Unknown Husband

Michelia Rynayna
Chapter #7

Disclosure

Ada yang bilang, merubah sikap seseorang itu tak semudah membalikkan telapak tangan ataupun semudah mengambil nafas dalam lalu menghembuskannya lagi. Hal itu memang benar, namun sepertinya itu tidak berlaku untuknya.

Baru beberapa hari yang lalu dia berubah menjadi sosok yang kuinginkan selama ini. Tapi pagi ini dia kembali pada sikapnya yang dingin lagi. Dugaanku benar, ternyata itu hanya sementara saja, selama 3 hari ini. Untungnya, aku sudah mempersiapkan hal ini, sehingga aku tidak terlalu merasa sangat sakit hati. Aku hanya merasa sakit hati saja, tidak dengan kata 'sangat'nya.

Aku menyiapkan segala keperluanku dan keperluannya untuk berangkat ke kampus nanti. Aku ada janji terlebih dahulu dengan Ari pagi ini, dan dia sudah memberi izin padaku.

Jadwal kuliah kita ada di jam 9 siang nanti. Dan setelah bertemu aku akan langsung pergi ke kampus. Aku memang sengaja ingin bertemu dengan Ari, aku yang mengajaknya bertemu, karena jujur ... aku sedikit bingung dengan sikap Ari, dia bilang ingin mengabariku saat subuh, tapi pesannya hanya berisi ucapan minta maaf karena telah menganggu dengan mengirimiku chat yang tidak jelas.

Awalnya aku tidak memperdulikannya. Tapi setelah aku telaah lagi, sepertinya ada yang tidak beres. Akhirnya aku memutuskan untuk menemuinya saja. Dan untungnya Ari setuju, tapi dengan waktu di hari ini, sebelum kami kuliah. Katanya, dia sedang berada di rumah neneknya yang berda di pinggir kota. Ya, aku menurutinya. Memang Ari punya nenek yang tinggal di pinggiran kota ini. Toh aku juga yang memang ingin bertemu, jadi aku tidak mempermasalahkan kapan kami akan bertemu.

Setelah selesai menyiapkan perlengkapan milik dia, aku mengambil tas milikku dan turun ke bawah. Dia pasti sudah menunggu di meja makan. Seperti hari-hari sebelum 3 hari yang lalu. Dia hanya duduk dalam diam dengan tatapan matanya yang mengarah ke depan dengan lurus.

"Mas, aku langsung berangkat setelah makan, ya? Gak apa-apa, 'kan?"

Dia mengalihkan pandangannya menjadi menatap padaku. Lalu tersenyum tipis, senyum terpaksa yang sudah 3 hari belakangan ini tak kulihat.

"Kabarin aku kalau kamu udah sampai di sana dan mau pergi ke kampus."

Aku mengangguk kecil. Dia sudah memanggil dirinya kembali dengan sebutan 'aku' lagi, tidak dengan kata 'Mas' seperti 3 hari sebelumnya. Dia benar-benar sudah berubah lagi.

Makan berlangsung dengan hening. Sampai akhirnya dia selesai lebih dulu lalu pergi ke dapur dan mencuci piringnya sendiri. Dia kembali ke meja makan, aku masih menyantap makananku, tinggal sedikit lagi.

"Run, sepertinya aku ingin tidur lagi sebentar. Kalau kamu mau pergi, pergi langsung aja. Gak usah pamit, ya? Aku gak akan kesiangan kok ke kampus. Udah pasang banyak alarm."

Aku kembali mengangguk. Raut wajahnya memang memperlihatkan dia seperti kelelahan. Sangat tercetak jelas di wajahnya.

Dia pergi. Tak lama kemudian, aku sudah selesai dengan makanku. Sama sepertinya, aku langsung mencuci piring bekas makanku sendiri. Lalu bergegas pergi ke luar untuk menemui Ari.

👤

Aku menyapukan pandangan ke seluruh sudut cafe yang ada di depanku kali ini. Katanya, Ari sudah ada di cafe ini, namun aku tak menemukannya juga. Karena lelah mencari, aku mendial nomer milik Ari, meneleponnya secara langsung. Saat panggilan terjawab, aku langsung bertanya padanya.

"Di mana? Katanya udah sampai. Dari tadi aku cari, nggak ada."

"Iya, maaf. Ini lagi di toilet. Kamu pergi ke meja di pojok yang dekat dengan jendela. Itu meja kita, aku udah reservasi."

Panggilan langsung terputus begitu saja, bukan aku, melainkan Ari. Aku pergi ke meja yang tadi di sebutkan Ari. Di sana sudah ada makanan dan minuman, dan saat aku bertanya pada pelayan yang di sana, ternyata itu benar meja yang di pesan Ari. Aku pun duduk di sana. Menunggu Ari yang katanya sedang di toilet.

Melihat makanan dan minuman yang ada di depanku. Membuat perutku kembali meminta untuk diisi. Makanan dan minuman di sana masing-masing ada 2, mungkin satu untukku. Aku menolehlan kepalanya ke belakang, Ari masih belum terlihat.

Yasudahlah, tanpa menunggu Ari datang, aku mengambil minuman yang ada di sana dan meminumnya. Terserah nanti jika ternyata minuman ini bukan untuknya. Kalaupun harus diganti, aku akan menggantinya.

"Run."

Panggilan seseorang membuatku mrnolehkan kepalaku. Aku berdiri saat melihat orang itu. Ari berjalan ke kursi yang berhadapan denganku.

Lihat selengkapnya