kedua pipi gadis muda itu agar menghadapnya, “Apa yang ‘tak apa’ ? Lihat wajahmu! Kau seperti zombie di film yang baru-baru ini kutonton,”

“Apa lebih baik kau izin saja beberapa hari? Guru-guru pasti mengizinkan jika melihat wajah pucatmu, terlebih absensimu hampir tak pernah bolong,” tanya Aryla. Ia benar-benar tak suka sahabat yang sudah seperti saudaranya sendiri itu terpuruk, lagi.

Kepalanya menggeleng pelan, “Bahkan ini belum satu bulan kita memulai sekolah. Aku tak apa, sungguh,”

Carla dan Aryla bersitatap sejenak sebelum menghela nafas. Jika Lyana sudah berkata seperti itu, berarti mereka tak bisa memaksanya lagi. Mungkin bisa tapi—harus adu mulut terlebih dahulu dengan gadis keras kepala itu.

“Lebih baik kita turun, kita disuruh ke perpustakaan untuk pelajaran selanjutnya,” ujar Aryla sambil menepuk-nepuk bagian belakang roknya dan berjalan terlebih dahulu diikuti Carla dan Lyana.

“Aku akan mencari novel baru di perpustakaan,” ucap Carla riang mendapat tabokan di lengannya. “Awwww, Aryl!”

Aryla menatapnya sinis, “Terakhir kali kau hampir dihukum membaca novel padahal kita disuruh membaca buku sejarah, kau mau dihukum menulis satu buku mengulang?”

Carla mengerucutkan bibirnya, “Tapi ‘kan novel yang kubaca itu tentang kerajaan zaman dahulu.. Bukankah itu sejarah?”

“ITU BEDAA!!!”

Dan terjadilah perdebatan antara Aryla dan Carla, Lyana tertawa melihat kedua temannya berdebat dan saling mendorong lalu tertawa. Mereka benar-benar yang mengatur mood Lyana. Tawa mereka bagai sebuah musik di kepala Lyana yang membawa zat kebahagiaan ke otak dan hatinya.

Mereka berjalan menuruni tangga menuju perpustakaan lantai satu. Teman kelas mereka sudah di depan perpustakaan menunggu guru pengajar sementara sebagian berada di dekat lapangan untuk melihat murid tingkat satu yang sedang mengikuti MPLS.

“Murid-murid tahun ini katanya cantik-cantik loh,” suara dari seorang siswa terdengar saat mereka melewati lapangan.

“Widih, lihat tuh yang dikuncir,” sahut yang lainnya.

“Adek yang satu itu ganteng bangett,” para siswi juga menimpali.

Lyana yang penasaran langsung berhenti diikuti dua gadis yang berjalan bersamanya. Lyana menatap lapangan yang dipenuhi para murid tingkat sepuluh. Namun tatapannya terhenti di seseorang yang sedang bermain bola bersama teman-temannya.

“Lya?” panggil Aryla sambil menepuk bahu Lyana yang terdiam dan ikut menatap lapangan. “Liat apa?”

“Liat cogan kali ya,” ucap Carla yang menyipit karena memperhatikan lapangan. “Banyak sih, tapi sampai sefokus itu yang mana cogannya, Lya?” tanya Carla mendapat pukulan lagi dari Aryla.

“Ryl..” Panggil Lyana pelan sambil berbalik badan dan menatap Aryla.

“Hm? Kenapa Lya?” tanya Aryla yang mulai cemas.

“Kenapa disana.. Cewek itu Ar..”

***

Langit malam yang dihiasi awan-awan gelap menutup hari ini. Bintang-bintang serta rembulan indah yang seharusnya disana malah tertutupi oleh eksistensi awan gelap diikuti gemuruh dan kilatan cahaya. Malam itu akan jadi malam yang dingin.

Lyana termenung sembari duduk di dekat jendela ruang tamu. Terlalu banyak hal memenuhi pikirannya saat ini. Bahkan Tuhan tak memberi jeda untuknya menyesuaikan diri, semuanya datang melimpah ruah dan memenuhi pikirannya.

Lihat selengkapnya