Universe.

Moon
Chapter #10

09.

“Lyn!”

Kepala yang terpanggil otomatis menoleh ke asal suara teriakan feminim di ujung lorong yang sedang berlari ke arahnya sambil menarik-narik orang di gandengannya agar tak tertinggal langkah.

Lyana tersenyum lembut. “Udah ngambil raport?”

Hari ini adalah hari pembagian raport. Sebagian murid antusias menunggu hasil setelah satu semester yang panjang sementara sebagian lain merasa tak bersemangat menunggu hasil karena merasa kurang maksimal. Hasil ini akan menjadi penentu pola belajar kelak di semester akhir tiap kelas.

Aryla menggeleng pelan sambil mengatur nafas. “Hah— Belum, mama belum dateng,” ia menjeda saat menarik nafas demi paru-parunya, “Nenekmu udah dateng?”

“Udah, tuh lagi nunggu giliran bentar lagi,”

“RYLAA!! CARLA!! MAMA TELAT!!!”

Teriakan kembali mengisi liang pendengaran bersamaan dengan suara ketukan sepatu hak di lorong yang lumayan ramai dengan murid-murid dan orang tua. Nampak sosok wanita paruh baya tiba di hadapan mereka.

“Nggak telat kok, Ma,” balas Aryla sambil menunjuk ke kelas yang tidak terlalu ramai.

“Cepet masuk, Ma! Carla gak sabar pengen tahu nilai!!”

“Iya-iya, sabar ih! Lyana, nenek udah dateng?” menanyakan pada si gadis yang terdiam sedari tadi.

“Sudah kok, Tante. Nenek di pojok sana,” jawabnya sopan sambil menunjuk sudut kelas dimana neneknya sedang memainkan handphonenya.

“Ohh, yaudah. Tante masuk dulu,” ia berujar sambil beranjak masuk ke ruang kelas.

Namun rupanya pembagian hasil nilai mereka memakan waktu cukup lama karena menunggu setidaknya hampir orangtua murid datang ke ruang kelas yang membuat para murid yang menunggu kebanyakan bosan menunggu. Tak terkecuali tiga gadis yang sudah menunggu sekitar tiga puluh menit sejak kedatangan mama Aryla.

“Eh, mending ke kelas dua belas, skuy,” ajak Carla mendadak. “Leandro bilang mereka juga lagi nunggu,”

“Ekhem, yang mau ketemu pacar ya?” goda Aryla mendapati Carla yang sudah bersemu merah.

“Apaan— Lagian pacarmu juga kan disana,” tak mau kalah, membawa Sora dalam hal ini.

“Debatnya sambil jalan aja ya? Biar cepet sampai,” balas Lyana berjalan mendahului dua sejoli.

Mendadak sikut Aryla tersenggol membuat empunya menatap tanya Carla. “Menurutmu Lyana aneh gak? Dari kemarin diem terus, apalagi kayak ngehindar Ethan,”

Aryla menghela nafas sesaat. “Biarin mereka yang nyelesain, jangan ikut campur,” ingatnya mendapat gerutu dari sang gadis.

Tak butuh waktu lama sampai di ruang kelas dua belas karena berada di lantai yang sama. Terlihat jelas Leandro dan Alvaro yang melambai pada mereka begitu mendekat serta Sora juga Ethan. Di sekitar ruang kelas dua belas sendiri tidak terlalu ramai karena kebanyakan para murid memilih pulang atau sedang mengejar tugas tambahan.

“Hei, manis,” sapa Leandro begitu Carla sampai disana yang mendapat cubitan di lengan. “AWWW— IYA IYA MAAF KECEPLOSAN!”

Kejadian itu mengundang tawa antara mereka. Tangan Carla sendiri masih setiap mencubiti tiap inci kulit Leandro membuat lelaki itu meringis sesekali berteriak. Memang saat keduanya dipertemukan selalu saja ada hal lucu yang terjadi antara pasangan tersebut, bisa dibilang mereka pasangan lucu sementara Sora dan Aryla menjadi pasangan yang kalem dan elegan karena mereka lebih dewasa untuk beberapa hal.

“Ethan?”

Yang dipanggil menoleh dan membuat suasana lebih tenang. Nampak seorang pria keluar dari ruang kelas mereka disusul seorang wanita sambil menenteng sebuah buku besar di tangan; raportnya Ethan. Wanita itu lalu menjewer telinga Ethan yang membuatnya menjerit kesakitan.

“AAA!! Ma, Ma, Ma sakitttt!!” Serunya terkejut.

Mamanya langsung melepas dan menatap kesal. “Main game aja terus, nilai turun kan! Awas aja kalau kamu gak lulus!”

“Ucapan itu doa loh, Than,” goda Sora menahan kikikan.

“Nggak lagi kok, Ethan janji,” memasang tampang memelas. Ia tak menyangka akan dimarahi langsung seperti ini.

“P-U-L-A-N-G! Mama lanjut hukum kamu dirumah,” ujar wanita yang langsung berjalan menjauh sekalian berpamitan namun terhenti begitu melihat Lyana.

“Eh, Lyana.. Gimana? Udah sembuh?” menggenggam kedua tangan sang gadis dan menatap hangat dirinya.

“Eh, udah kok tante. Makasih udah ngerawat Lyana,” Lyana memberi senyuman. Tak tahan, ibu itu memeluk gemas Lyana.

“Aduh gemes banget sih!” ucapnya begitu terlepas satu sama lain. “Tante pulang dulu ya, sampai ketemu lagi!” ia beranjak pergi diikut papa Ethan yang nampak menunduk; mengucap salam secara tak langsung dibalas langsung oleh Lyana.

“Jalan-jalan yuk abis ini!” ujar Alvaro melirik ke Ethan yang sudah menatapnya horror.

“Ide bagus! Seru nih!” tambah Sora mengangkat kedua alisnya yang membuat lengannya dipukul ringan Ethan.

“Kalian aja ya, nenek udah nelpon,” tutur Lyana melihat notifikasi pesan dan panggilannya.

Ia segera beranjak begitu melambaikan tangan ke sahabat-sahabatnya. Bergegas agar tak membuat sang nenek menunggu namun tentunya perjalanannya selalu tak mulus bukan?

“Wah-wah, lihat siapa ini,”

“Jangan ganggu aku, aku sibuk,”

“Aku memang tak berniat ganggu kok, cuman titip pesan untuk nenek agar segera memberi keputusan,”

Lyana menghela nafas sambil mengalih pandang dari orang di hadapannya. Entah bagaimana bisa ia sesial ini. Harus bersitatap dengan sang kakak yang sebenarnya sangat ia hindari karena perasaan yang terlalu campur aduk.

“Silahkan bilang secara langsung,”

Grep.

“Aku hanya menitip pesan pun kau tak bisa?”

“Lepas, Axel!” pekik tertahan saat lengannya dicengkram kuat. Dirasa sepertinya akan meninggalkan bekas disana.

“Dengarkan baik-baik, kebahagiaanmu akan segera berakhir. Yang tetap berada di sampingmu akan meninggalkanmu satu per satu,”

Plak.

Matanya menatap tajam lawan bicaranya. “Oh ya? Yang aku lihat kehancuran dan perpecahan akan segera menghantui kalian semua,” tandasnya begitu melempar tamparan dan segera menarik paksa tangan.

Yang tua nampak terdiam lalu mengelus pipi kirinya yang nampak kemerahan. Ia terkekeh pelan. “Ternyata masih sama seperti dulu, Lyn?”

Lihat selengkapnya