Universe.

Moon
Chapter #4

03.

Masa lalu bukanlah hal bagus untuk dikenang terus-menerus, terlebih jika bagian dari masa lalu itu merupakan kepingan yang membuat kita merasa kecewa dan down. Banyak orang memilih melupakan, meninggalkan tempat lama dan berpindah ke tempat baru, atau sama sekali tak menemui hal-hal yang berbau masa lalunya.

Namun, bagaimana ceritanya jika masa lalu itu yang mengejar?

Kemanapun kaki kita melangkah, tempat kita berpijak ia akan selaalu menghantui kita dan menemukan kita. Karena suratan takdir yang dibuat Tuhan rupanya masih belum dibuat usai dengan masa lalu yang kita tinggalkan. Entah tentang harta, kejelasan, salah paham, atau apapun itu.

Lyana membenci kenyataan sebenarnya jika ia lari dari masa lalu yang menghimpitnya itu. Ia juga membenci bahwa ia masih saja dipertemukan dengan sang kakak yang tentu mencarinya, kali ini bahkan ia membawa adik tirinya ke sekolah tempat ia berada.

Mereka membenci satu sama lain buka karena tanpa alasan.

Hal ini berawal dari pertikaian orang tua mereka. Hubungan rumah tangga mereka mulai tak sehat dan harmonis di saat Lyana dan sang ayah mengalami kecelakaan cukup parah ketika sang gadis berumur 14 tahun yang membuat salah satu kaki ayah Lyana harus diamputasi.

Sang ibu yang sama sekali belum bisa menerima keadaan suaminya, beralih ke orang lain disaat suaminya terpuruk dan putrinya— Lyana masih terbaring karena luka punggung sedang yang membuatnya harus bedrest selama berbulan-bulan.

Itu hanyalah awal dari semua mimpi buruk yang terjadi.

Dan di hadapan gadis yang kehilangan segalanya itu muncul buah pernikahan ibu dan lelaki selingkuhannya, Cyara Raveena Talita.

“Cepat ambil bola kalian!”

Suara tegas itu membuyarkan lamunan Lyana yang masih bertatapan dengan sang dara yang memberikannya senyuman manis. Lyana segera membuang muka ke arah lain dan memejamkan matanya erat-erat. Ia benar-benar merutuki situasi dimana dia terlihat lemah di hadapan orang yang dibencinya.

“Carla, ke UKS aja ya?” ucap Aruyla mengelus perlahan kepala Carla yang berdenyut. Lyana segera memberikan minuman mineral miliknya ke Carla. Ya, lebih baik ia mengkhawatirkan Carla sekarang.

“Enghh— Gak usah deh,” balas Carla pelan sambil meneguk minuman milik Lyana. Kepalanya menjadi sangat berat dan pening melandanya sekarang.

“Apanya yang gak usah?! Udah benjol kayak gitu,” ucap Lyana sambil menatap cemas.

“Nggak seriusan deh,” balas Carla mengurut-urut kepalanya.

“Mending sekarang kit— DARAH CARRR!!!” teriakan Aryla membuat heboh karena dari hidung Carla mengalir cairan pekat berwarna merah tersebut lalu tak lama Carla limbung ke belakang.

Tangan Leandro dengan sigap menangkapnya karena ia yang berdiri di belakang Carla. Ia segera menyalipkan tangannya di sekitar ketiak dan kaki Carla dan terburu-buru menggendongnya.

“Kalian beresin aja buku-buku, Lyana mending lo ikut gue,” ucap Leandro panik dan segera berlari menuju UKS.

Lyana yang terpanggil segera mengangguk dan ikut berlari mengejar Leandro yang berlari di depan. Murid-murid di koridor membuka jalan dan memperhatikan mereka yang berlarian terburu-buru bahkan dalam sekejap mereka sampai di lantai dua. Sejenak Lyana yang berlari dapat menangkap tatapan mata Axel yang melihatnya berlari di hadapannya, namun itu tak penting sekarang. Carla yang harus dikhawatirkan semakin memucat.

“BU! ADA PASIEN!!!”

***

“Jangan paksakan diri, ya. Tubuhmu itu lemah,” ucap seorang wanita yang memeriksa Carla sambil tersenyum manis.

“Iya, Bu. Salah saya maksain begadang beberapa hari ini,” aku Carla tersenyum tipis. Hari ujian semakin dekat tentu banyak dari para siswa memilih waktu belajar lebih banyak bahkan sampai dini hari.

“Gaada gunanya kalau kamu sakit padahal sudah capek-capek belajar,” nada bicara lembut namun kata-kata yang menceramahi tersebut membuat tiga orang di UKS itu manggut-manggut. “Serius gak mau pulang?”

Yang bersangkutan mengangguk mantap, “Gak apa-apa, Bu. Udah sehat kok ini, Makasih yang, Bu,” kata Carla sembari turun dari kasur dan berpamitan kepada ibu UKS.

Baru saja pintu UKS tertutup, Carla kembali disuguhi pertanyaan “Beneran gapapa?” Leandro nampak masih khawatir.

“Gapapa, Makasih ya udah gendongin aku. Berat padahal,” ucap Carla.

Leandro tertawa kecil, “Iya sih, berat. Tanganku pegel,” Leandro segera menapak beberapa langkah menjauhi Carla melihat tangan Carla bersiap ‘menyerangnya’. “Gue balik dulu, sehat-sehat ya,”

Leandro memang berlalu dan telah berlari menuju ke kelas namun sepertinya keberadaanya meninggalkan kesan di diri Carla sampai ia terus-menerus termenung menatap lorong yang telah kosong itu. Lyana yang merasa dicueki segera berdeham keras di telinga Carla.

“EHEM! MBAK KE KELAS YUK!”

“ISH! Kaget tahu!” balas Carla mengusap telinganya yang berdengung. Lyana hanya tertawa kecil dan segera menarik tubuh Carla berjalan menuju kelas mereka.

Tak terasa waktu berjalan terlampau cepat hingga mereka sampai di penghujung ajaran kelas sekarang. Anak remaja bertebaran di lorong mana pun terlebih di lapangan sekolah. Banyak dari mereka yang mengeluh karena kelelahan belajar, ada yang ingin cepat pulang dan makan atau istirahat. Terlewati sudah satu hari mereka menuju hari ujian. Benar-benar waktu yang singkat.

“Akhirnya rumah!!!” ucap Aryla meregangkan tubuhnya sampai terdengar bunyi tulan-tulang yang khas. Terlalu lama duduk menyebabkan sendi-sendi kaku dan tegang serta pegal.

Lyana nampak tertawa, “Carla cepat pulang sana, istirahat mumpung besok Sabtu,”

“Yaa..” ucap Carla merekahkan senyuman.

Usai menyusun buku dan merapikan meja, mereka berjalan keluar bersama. Nampak juga Sora dan kedua temannya menunggunya membuat mereka serombongan yang amat ramai terlebih mereka cukup berisik karena berbincang dan bercanda sepanjang jalan.

Lihat selengkapnya