“—Ayo tiup lilinnya, sayang,”
“Iya cepetan! Aku mau makan kuenya!!!”
“Hei, gaboleh gitu sama adek. Nah, coba tiup lilinnya sekarang ya, princess,”
“—Hueee!!!! Hiks..”
“Yah malah nangis.. Papa sih!”
“Kok malah papa? Aduh sini sayang cup cup—”
“Kan udah dibilangin, dia tuh mudah takut sama gituan. Sini!”
“Pelan-pelan, dia masih kecil,”
“Ya, ya. Cepet potong kuenya—”
“Yeyyy ak—”
“—Hahahaha..—”
Drrrtt… Drrttt…
“Mmh..”
Lenguhan pelan terdengar di balkon belakang yang sepi tersebut bersamaan dengan getaran telepon di atas meja di tepi kursi santai yang disandari. Pemiliknya sama sekali tak berniat langsung merespon panggilan yang sedari tadi tak kunjung berhenti, ia meregangkan kedua tangannya sehingga mengeluarkan bunyi tulang yang kaku karena tertidur duduk.
Dengan malas, ia meraih teleponnya lalu menatapnya beberapa saat untuk melihat siapa yang menganggu tidurnya nyenyaknya untuk sesaat yang lalu ia beri sebuah seringaian. Segera ia menggeser tombol hijau di layar lalu memasang mode speaker agar tak perlu susah-susah ia letakkan di telinga.
”Ya?”
“HEI!!!!”
Lengkingan suara nyaring mengisi pendengaran, untung saja ia menggunakan speaker.
“Astaga— Ada apa sebenarnya?”
“Aku meneleponmu sebanyak delapan kali daritadi, kemana kau, hah?”
“Aku tidur dan kau membangunkanku. Aku benar-benar mengantuk, Ryl..”
Yang diseberang kedengarannya sedang di tempat ramai, “Hei, bersiaplah, aku akan menjemputmu sebentar lagi,”
Dahinya mengernyit. “Hah? Kemana? Aku tak punya rencana keluar hari ini,”
“Di hari cerah seperti ini sudah seharusnya kita keluar!”
“Tidak, kurasa akan hujan,” matanya menatap langit yang sebenarnya memang agak mendung. “Kau tahu bukan sekarang langit mendung,”
“Hei— Apa pun itu, aku sudah di rumahmu,”
“Hah— Maksudku— Hei, aku sedang malas keluar, Ryl,” tubuhnya otomatis terangkat dari sandaran dan segera berdiri. Kakinya menapak masuk sambil memegang telepon di tangan.
“Sudahlah Lyn! Ikut saja! Ini ramai sekali loh!”
Teriakan di ujung ruangan membuatnya menoleh ke asal suara yang menampakkan Carla yang melambai bersama segerombolan orang yang membuatnya agak terhuyung ke belakang, terkejut. Ia langkahkan kaki ke hadapan mereka dengan wajah bertanya kentara.
“Kalian mau melabrakku?”
Carla tersenyum lebar sambil menggenggam kedua tangannya erat. “Ikut ya, Lyn? Ayolahhh,” rengak sang gadis.
Lyana yang masih belum mengerti situasi segera menoleh ke arah ke Aryla yang menatapnya aneh. “Apa ini?”
“Ganti bajumu, kita akan bersenang-senang bersama hari ini,” balas Sora membuat Lyana menatapnya. “Jangan memasang tampang bodoh seperti itu,”
“Dasar—” Menahan umpatan di ujung lidah dengan menarik nafas panjang. “Memangnya kita mau kemana sampai kalian datang tiba-tiba seperti ini?”
Senyuman muncul di wajah Carla yang antusias, masih merengek pada dirinya. Sementara di sisi lain Aryla yang ikut membujuk bersama Sora yang agak mengejek ekspresinya yang tak terkontrol.
Di tengah keributan kecil itu tiba-tiba Leandro dan Alvaro datang bersama dengan keributan lain, nampaknya mereka memperdebatkan hal lain berdua yang membuat mereka adu mulut.
Situasi benar-benar campur aduk. Carla dengan rayuan manis, di sisi lain Aryla yang nampak meyakinkannya untuk pergi dan bersama dengan Sora yang mendadak menjadi benar-benar menyebalkan padahal sebelumnya ialah yang paling bijak dan tenang.
