“Enak tuh kakel kita, dah bebas,”
Keluhan ringan terdengar dari bibir seorang gadis yang sedang mengerucutkan bibirnya. Sepasang matanya menatap lekat para murid tingkat tiga yang sudah menerima pengumuman kelulusan mereka.
Berbeda dengan tingkat dua dan satu, mereka masih menunggu hasil setelah menjalani masa ujian untuk seminggu lebih. Tentu hal ini menguras tenaga dan pikiran, menjadi tekanan tersendiri sebab ini ujian kenaikan kelas.
“Tapi justru habis ini tantangannya lebih banyak lagi,”
Helaan nafas menjadi jawaban gadis yang mengeluh tadi, Carla. Kepalanya masih berdenyut karna waktu tidur yang kurang selama masa ujian, terlebih berat badannya berkurang cukup banyak karna stress. Hal ini selalu menimpanya saat ujian semester maupun kenaikan.
Lyana yang sedang menopang dagu hanya diam ketika Carla sudah disirami ocehan oleh Aryla sebab tak memperhatikan jadwal makannya dengan baik, padahal perutnya tidak terlalu sehat.
“Leandro, marahin pacarmu itu!” final Aryla melipat kedua tangannya di depan dada dengan kesal.
Leandro terkekeh sambil sesekali mengusap lembut kepala Carla yang tertunduk, merasa bersalah pada Aryla yang berjuang keras merawatnya selama ujian.
“Maafin ya, Ryl? Kasian dia cemberut nih,” pinta Leandro dibalas dengusan kasar Aryla sementara di sampingnya sudah ada Sora yang berusaha menenangkan dirinya.
“Btw, mana Alvaro?” ucap Lyana tak menemukan batang hidung lelaki satu itu.
Ethan hanya tertawa kecil. “Lagi, pedekate tuh,”
Dahi Aryla mengernyit. “Siapa yang mau dideketin sama dia?”
“Hahaha, Ryl, jangan gitu. Orang yang dideketin sama Alvaro emang sulit digapai tapi kayaknya bisa luluh deh,” Sora mengucap sambil tersenyum tipis.
“Siapa emangnya?”
“Kemarin doi galau ga ada yang bisa diajak ke prom, sampai akhirnya nawarin Zelina. Ngakak astaga, apalagi pas awalnya Zelina nolak. Percuma tuh bawa mawar sebuket,” kicau Leandro.
“Z-Zelina? Kak Zelina?” pasti Carla yang dibalas anggukan mantap dari kekasih.
“Nekat banget ‘kan ya? Untung ujung-ujungnya diterima. Dia lagi sibuk digoda sama temen seangkatan karena bakal bawa Zelina ke prom,”
Tak lama berucap demikian, orang yang dibicarakan datang dengan keadaan setengah berlari ke arah mereka. Nafasnya bahkan sampai terengah-rengah karna berlari dari arah kantin menuju taman.
“Sampai jumpa di hari prom, prince!” seru Zelina dari kejauhan sambil melambai padanya sebelum berlalu keluar sekolah.
“Lu ngapain coba lari-lari gini?” ucap Sora sesaat setelah Alvaro duduk, Ia masih mengambil nafasnya.
“What? Prince?” ujar Ethan menahan tawa lalu segera diberi pukulan pada bahunya.
“Gatau, pokoknya Zelina mengerikan,” Alvaro meluruh ke meja dengan tampang kelelahan. Ada rasa iba melihatnya, namun mereka tak dapat membantu banyak.
“Lu dimarahin?”
Ia menggeleng. “Kemarin dia mendadak chat, gamau. Ya gue kaget dong, panik, terus gue sampai datengin rumahnya dan malah ketemu bapaknya. Lu tahu sendiri bapaknya tuh galak, gue sampe keringetan dingin pas bapaknya nanya-nanya dan Zelina? Dia malah ketawa di belakang bapaknya,”
Mereka semua menggeleng samar mendengar cerita singkat Alvaro. Sepertinya memang cukup sulit ingin membawa anak gadis orang berpengaruh, apalagi jika Alvaro mau memacarinya kelak? Jalan yang ditempuhnya akan sangat berat dan tak rata.
