Senyum tak henti-hetinya kutunjukkan. orang yang selama ini hanya bisa ku bayangkan, kini dia ada di sampigku, Ya! sangat tepat di sampingku. Selama beberapa jam belakangan ini, detak jantungku sangat tidak bisa ku kontrol sama sekali.
Yaampun! Mimpi apa aku, sampai bisa bersamanya seperti sekarang ini. Aku pikir, ini semua hanya khayalanku saja. Namun nyatanya, ini adalah kenyataan yang tak pernah aku duga sebelumnya. Aku memang sering menghayal tentangnya, tapi tak pernah sejauh ini. Aku cukup tahu diri, kalau aku tak pantas ada di sampingnya. Mendampinginya di sisa waktu kami nantinya. Namun tiap kali tangan orang lain yang menyalamiku dengan ucapan selamat, aku kembali di buat tersadar. Ini benar-benar nyata! Bukan mimpi atau pun khayalan semata. Akhirnya setelah cukup lama aku berdebat dengan diriku sendiri mengenai fana dan nyata. Aku menyerah, ini benar-benar nyata.
Seharian ini aku sungguh sangat bahagia. Rasanya seperti mimpi yang menjadi nyata, eh--memang seperti itu kejadiannya. Kutatap dia yang ada di sampingku dengan sembunyi-sembunyi, lagi-lagi aku harus tersenyum karena ini. Senyumnya membuatku menyadari, selamat datang kebahagiaan yang selama ini kunanti.
Tapi ternyata, kebahagiaan yang kunanti tak berlangsung lama. Malamnya, setelah pesta pernikahan kami selesai di selenggarakan. Dia tiba-tiba mengatakan hal yang membuat kebahagiaanku yang baru mulai tumbuh, runtuh seketika. Kalimatnya masih terngiang di kepalaku sampai saat ini.
"Run ... tolong rahasiakan."
Aku hanya bisa menghela nafas panjang dengan senyum yang kupaksakan. "Baiklah," jawabku pasrah akhirnya.
Yang tak terduga lagi, dia mendadak sumringah saat itu. Senyum yang berbeda dari senyum miliknya sebelumnya di pernikahan kami. Aku tahu itu, senyum tulus yang benar-benar dari hati. Kini aku bertanya pada hatiku, apakah tandanya dia terpaksa dan tidak bahagia?
"Kamu tenang saja, aku tidak akan membuat perjanjian konyol seperti yang orang-orang lakukan saat menikah karena dijodohkan. Aku juga akan tetap mempertahankan pernikahan ini, aku tak akan berbuat macam-macam yang akan merusak pernikahan ini. Tapi untuk sekarang ... aku hanya belum siap menerimanya, mungkin itu alasan aku meminta merahasiakan hal ini. Tapi aku tetap akan berusaha untuk membuka hatiku untuk kamu, Run ..." Itu janjinya, janji yang dia ucap di malam pernikahan kami, lebih tepatnya 2 tahun yang lalu.
Aku selalu menunggu, saat di mana dia mulai mencoba untuk mencintaiku seperti ucapannya waktu itu, tapi selama ini, sikapnya tidak menunjukkan kalau dia memang mencintaiku. Di rumah, kami seperti seorang yang sangat dekat. Aku melakukan tugasku, begitu pun dengannya. Aku yang memasak, menyiapkannya pakaian, mengurus keperluan rumah dan dia yang bekerja, memberiku nafkah, dan yang lainnya. Kami bahkan tidur satu kamar. Semua itu kami lakukan, layaknya sepasang suami istri dan memang nyatanya kami suami istri. Bedanya hanya, status kita yang sengaja di sembunyikan di lingkungan kampus kami.
Ya! Kami satu kampus, aku mengenalnya sejak masa orientasi, saat itu kami pun satu kelompok, entah dia sadar atau tidak. Tapi aku sangat menyadarinya. Rasa itu tumbuh tiba-tiba saat aku melihatnya pertama kali dan makin bertambah tiap detiknya. Hingga sekarang, aku tak tahu sudah sebanyak apa rasa cintaku untuk dia sekarang. Aku bahkan lebih mementingkan dirinya dahulu sebelum diriku.
Di kampus, kami berinteraksi seperti biasanya, layaknya seseorang yang tak pernah bertegur sapa, hanya berbicara jika memang sedang satu kelompok dalam pengerjaan tugas. Teman-teman kampusku sudah mengetahui jika aku sudah menikah, bukan aku yang memberitahukan mereka, namun karena melihat cincin yang ada di jariku di tambah beberapa foto pernikahan di handphone milikku tentunya wajah dia kusamarkan dengan menutupnya dengan gambar lain. Dia tak marah, dia bilang tak apa, asal teman-teman kami tidak mengetahui jika suamiku ternyata dia.