Di dekat mereka terdengar pula Leandro dan Alvaro yang sepertinya memperdebatkan mengenai selera gadis yang mereka temui saat perjalanan kesini, yang satu bilang itu cantik, yang satu lagi bilang orang itu terlalu kurus malah memuji orang lainnya lagi.
Lyana bahkan tidak tahu harus berbuat apa. Terlalu ribut dan sulit menenangkan semuanya, terlebih mereka sibuk dengan kata-kata mereka sendiri. Yang pastinya ia sudah mengurut kepalanya yang berdenyut karena terbangun tiba-tiba bersamaan dengan serbuan sahabatnya.
“Kalian berisik sekali,”
Suara berwibawa dari arah belakang mereka mampu membuat semuanya bungkam dan melihat ke arah orang tersebut. Wanita renta itu; nenek Lyn menggeleng-gelengkan kepalanya melihat situasi mereka, bahkan ia bisa mendengar suara mereka dari pintu depan.
“Lyn, ikutlah daripada kau diteror terus,” ujar nenek sesambil berlalu melewatinya menuju dapur.
“Ikut saja,”
Suara lainnya bergabung. Nampak menyandarkan diri di sisi dinding sekat dan menatap mereka semuanya yang masih agak terkejut dengan kehadiran nenek Lyana tiba-tiba.
“Siapkan baju gantimu,”
“Untuk apa?” tanya spontan Lyana. Heran dengan kelakuan mereka semua hari ini.
Senyum terbit di bibir Ethan sambil berucap jelas tentang tujuan mereka semua hari ini.
“Tentu saja kau perlu baju ganti, kita akan basah-basahan hari ini,”
*
*
Panas matahari yang terik membuat kulit tersengat, terlebih berada di luar ruangan seperti ini sama saja menyiksa diri dan kulit. Sedari tadi banyak yang berlalu lalang menuju stan minuman beserta merchandise, lebih tepatnya menuju pajangan kipas portable juga plastik yang ada di sana.
“Yang benar saja, pesta air jam segini?”
Pusat kota penuh akan orang-orang yang berkumpul. Menyambut akhir tahun, beberapa orang mengadakan “Water Party” di pusat kota hari ini. Itu sebenarnya ide yang bagus hanya saja hari yang seharusnya mendung di pagi tadi berganti menjadi terik panas yang dapat membuat telur masak.
“Lagipula Lyn udah pakai sunblock, ‘kan?” ucap Aryla menatap dirinya yang sedang mengelap keringat deras di dahi.
“Sudah, tapi tetep aja ini panas banget, Ryl,” mengeluh sembari sesekali melihat sekitar tempat mereka duduk. Banyak yang membawa plastik air, ada pula yang memegang pistol air mainan yang dibagikan, ada juga yang memegang setas penuh balon-balon air untuk acara kelak. Sepertinya kelak akan sangat seru mengingat ada tembak air besar disiapkan panitia untuk permainan inti.
“Kapan mulainya?” tanya Alvaro yang baru saja kembali dari stan makanan bersama Leandro. Mereka membawa cukup banyak makanan di tangan untuk dibagikan.
“Ya ampun, berapa lama kalian ngantri disana sampe dapet sebanyak itu?” tanya Carla terkejut, bahkan mereka masih memiliki banyak makanan di dalam plastik di pergelangan tangan.
Keduanya memberi cengiran. “Ini contohnya kalo punya orang dalem di stan makanan,” kata Leandro nampak menyombongkan diri. “Ada kenalanku menjadi panitia di bagian makanan, tinggal kuminta tolong,deh!”
Semuanya menggelengkan kepala melihat kedua orang yang masih tertawa dan menyombongkan diri bagaimana mereka mendapat makanan tersebut. Sempat kepikiran kalau dulunya mereka adalah saudara kembar yang tak terpiisahkan mengingat bagaimana kompaknya kedua orang tersebut.
“Tes, Tes—”
Suara microphone dari arah panggung mengalih perhatian. Semuanya langsung melihat ke arah seorang gadis yang sedang menjelaskan tata cara permainan dan kapan dimulainya. Menunjukkan ke para peserta dimana mereka dapat mengambil bola-bola air yang disediakan di tepi-tepi area, ada juga yang menyediakan pistol dan berbagai mainan air lainnya.
“—Nah! Kita akan mulai dalam hitungan mundur, dari sepuluh yang semuanya!!!” teriak gadis itu bersemangat yang dibalas sama antusiasnya.