“Tapi mau ‘kan?” tanya Lyana memastikan.
“Mau sih, tapi bapaknya malah nyuruh gue buat dateng ke rumahnya tiap malem. Udah tahu gue takut sama bapak kenapa saya masih disuruh dateng??” Alvaro tambah melemas.
“Turut prihatin, bro. Semangat!”
“Ye… Lu bilang semanga-semangat, mana bisa semudah itu,” oceh Alvaro pada Leandro.
“Gapapa, setidaknya lu gak jomblo pas prom. Gak jadi sadboy,”
Alvaro mencebik membuat semuanya tertawa. Namun untung saja Zelina mau berdampingan dengannya saat pesta, jika tidak mereka yang repot karena pasti sahabat mereka tersebut ribut ditinggal sendirian sementara mereka sibuk berpesta.
“Btw, Ryl. Baju kamu udah pilih?” Aryla terkejut karena pertanyaan dadakan tersebut. Ia nampak berpikir beberapa saat lalu mengangguk dan tersenyum cerah.
“Sudah! Biru laut pasti cantik!”
“Kamu biru, Ryl? Aku warna ungu deh kayaknya,” respon Carla mengenang gaun yang dipakainya kelak. “Lyn apa?”
“Mungkin salem? Pokoknya gitu lah,”
Menepuk kedua tangannya mendadak. “Lyana cantik banget pasti, bisa deh dapetin predikat wanita elegan,” Carla nampak bersemangat.
“Siap-siap, Al. Kayaknya Queen bakal jatuh ke Zelina deh,” goda Leandro sontak mendapat sikutan perut dari lawan bicaranya.
“Lu nambah beban gue aja sumpah,” kepalanya berdenyut memikirkannya, ia akan jadi pusat perhatian jika hal itu memang terjadi pada dirinya dan Zelina.
“Yang sabar bro, setidaknya lu pernah jadi pasangan seorang Queen Prom,” Sora berusaha menyemangati namun malah menambah rasa pening di kepalanya, beberapa hari ke depan akan sulit baginya.
“Jangan dipikirin, Al. Yang penting pas prom gak sendiri, ‘kan?” ujar Aryla menyemangatinya dibalas anggukan lemah dari lelaki tersebut.
“Nggak sabar banget! Pasti seru nih!” Seru Carla semangat. Ia memang sudah menanti-nanti prom ini dari jauh hari, sama seperti siswa-siswa lainnya yang tak kalah bersemangat dari dirinya.
Biasanya, acara seperti ini dijadikan ajang cari pacar soalnya atau menembak sang pujaan hati.
Beda cerita jika sudah berpasangan, kebanyakan mereka menghabiskan waktu berbincang bersama dan menikmati pesta dengan dansa serta hal-hal romatis lainnya terlebih jika berpasangan dengan kakak kelas yang akan meninggalkan sekolah.
Prom kali ini akan menjadi apa ya?
*
*
“Iya-iya, sabar. Jangan nelpon terus, ih,”
‘Gimana gak telepon kalo kamu aja gak bales chat??!?!’
“Kan dari salon tadi. Masa pas orangnya make up mata, aku melek, Car?”
‘Cepetan! Aku udah nyuruh Ethan ngebut,’
“Jangan gitu, Car. Nanti yang ada aku ke rumah sakit bukan ke hotel,”
‘Udah-udah, cepetan yang princess cantik! Penasaran tahu, mana kamu gamau kirimin foto lagi,’
“Surprise, udah ah. Bye,”
250 notifications from Carla.
7 missed call from Carla.
Kepalanya menggeleng melihat notifikasi yang muncul setelah panggilan telepon dari gadis tersebut usai. Ia memang tidak membawa handphone tadi, sengaja.
Yang pasti gaun prom telah telah terpasang dengan baik di tubuhnya serta high heelsnya yang telah siap membuat kakinya pegal. Ia menyambar tas kecil di atas gantungan lalu segera keluar kamar untuk bertemu sang nenek yang tengah membaca buku di pinggir jendela.
“Nenek, aku pergi dulu ya!” bibirnya yang pink mengecup singkat pipi sang nenek.