“Maaaaa—!!!”
Jemari kecil menggapai udara kosong, berusaha keras bangun dari posisi menyandar pada stroller bayi yang lebih nyaman daripada gendongan. Namun memang bagi anak kecil sendiri, pelukan sang ibu adalah segalanya.
“Iya sayang, kenapa hm?” Tangan lembutnya menarik bayi itu dengan hati-hati dan membawanya dalam gendongan. Nampak mengucek-ngucek matanya karena baru bangun tidur mengundang tawa gemas dari sekitar.
“Lyn.. Yaampun anakmu imut banget,” ujar ceria seorang ibu di tepinya.
Lyana hanya tersenyum. “Evan juga ganteng, Ryl. Ngomong-ngomong dimana dia? Katanya tadi mau main sama dedek,”
Anak Aryla dan Sora; Evan Serafin Elana. Ia menginjak usia tiga tahun, Evan menjadi anak yang aktif bergerak dan berlari membuat ibu dan ayahnya kewalahan menjaga dan bermain bersamanya.
“Kamu tahu sendiri Evan gimana,” Ia menghela nafas lalu meneriakkan nama putranya. “Evann! Ini dedek udah bangun,”
Dalam sekejap ia sudah menghampiri sang ibu, ia memiliki wajah dominan ayah namun sikapnya yang tenang dan peduli dari ibunya. Ia tak segan membantu, anak yang rajin, dan tidak nakal. Hanya saja ia terlalu aktif.
“Tante… Boleh main sama dedek?” Astaga, Lyana ingin sekali mencubit pipinya yang gembul itu. Meskipun ia anak laki-laki, ia sangat manis!
“Boleh dong.. Tapi hati-hati ya, dedek masih terlalu kecil,” ingat Lyana yang kemudian menurunkan putri kecilnya ke karpet dekat meja yang mereka tempati.
“Ngomong-ngomong Sora dan Ethan mana? Carla dan Leandro juga??”
“Carla ngebantu Zelina ganti baju pengantinnya, kalau tiga sejoli itu pasti lagi ngerundungin Alvaro yang juga lagi ganti pakaian,”
“Eh? Kenapa nggak minta bantu kita?”
Aryla tersenyum, ia menoleh pada dua anak manusia yang sedang bermain di karpet atas rerumputan lalu kembali ia menatap Lyana yang sudah ber-oh-ria; mengerti maksud Aryla.
“Udah ngerti kenapa nggak minta bantuan kita, Mama?”
Lyana terkekeh, manggut-manggut sambil meminum jus apel di gelasnya. “Iya, Ma. Ngerti-ngerti,”
Tak berselang lama perbincangan ibu-ibu tersebut, dua tokoh utama hari ini keluar dari ruangan mereka menuju taman villa keluarga Zelina. Usai mengucap janji suci sehidup semati, mereka langsung berangkat menuju New Zealand yang menjadi tujuan liburan mereka semua.
Resepsi akan diadakan lain hari, mereka memilih berlibur duluan sebab benar-benar ingin me-refresh-kan otak mumet dari tumpukan kerjaan mereka selama beberapa tahun belakangan. Keduanya bekerja keras sampai akhirnya sampai di titik dimana siap menjalin hubungan sebagai satu kesatuan; keluarga.
“Lama ya?” ujar ringan pengantin baru, Zelina.
“Nggak kok, Aileen juga baru bangun,” Lyana beralih menatap putri kecilnya yang tengah bermain boneka ditemani Evan.
Zelina duduk di atas karpet di dekat Evan dan Aileen, wajahnya tak dapat menyembunyikan perasaan gemasnya melihat interaksi dua anak kecil yang manis tersebut. “Aileenn!!!! Gemes banget sih!!” Ia mengambil Aileen yang tengah duduk dan menaruhnyaa di pangkuan.
Aileen Galaxia Giovano, putri manis Lyana dan Ethan. Mencuri perhatian semua orang dengan keimutan, paling disayang om beserta nenek kakeknya.
Ethan menghampiri Lyana yang tertawa melihat Zelina yang sedang bermain bersama kedua bocah tersebut. Bibirnya mengecup pelan pucuk kepala istrinya lalu tersenyum, “Pules banget dia tidur tadi,”
Lyana terkekeh pada sang suami, “Nurut siapa hayo yang suka tidur sampe kesiangan?”
“Kamu lah!”
“Ehem! Sebenernya yang baru nikah ini kalian apa kami ya?” Alvaro duduk di salah satu kursi dengan wajah cemberut melihat keuwuan pasutri di hadapannya.
“Kayak nggak tahu aja mereka berdua, Al. Selalu berbunga-bunga,” timpal Leandro yang menarik kursi dan mempersilahkan Carla duduk disana.
“Kami yang nikah duluan saja biasa aja, tapi sebenernya karena ayang beb gak mau digituin sih,” Tak lama berselang, tangannya jadi korban cubitan sang istri, Aryla.
“Axel nggak ikut ya?” tanya Zelina pada Lyana yang tengah memakan cookies coklat di atas meja.
Menggeleng samar, helaan nafas panjang keluar dari celah bibir. “Nggak, katanya sibuk ngurus perusahaan,”
Zelina mendengus. “Alesan,”
“Ngomong-ngomong kita bakal kemana nih besok? Seru kayaknya jalan-jalan,” ujar Carla riang. Gadis itu sendiri masih bergelut di usahanya yang makin besar, setidaknya ia ingin ikut rehat bersama sahabat-sahabatnya.
“Hu’um! Boleh tuh, apalagi pemandangannya cantik banget,” Aryla yang dari awal berangkat sudah antusias mengenai liburan mereka.
“Besok kita kesini aja, pasti anak kalian suka liat-liat ini,” ujar Alvaro menunjukkan destinasi wisata untuk anak di layar smartphone nya.
“Tapi bukannya ini honeymoon kalian juga ya?” tanya Lyana heran karena memilih tempat tersebut.
Sunggingan senyuman lebar muncul di bibir Alvaro. “Gak apa-apa lah, manjain ponakan cantik,”
“Ponakan gantengnya?” tanya Sora sengit sebab sang anak tak disebut.
Alvaro mencebik. “Iya-iya, Evan juga kok. Tapi dedek Aileen yang gemes yang utama!”
Semuanya langsung tertawa dengan celetekan Alvaro. Lyana tersenyum lembut memandang putri kecilnya di pangkuan Zelina. Ia besyukur kelahiran putrinya disambut bahagia, bahkan terlalu bahagia. Semuanya mencintai Aileen tulus dan besar, apalagi ayah dan ibu Ethan.
Mereka berencana ingin memberikan apartemen untuk Aileen saar berusia satu tahun yang untungnya berhasil dihentikan Ethan dan Lyana. Hadiah mereka diganti dengan sebuah liontin custom mahal dan donasi ke panti asuhan.
Sementara ibu Lyana, Afrodita juga sama saja dengan ayah dan ibu Ethan; sangat menyayangi cucunya yang manis tersebut. Bahkan saat Lyana pulang dari rumah sakit, Dita selalu senantiasa datang ke rumahnya setiap hari untuk membantunya merawat gadis tersebut.